"Benar itu Met, kalau hanya sekadar omongan anak TK bisa ngomong kayak mantri itu, bahkan lucu Kan anak TK masih cedal." Kata Wagino membeo kata Slamet.
Setelah sampai di tempat Yu Mirah tempat penjual  kopi tempat biasa nongkrong perbincangan itu malah lebih seru. Karena di situ sudah berkerumun gang ngopinya.
"Dapat bantuan berapa Met, bisa nraktir kita-kita ngopi. Sekalian makan siangnya mesti ini hahaha... ." Kata Dul Kamat dengan  tawa latahnya menggema.
"Udelmu Bodong, Dul. Dapat angin." Jawab Slamet sekenanya smbil memesan segelas kopi. Â
"Saya pikir dapat bantuan  untuk  orang yang yang punya sapi, lumayan  kan misalnya dapat bantuan 100 ribu untuk sebulan selama ada penyakit sapi.  Lumayan kan Met."
"Pikiranmu bantuan terus. Banjir minta bantuan, Covid minta bantuan, masa anak sekolah minta bantuan, ada yang mendirikan tower minta bantuan. Ini sapi lagi ada wabah disuruh minta bantuan." Sindir Slamet.
"Kalau dapat bantuan tetap kamu ambil to Met?"
"Aku masih waras Dul, ya dakambil."
"Jadi usulanku itu masuk akal gak Met?"Ejek Dul Kamat dan Slamet pun  diam. Pandangan Slamet dialihkan ke arah seberang warung yang berupa hamparan sawah. Dan sayup gunung Muria tampak menjulang. Â
"Meskipun tadi saya tidak ikut kumpul-kumpul karena males dengan retorika dari penyuluh yang hanya akan mengatakan sebaiknya kita, kemudian seharusnya kita, selanjutnya pengalaman-pengalamannya selama menjadi penyuluh. Padahal tahu sendiri kan kamu Met teori di buku sama di lapangan jelas Beda. Bahkan tentang apa katanya, Virus sapi ya?" Dul Kamat memandang ke Wagino dan  Slamet.
Meskipun Slamet seorang yang temperamental tetapi  kalau sudah omongan sama Dul Kamat seorang belantik  sapi maka di warung itu akan diam dan manggut-manggut.Â