"Urban Heat Island" merupakan suatu fenomena yang terjadi ketika tutupan lahan alami di perkotaan digantikan oleh pembangunan seperti trotoar, gedung-gedung perkantoran dan pabrik, serta tutupan lahan lainnya yang menyerap dan menahan panas tinggi. Efek ini meningkatkan biaya energi (misalnya, untuk AC), tingkat polusi udara, dan penyakit serta kematian yang diakibatkan oleh fenomena urban heat island tersebut. Selain itu kegiatan urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota yang secara tidak sadar dapat menjadi peningkatan jumlah penduduk di perkotaan, sehingga berdampak kepada meningkatnya kebutuhan dasar penduduk seperti tempat tinggal, akses jalan, Â tempat kerja dan rekseasi dan lain sebagainya, sehingga lahan alami di perkotaan akan tergantikan oleh padatnya gedung-gedung.
Terjadinya fenomena urban heat island tersebut ditandai dengan meningkatnya suhu di perkotaan dibandingkan dengan sebelumnya dan suhu di pusat kota akan menjadi lebih tinggi dengan daerah di sekitarnya. Adapun beberapa kota yang telah menjalankan kajian terkait urban heat island contohnya adalah Bangkok (Thailand), Singapura (Singapura), Tokyo (Jepang), New York (USA), Kuala Lumpur (Malaysia), Nanjing (China) dan Jakarta (Indonesia) dengan hasil kajian menunjukkan bahwa telah terjadi urban heat island pada keenam kota besar tersebut (Maru 2015).
Adapaun langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak dari fenomena urban heat island bisa dilakukan dengan melakukan beberapa kegiatan berikut:
Pertama, menanam pohon. Pohon selain bisa memberikan naungan juga bisa menyejukkan udara melakuka transpirasi. Sebuah bangunan yang dinaungi oleh pepohonan akan lebih sejuk dibandingkan dengan bangunan yang tidak dinaungi oleh pepohonan. Kedua, menghijaukan atap dan dinding bangunan, kegiatan ini dilakukan untuk mereduksi efek dari fenomena urban heat island, atap bangunan yang hijau selain bisa melindungi bangunan dari panas, juga bisa menyejukkan udara melalui evapotranspirasi, contoh negara yang sudah mengaplikasikan ini adalah Singapura.Â
Singapura memiliki beberapa bangunan hijau yang megah. Ketiga, pengecetan atap dengan warna putih. Pengecetan atap dengan warna putih dilakukan untuk meningkatkan reflektifitas bangunan sehingga bangunan bisa mereduksi panas, dibandingkan warna putih, pemilihan warna gelap akan lebih meyerap labih banyak panas, sehingg suhu bangunan akan menjadi panas.Â
Keempat, jalanan dan trotoal dibuat lebih sejuk dengan cara menanam pohon-pohon yang bisa menyerap polusi di sekitara trotoal dan jalan menuju taman kota. Kelima, pembuatan Air mancur di perkotaan. Kanal dan kolam air memiliki efek terbatas, tetapi air yang bergerak bisa mencipatkan semprotan dan memiliki daya penginginan yang lebih besar. Itulah sebabnya beberapa bentuk bangunan tradisional menempatkan air mancur di tengah halaman rumah, rumah sehingga menjadi teduh. Kemudian yang terkahir adalah menggunakan Air Conditioner (AC) dengan bijak, apabila tidak terlalu panas atau dibutuhkan, sebaiknya AC tidak perlu dinyalakan.Â
Selain itu kita juga bisa AC yang ramah lingkungan. Apabila semua kegiatan bisa dilakukan secara serempak oleh masyarakat perkotaan, selain dapat menghemat penggunaan energi serta mengurangi kadar gas-gas yang menyebabkan efek rumah kaca juga bisa mengurangi dampak dari Urban Heat Island.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H