Mohon tunggu...
Nurul Jubaedah
Nurul Jubaedah Mohon Tunggu... Guru - Teacher, writer, traveler, vloger

“Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak". Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hina Jadi Mulia

11 April 2022   20:57 Diperbarui: 12 April 2022   01:53 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya memiliki banyak profesi dan kegiatan sambil menunggu diangkat menjadi PNS/ASN, selain mengajar di tingkat SD, SLTP, dan SLTA, saya jga sambil berdagang,  serta membuka kursus bahasa Inggris dengan nama Nabila English Course. Gaji mengajar bahasa Inggris dari satu SD saat itu sebesar Rp. 50.000/bulan. saya mengajar di 6 SD yang berbeda, beberapa tahun berikutnya saya mengajar di tingkat SLTP dan SLTA juga sempat menjadi Asisten dosen di salah satu perguruan tinggi yang ada di Tasikmalaya. Ketika saya membuka kursus bahasa Inggris saya mampu menghasilkan uang sekitar Rp 500.000/ bulan, cuma beda nol di belakang saja kan dengan gaji guru honor saat itu? (mesem saja).

Dulu saya merasakan bahwa mengajar sebagai guru honorer, berdagang, dan membuka kursus bahasa Inggris tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga saya. Saya berpikir jika saya menjadi guru PNS/ASN maka masalah ekonomi akan segera bisa diselesaikan. Seandainya saya sudah PNS/ASN saya akan memiliki keseimbangan mental, ekonomi, biaya pendidikan anak, dan seluruh aspek lainnya. Menjadi PNS/ASN adalah tujuan utama dalam menjalani profesi guru pada saat itu.

Alasan lainnya kenapa saya ingin menjadi PNS/ASN adalah karena ketika menjadi guru honor perlakuan lingkungan di tempat saya bekerja kurang menghargai keberadaan saya seperti memandang sebelah mata, meragukan kompetensi, terdapat kasta jabatan dan yang lebih parahnya terdapat aroma feodalisme dimana istilahnya bawahan menyembah atasan, ketaatan memang penting tetapi jika pendapat dibungkam maka pendidikan tidak akan maju. Saya berharap kalau kelak sudah menjadi PNS/ASN tidak akan ada lagi kejadian yang memilukan hati ini.

Apa yang terjadi setelah lulus PNS/ASN?

Saya dinyatakan lulus PNS melalui jalur validasi tanpa test, saat itu diajukan oleh kepala madrasah setempat untuk mengikuti  pendataan administrasi dan akhirnya saya terjaring CPNS pada tahun 2004 dan diangkat menjadi PNS/ASN pada tahun 2007 tetapi turun gaji pertama beserta rapel pada tahun 2010, lama kan?. Sebenarnya pada saat itu ada tiga orang yang mengikuti validasi PNS/ASN tetapi, sayalah satu-satunya orang yang lolos administrasi sedangkan kedua teman saya lolos sertifikasi.

Setelah dinyatakan lulus PNS/ASN banyak sekali drama, suka, duka, nestapa, ratapan, rintihan, dan sejenisnya. Kenapa begitu? bukannya kalau sudah lulus seharusnya langsung bahagia? apa saya kurang bersyukur? apa saya ingin langsung kaya? oh bukan itu. Saya benar-benar risi untuk menceritakan kembali kisah ini. Tapi jika sudah disampaikan saya harap ada manfaatnya. Ternyata benar kata pepatah, semakin tinggi pohon maka semakin besar pula anginnya. Luar biasa, ujiannya ternyata cukup berat.

Pada awalnya, saya mengajar di madrasah swasta pada tahun 2000-2010.   Saat itu hati saya terluka dikarenakan istri kepala madrasah cemburu terhadap saya. Lalu saya segera mencari jalan keluar terbaik agar suasana hati kembali pulih. Pada Tahun 2010-2013 saya pindah mengajar ke madrasah swasta lainnya dengan status diperbantukan (DPT). SK PNS saya seharusnya berada di madrasah negeri tapi karena gurunya penuh akhirnya saya terpaksa mencari madrasah swasta yang masih membutuhkan guru PNS/ASN. Alhamdulillah selama tiga tahun saya merasa nyaman dan terobati bekerja di sini, selain kepala madrasahnya baik hati, ramah, dan beradab, saya diberikan keleluasaan dalam menuangkan ide dalam mengajar.

Pada tahun 2010-2012 sambil mengajar saya melanjutkan studi S2 di UIN SGD Bandung dengan niat mensyukuri nikmat Allah SWT atas pengangkatan PNS/ASN sekaligus untuk menjaga jarak dari Toxic system atau lingkungan yang tidak support. Saya fokus mengajar sekaligus belajar tentang hal-hal yang baru untuk meningkatkan kompetensi saya sebagai guru. Saya berangkat ke kampus naik elf setiap Sabtu dan Minggu. Selama kuliah saya sangat menikmati prosesnya, masih tetap seperti mimpi saya masih bisa melanjutkan studi padahal saya sudah berkeluarga dimana kebanyakan perempuan di kampung biasanya menempuh pendidikan yang alakadarnya dan langsung menikah, tidak ada lagi peluang untuk melanjutkan studi apalagi berkarir.

Pada Tahun 2013 saya diundang untuk mengajar di madrasah yang sesuai dengan SK PNS/ASN, karena apa? karena di madrasah negeri tersebut ada guru yang meninggal. Jadi, dapat disimpulkan jika tidak ada guru yang meninggal yang sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu maka saya tidak akan bisa mengajar di sana sampai kapanpun. Apakah ini dinamakan sebuah keajaiban? ataukah takdir baik? masa sih kalau ada orang yang meninggal disebut takdir baik. kewalat! welcome to the reality!. Syukuri dan nikmati, Insha Allah semuanya akan baik-baik saja!, tarik nafas dan hempaskan!.

Selama saya mengajar di tempat ini, saya kira semuanya akan indah pada waktunya. Ternyata apa yang saya bayangkan berbanding terbalik dengan realita. Tekanan dari lingkungan ternyata jauh lebih dahsyat. Saya pernah difitnah nikah siri dengan kepala madrasah swasta yang dulu pernah merekomendasikan saya untuk mengikuti CPNS. Secara tidak langsung berarti mereka meragukan kompetensi saya sebagai seorang guru karena lulusnya saya menjadi PNS/ASN berkat kedekatan dengan atasan. Saya juga pernah diberi jargon exclusivisme karena saya hanya dekat dengan guru laki-laki yang memiliki jabatan saja. Ditambah lagi dengan perlakuan beberapa orang yang sinis, sentimen, dan yang unik adalah manusia yang bermuka dua, saat bertemu dengan saya ia sangat ramah tetapi di belakang ia ghibah. Baiklah, skip!

Apapun yang terjadi pasti ada hikmahnya bukan begitu? peristiwa demi peristiwa saya lalui dengan "awet rajet" selama 5 tahun. Pada tahun 2018 saya mengikuti test membuat soal UAMBN Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)  yang diadakan oleh Kementrian Agama RI KSKK Madrasah. Guru-guru yang mendaftar se-Indonesia berjumlah 1.800 orang sementara yang dibutuhkan hanya 30 guru saja. Tuhan Maha baik, Dia mengganti air mata saya menjadi mutiara syurgawi,  alhamdulillah saya terjaring di antara 30 guru tersebut. Keajaiban ini menghantarkan kehidupan saya dari kesedihan menjadi kebahagiaan. Peristiwa ini sekaligus menjadi ajang pembuktian kepada mereka yang selama ini meragukan kompetensi saya apalagi strereotipe dengan hanya mengandalkan nepotisme. Semua tuduhan ini menggugurkannya dan mereka yang tadinya memandang sebelah mata kini, telah tumbang dengan sendirinya. Masuk pak Eko!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun