Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Serius(kah) Peringatan Soal Blokir PSE Kominfo?

21 Juli 2022   07:26 Diperbarui: 21 Juli 2022   07:41 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana pemerintah Indonesia melalui menteri Kominfo untuk memblokir aplikasi yang tidak mendaftar  hingga tanggal 20 Juli 2022 pada Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Kewajiban pendaftaran bagi PSE swasta lokal dan asing ini berlandaskan pada Peraturan Menkominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permenkominfo 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik lingkup privat (penyelenggaranya adalah perorangan).

Tak urung pengumuman tersebut mendapat beragam tanggapan dari penggunanya,dan tentu saja lebih banyak yang tidak setuju jika pemerintah betul-betul menerapkan pengumuman tersebut. Facebook, Geogle, WhatsApp hingga Instagram sampai sore 19 Juli 2022 belum tampak mendafftar di Menkoinfo.

Apakah Menkoinfo jadi memblokir penyedia aplikasi yang benar-benar tidak mendaftar? Menurut Johnny G. Plate pemerintah hanya akan memberikan sanksi administrasi. Setelah semua persyaratan administrasi terpenuhi tentunya pemeritah tidak ada alasan lagi untuk memblokir penyedia aplikasi tersebut.

Indonesia adalah termasuk 10 negara terbesar di dunia yang menggunakan jasa internet. Negara yang sering menggunakan internet tersebut adalah China, India, Amerika Serikat, Indonesia, Jepang, Rusia, Pakistan, Bangladesh, Nigeria, dan Brasil. Google, Facebook, dan aplikasi lainnya tentunya tidak ingin kehilangan pasar pengguna internet yang besar tersebut.

Nilai tawar tinggi  yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia semestinya bisa digunakan sebaik-baiknya untuk mendapatkan kemanfaatan dari sisi ekonomi maupun pertahanan negara.   Ketergantungan pada internet di abad ini hampir menyerupai anak dengan ibunya, sangat memerlukan kehangatan dan kasih sayangnya.

Dan kadang-kadang si anak pun mulai nakal dan berulah tidak menuruti nasihat orang tua, karena sudah merasa dewasa dan dibutuhkan kehadirannya oleh orang tua. Demikian juga google dan aplikasi lainnya mulai berulah dengan memberikan syarat bahkan sedikit membandel. Maka pemerintah harus menunjukkan kedewasaannya. Karena bagimanapun juga mereka masih membutuhkan pangsa besar yang juga berarti cuan.

Literasi News pada bulan Februari 2022 menuliskan ada 21 juta pengguna internet di Indonesia yang artinya google sebagi mesin pencari bowser ketika melakukan perambanan berita, informasi, atau lainnya pastilah tidak ingin kehilangan pangsa basar yang luar biasa besar tersebut. Demikian juga dengan facebook, telegram, whatsapp, dan teman-temannya tidak menafikkan pengguna potensial itu. Kecuali ada pandangan lain maka bisa saja mereka mengacuhkannya.

Mungkin orang akan berpikir aneh jika saja di zaman yang sudah sedimikian pesat teknologi informatika yang menggunakan internet baik untuk privat maupun negara harus bercerai dengannya. Mungkin bisa saja tetapi akan berapa orang yang tidak terkoneksi lagi dengan teman sejawat, anak saudara, rekanan bisnis dan kembali menggunakan kabel sebagai sarana hubungan. Misalnya saat itu kita akrab dengan telepon kabel,  karena tidak ada internet maka Hand Phone  itu saja sudah baik. Itu hanya andaikan.

Alternatif selain google sebagi mesin perambanan masih banyak sayangnya kurang familiar. Semisal saja yahoo yang dulu pernah berjaya, bing,  baidu, dan lain lain. Karena kebiasaan kita saja yang sering menggunakan satu aplikasi, mungkin juga termasuk saya yang hanya pengguna tidak ingin repot-repot.

Di satu sisi google sudah menang satu langkah, dan mau tidak mau orang Indonesia harus mengakuinya yaitu data pribadi sudah ada padanya. Untuk apa data orang Indonesia? Hanya mereka yang berkepentingan saja tahu persisnya. Sehingga pemerintah Indonesia mungkin juga sebagai salah satu penggunanya akan berpikir ulang untuk terburu-buru menghentikan peredaran goggle dan teman-teman aplikasinya itu.

Mungkin juga para pemilik aplikasi sosmed yang belum mendaftar hingga tangal 20 Juli sudah menang banyak. Jika saja mereka menghentikan operasionalnya di Indonesia mereka beranggapan akan terjadi gonjang-gonjing karena sudah sedemikian besar orang yang tergantung dengan mereka dari hanya sekadar unjuk diri hingga mencari penghidupan.  

Akhirnya, saya pun hanya meyangka yang namanya ancaman itu bisa dilakukan tetapi bisa sekali tidak. andaikan lagi, ada dua anak kecil yang berantem masing masing akan memanggil orang tuanya maka kebiasaan yang terjadi adalah mereka hanya akan menunjukkan siapa bapaknya yang lebih garang, lebih kuasa, lebih kaya, lebih banyak hubungannya. setelah itu paginyaa kalua bertemu bermain maka akan baikan lagi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun