Hari hari belakangan ini setiap kali saya melewati Jalan Sleko Pati tepatnya di depan kios Koran ada yang agak ganjil.  Dahulunya tempat itu sering saya jadikan nongkrong di saat  kerjaan kantor sepi.Â
Namun sejak pandemi kios itu jarang sekali saya kunjungi bahkan bisa dikatakan tidak pernah lagi. Dan ketika pandemi sudah mulai reda keinginan untuk bertandang pun ada maka saya sambangi juga kios itu.Â
Dan ketika sampai, tempat itu sekarang betul-betul sunyi karena tutup.  Hanya meninggalkan nama plang toko loper Koran  yang tertempel di atas pintu.Mungkin kebetulan juga saya bertemu dengan pemilik kios Koran itu, dia terlihat menggunakan rompi dan peluit ciri khas tukang parkir. |
"lho mas sudah ganti profesi ya?" kata saya yang sudah terbiasa bercanda dengannya
"Jangan ngejek dong mas," katanya sambil nyengir.
"Gak gitu, kiosnya korannya kenapa tutup?"
"Mase ini pura-pura tidak tahu atau memang tidak tahu."
"Anggap saja saya tidak tahu gitu Mas koran"
"Ya gitulah, semua ini gara-gara HP internet itu. orang-orang tidak lagi mau berlangganan Koran, apalagi membaca Koran."
Lama juga saya berbincang-bincang dengan pemilik kios koran yang sekarang telah beralih profesi menjadi tukang parkir. Kalau dipikir-pikir sudah lama juga saya tidak berlangganan koran, bahkan sekadar mebaca Koran pun jarang, namun mungkin demi nostalgia saya bertandang ke tempat itu.
Seharusnya dengan penutupan kios koran yang berarti juga menurunnya oplah penerbit dan  berita akan menjadi sulit di cari dan imbas lainnya dari adanya berita lewat media adalah matinya usaha loper Koran.Â
Namun kebalikannya adalah semakin sulitnya membendung arus informasi yang datang dari berbagai penjuru laman web, spam-spam yang aneh, aneka aplikasi berita, bahkan blog-blog individu yang setiap menit bermunculan.
Dari sinilah peran lembaga pers sangat dibutuhkan untuk memilih dan memilih berita apa saja yang patut dikonsumsi oleh publik sesuai dengan UU No 40 tahun 1999 antara lain fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi hiburan, fungsi informasi, dan kontrol sosial.
Tantangan  Pers dalam Euforia Kebebasan Berkarya
Kebebasan yang luar biasa dalam berkreasi di dunia jurnalis, sinema, maupun karya yang dipublikasikan dam bentuk digital lainnya mempunyai dampak informasi yang sangat terbuka bebas.Â
Pengontrolan yang semu akhirnya berakibat kegamangan orang tentang keotentikannya. Orang yang  malas mencari sumber berita hanya akan menerima apa adanya.
Pemilik modal besarlah yang bisa mempermainkan berita dengan berbagai kepentingan. Misalnya saja dalam kasus di desa Wadas, Purworeja, Jateng simpang siur berita di luar pers resmi. Berbagai jurnalis cetak, audio, video saling berlomba mencuatkan berita yang paling ekstrim. Semakin ramai akibat yang ditimbulkan ketika orang menerima inforamsi maka akan semakin banyak yang memjadikan rujukan.
Dan peran dewan pers yang bersifat prefentif tidak kelihatan, bahkan terlihat seperti penonton. Karena untuk mengontrol informasi yang berterbaran bagai meteor jatuh hanya mengandalkan radar usang tidaklah mungkin menangkapnya bahkan mendeteksinya saja seolah kewalahan.
Tantangan yang sangat berat dan dirasa compang-compang itu akibatnya sangat jelas tidaklah mungkin mengangkat ekonomi seperti penjaga kios Koran yang sudah ditinggalkan pelanggannya yang sudah menginginkan berita yang serba cepat. Karena jikalau menunggu berita semisal hiruk pikuknya desa Wadas harus menunggu besok pagi. Padahal besok pagi ceritanya pun sudah berbeda lagi. Â Â
Meskipun terlihat kejam harus begitu mungkin perputaran nasib. Dahulu hanya dengan menjadi peloper Koran atau mempunyai kios Koran dan majalah cukup menghidupi keluarga, namun sekarang sudah sangat jarang kios Koran dan majalah dan orang pun seolah enggan mendengar radio dan menonton televisi.Â
Semua digantikan oleh internet. Â Mungkin hanya orang-orang kreatif yang bisa mengikuti perkembangan dunia pers, sebagaiamana Ghozali atau Atta Halilintar yang bisa bersanding dengan pemilik modal besar di dunia pers. Â
Pers yang Mencerdaskan
Slogan pers yang mencerdesakan seolah menjadi adagium usang yang sangat sulit untuk dicerna jika dikaitkan dengan membanjirnya informasi di dunia maya. Â
Setiap orang bebas berbicara di kanal-kanal berita pribadi, di berbagai aplikasi medsos, mencetak buku dengan dana pribadi maupun sokongan yang semuanya kadang-kadang dewan pers bagai orang yang kebakaran jenggot ketika informasi yang diterima oleh publik itu menjadikan suasana gaduh.
Tidak semua orang yang menggunakan media mempunyai niat lurus. Dan tidak semua ide baik dan kemudian dituangkan dalam berbagai karaya akan dikenal oleh publik.Â
Peran dunia pers ke depan sangat berat. Namun tidak ada yang muskil ketika kepentingan yang baik itu lebih kuat daripada orang yang hanya mempunyai kepentingan buruk meskipun dikemas dalam bungkus yang baik.
Wassalam
Pati, 10 Pebruari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H