Mohon tunggu...
Nurul Fauziyyah
Nurul Fauziyyah Mohon Tunggu... Dosen - Wanita kelahiran Jakarta 1992

Seorang yang ingin terus belajar dan berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awal Mula Akuntansi Syariah

20 Desember 2019   15:28 Diperbarui: 20 Desember 2019   15:34 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENGARUH ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN AKUNTANSI

Sebelum berdirinya pemerintahan islam, peradaban didominasi oleh dua bangsa besar, yaitu bangsa Romawi dan bangsa Persia. Perdagangan bangsa Arab Mekkah terbatas ke Yaman pada musim dingin dan Syam pada musim panas. Pada saat itu, akuntansi telah digunakan dalam bentuk perhitungan barang dagangan oleh para pedagang sejak mulai berdagang sampai pulang kembali (Adnan dan Labatjo, 2006). Praktik akuntansi pada masa Rasulullah mulai berkembang setelah ada perintah Allah melalui Al-Quran untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai (Al-Baqarah: 282) dan untuk membayar zakat (Al-Baqarah: 110, 117).

Perintah Allah untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai telah mendorong setiap individu untuk senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti transaksi. Adapun perintah Allah untuk membayar zakat telah mendorong umat islam saat itu untuk mencatat dan menilai aset yang dimilikinya. Berkembangnya praktik pencatatan dan penilaian aset merupakan konsekuensi logis dari ketentuan pembayaran zakat yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari aset yang dimilikinya yang telah memenuhi kriteria nisab dan haul.

PRAKTIK AKUNTANSI PADA MASA PEMERINTAH ISLAM

Kewajiban zakat berdampak pada didirikannya institusi Baitulmaal oleh Nabi Muhammad SAW yang berfungsi sebagai lembaga penyimpanan zakat beserta pendapatan lain yang diterima oleh Negara. Pada masa tersebut, harta kekayaan yang diperoleh Negara langsung didistribusikan setelah harta tersebut diperoleh. Dengan demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan dan pengeluaran Baitulmaal, hal sama berlanjut pada masa Abu Bakar As-Shiddiq. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab terjadi peningkatan penerimaan Negara secara signifikan.

Dengan demikian, kekayaan Negara yang disimpan di Baitulmaal juga semakin besar. Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran Negara dan Khalifah Umar bin Khattab mendirikan unit khusus yang bernama Diwan yang bertugas membuat laporan keuangan Baitulmaal sebagai bentuk akuntabilitas Khalifah atas dana Baitumaal yang menjadi tanggung jawabnya (Zaid, 2001). Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah.

PACIOLI DAN PERADABAN ISLAM 

Pada tahun 1494, seorang berkebangsaan Italia bernama Luca Pacioli, menerbitkan buku dengan judul Summa de Arithmatica Geometria, Proportioni et Proportionalita (segala sesuatu tentang Aritmatika, Geometrika, dan Proporsi). Salah satu bab di dalamnya membahas tentang pembukuan yang menekankan pada sistem pencatatan yang terjadi di Venice lebih dari 200 tahun sebelumnya dan masih digunakan pada masa itu, dan dikenal dengan nama metode Venice (Adnan dan Labatjo, 2006).

Melalui buku tersebut, Pacioli dianggap sebagai orang pertama yang menggagas sistem tata buku berpasangan (double entry bookkeeping), sebuah sistem baru dan dianggap sebagai revolusi dalam bidang ekonomi dan bisnis. Henderiksen (2000), menyatakan bahwa jurnal yang dibuat oleh Pacioli sudah mirip dengan yang digunakan sekarang. Debit dicatat di sebelah kiri (deve dare atau debere) dan kredit di sebelah kanan (deve avare atau creed). Dalam berbagai literatur, Pacioli dikenal dengan "Bapak Akuntansi".

Adnan dan Labatjo (2006) menyatakan bahwa buku Pacioli menimbulkan banyak pertentangan di kalangan peneliti yang meneliti tentang sejarah akuntansi, Have (1976) dalam Zaid (2001) beranggapan bahwa perkembangan akuntansi sebagaimana dituliskan oleh Pacioli tidaklah terjadi di Repulik Italia kuno. Faktanya Italia mengetahui tentang akuntansi dan ilmu itu sampai pada mereka dari bangsa lain. Zaid (2001) dan  Belkaoui (2000) menyatakan bahwa Pacioli bukanlah penemu double entry book keeping, melainkan hanya menjelaskan apa yang telah dipraktikkan pada masa itu.

PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Al-Quran sebagai sumber hukum dalam agama islam cukup banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan keuangan. Akan tetapi, Al-Quran tidak secara spesifik berbicara tentang bentuk lembaga keuangan. Pembahasan Al-Quran lebih berkaitan dengan akhlak dan etika yang berkaitan dengan masalah keuangan, antara lain menjaga kepercayaan (amanah), keadilan ('adalah), kedermawanan (ikhsan), perintah menjauhi yang haram dan menegakkan yang baik (amar ma'ruf nahi munkar), dan teguran (tawsiah). Lembaga keuangan syariah yang berwujud dalam sebuah institusi adalah ketika Rasulullah SAW mendirikan Baitulmaal saat pemerintahan Islam dibentuk di Madinah.

Pada masa Khulafaurrasyidin, Baitulmaal berkembang dalam hal jumlah kekayaan yang dikelola dan fungsi yang dijalankan. Lembaga ini kemudian dikembangkan secara administrasi dan dibentuk dewan-dewan untuk ketertiban administrasi. Selanjutnya, mulai Dinasti Abbasyiah fungsi Baitulmaal bertambah dengan mengeluarkan kebijakan moneter. Hingga pada saat runtuhnya Dinasti Usmaniah di Turki, nama Baitulmaal tidah muncul lagi sebagai pusat pengaturan fiskal dan moneter Negara.

Pada tahun 1963, di desa Mit Ghamr, dibentuk sebuah lembaga keuangan pedesaan yang bernama Mit Ghamr Savings Bank/ Mit Ghamr Bank yang dipelopori oleh seorang ekonom bernama Dr. Ahmad El-Najjar. Lembaga keuangan tersebut ternyata sangat sukses, baik dalam penghimpunan modal dari masyarakat berupa tabungan, uang titipan dan zakat, shadaqah, dan infak, maupun dalam memberikan modal kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, terutama di bidang perdagangan dan industri.

Dalam operasinya, Mit Ghamr Bank tidak membebankan bunga pada peminjam maupun membayar bunga kepada penabung. Bank ini melakukan investasi secara langsung maupun dalam bentuk kemitraan dengan pihak lain dan selanjutnya membagi keuntungan dengan para penabung. Keberhasilan Mit Ghamr Bank menginspirasi banyak pihak untuk melakukan hal yang sama, antara lain didirikannya Islamic Development Bank (IDB) oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1973. Setelah IDB beroperasi, berbagai bank syariah tumbuh dan berkembang di berbagai Negara termasuk Indonesia dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992.

Sumber: Yaya, Rizal, dkk..(2009). Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun