Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mendung di Atas Rumah Sang Jenderal

4 Oktober 2022   20:09 Diperbarui: 4 Oktober 2022   20:11 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : http://plumislandoutdoors.org/

"Bangsat juga anak itu, berani-beraninya ingin mengusik ketenteraman posisi yang sudah nyaman,"gerutunya. Air di kolam tampak biru berkilau disinari lampu taman. Meskipun bulan tampak  murung tetapi cukup menandakan bahwa kehidupan malam sangat lengkap. Ada gemintang satu dua yang tertutup mendung, bulan pun murung karena tidak bisa sempurna menyemburatkan sinarnya.  

Hegemoni yang sudah digenggamnya akan menjadi lebih sempurna andaikan saja pucuk pimpinan polisi negara ini sudah ada ditangannya. Superioritas di segala hal sangat nikmat, mengalahkan bercinta dengan medsos terkenal. Hegemoni yang luas bisa mengalahkan kenikmatan makan di restoran termewah di muka bumi.

Dan istrinya yang sedang menangis, sebenarnya tahu persis apa yang sedang terjadi. Karena sejak lulus Akpol dan menjadi Kapolsek di luar Jawa isrinya sangat banyak membantu dalam menemukan celah untuk  selalu terlibat dalam operasi-operasi yang urgen. Karena dirinya tahu betul istrinya anak saudagar kaya raya yang mempunyai banyak sekali koneksi di tingakat lokal maupun internasional.

Dalam hati sang Jenderal  membenarkan firman Tuhan, manusia diciptakan sudah berpasang-pasangan sebagaimana Adam dan hawa.   Bahkan dalam segala hal istrinya lebih cakatan untuk mencari celah karier dirinya. Dari yang hanya menjadi satuan-satuan pencari kriminal kambuhan, bromocorah, residivis, hingga bandit-bandit kasar.karena koneksi istrinya mulailah dirinya menangani kasus-kasus korupsi hingga perjudian yang beromset trilyunan.

Senyum sang Jenderal semakin mengembang karena satu langkah lagi yang diperlukan untuk membuat langkah yang mematikan terjadi dan selanjutnya semua akan selesai. Namun senyum yang sangat lebar itu sedikit-demi sedikit mengatup di bibir yang tidak sempat lagi menghisap cerutu yang sekarang benar-benar menjadi padam. Sepucuk surat yang baru saja diterima dari pimpinannya telah membuyarkan semuanya. Rupa-rupanya peristiwa hilangnya nyawa ajudan di rumahnya, telah terpantau.  Kepalan tinju tangannya dihantamkan di jendela. Semuanya hancur. Rangakian indah di genggamannya ikut gelap, segelap malam tanpa bulan yang tertutup rapat mendung di angkasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun