Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Yayasan di Persimpangan Jalan untuk Mengikuti PPPK

3 Februari 2022   07:28 Diperbarui: 3 Februari 2022   09:43 1427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cerme, Gresik, Selasa (4/1/2022).(KOMPAS.COM/HAMZAH ARFAH)

Usai sudah prosesi penerimaan tenaga pendidikan dan non pendidikan melalui jalur seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2021. Selanjutnya tinggal penyusunan berkas oleh peserta yang dinyatakan diterima dan pemberian Nomor Induk Pegawai (NIP) oleh pemerintah di tahun 2022 ini. Ada peserta yang suka di dalamnya dan banyak juga yang mengelus dada.

Kegembiraan para guru honorer ataupun non guru yang diterima dapat saya rasakan juga dengan diterimanya bingkisan nasi kotak dengan lauk gulai kambing lengkap. 

Suatu pernyataan sederhana dari kegembiraan yang membuncah. Kegembiraan harus dirasakan juga oleh orang lain begitu kira-kira dalam benak tetangga saya itu.

Namun bagaimana dengan orang-orang yang tidak diterima dalam tes tersebut apakah lantas bersedih? 

Sebagai manusia normal pasti saja sedih, tetapi dengan lamanya menerima nasib menjadi tenaga honorer sekian puluh tahun sikap baja lebih dikedapankan. 

Kalau menjadi pegawai PPPK gaji yang diterima setara dengan golongan 3A yaitu 2,7 juta yang lulusan S1 mungkin tidak jauh saat menjadi tenaga honorer di negeri yang menerima gaji 500-700 ribu, tidak jauh beda ya kan hanya 2 juta saja. (hehehehehe...)

Pilihan para guru honorer untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah yang paling realistis setelah tes menjadi ASN tidak lolos. 

Menjadi tenaga PPPK jika dilihat sepintas akan sama dengan ASN dalam hal penggajian hanya yang membedakan adalah adanya peninjauan kembali secara berkala bagi PPPK dan tiada dana pensiun, namun hal ini tiada mengecilkan peminat dari tenaga pendidikan atupun non pendidikan baik honorer di instansi negeri maupun instansi swasta.

Beda Perlakuan Honorer dari Negeri dan Swasta

Keseriusan pemerintah untuk mengangkat tenaga pendidikan maupun non pendidikan ke derajat pendapatan yang lebih tinggi masih saja dibenturkan dengan paradigma honorer dari instansi negeri atau instansi swasta. 

Memenangkan salah satu institusi dari negeri adalah kewajaran, namun akan menjadi stigma abadi jika pegawai dari swasta hanya akan selalu tetap berada dalam golongan kelas dua, bahkan kelas tiga. Jika pengelompokan kelas itu dapat dibuat kamar maka akan sangat terlihat nyata.

Formasi yang ada untuk P3K hanya ada di instansi pemerintah. Jikalau saya menyebut apakah instansi di swasta tidak termasuk dari negeri, ini akan terlihat sangat naf. Karena memang dikotomi untuk pegawai ASN adalah aparatur sipil yang berada di negeri. Sehingga sudah jelas jika yang bukan di instansi negeri bukan aparatur, dan segala urusan akan deberikan mandate sepenuhnya di instansi swasta itu sendiri yang bernaung dalam satu yayasan.

Jikalau instansi sekolah swasta milik perorangan atau yayasan "kaya", tidak menjadi masalah untuk guru atau tenaga kerja lainnya untuk diangkat atau tidak diangkat menjadi PPPK. Para tenaga honorer yang bernaung di dalamnya akan merasa nyaman dengan eksistensinya, karena secara finansial sudah cukup. Tetapi akan menjadi masalah besar adalah tenaga honorer yang berada pada suatu yayasan atau milik perorangan yang bisa dikategorikan kurang, maka keberadaan PPPK sangat diharapkan.

Masalah lain pun akan timbul manakala kebijakan sekolah swasta yang bernaung di suatu yayasan tidak mengizinkan para gurunya atau tenaga non gurunya untuk mengikuti seleksi ASN, atau jika tetap mengikuti seleksi ASN, maka harus resign atau diberhentikan. 

Tentunya pilihan tersebut menjadi dilema sendiri bagi guru yang sudah berusia di atas 45 tahun. Namun tidak menjadi masalah bagi guru atau tenaga pendidikan yang yang masih muda kurang dari 35 tahun tentunya mereka akan memilih resign.

Tentunya permasalahan lebih kompleks tetap ada pada guru swasta. Satu sisi para honorer swasta mengikuti tes kemungkinan untuk diterima lebih kecil karena Dapodik pilihan ada instansi negeri, padahal untuk guru negeri sudah mempunyai formasi honorer yang keberadaannya lebih diakui.

Kebijakan Panyamaan Kesempatan

Desas-desus jikalau pengangkatan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru swasta akan sederajat dengan honorer negeri sudah lama dihembuskan. Hanya saja pemilik kebijakan masih ragu-ragu terutama untuk pengangkatan PPPK dari unsur swasta. Karena kriteria-kriteria sekolah swasta itu pun juga berbeda-beda, ada sekolah swasta yang mempunyai siswa lebih dari seribu kurang dari lima ratus atau bahkan sekolah dari jenjang kelas SMA misalnya kurang dari seratus.

Kegamangan pemerintah rasanya juga dipahami, jikalau pengangkatan PPPK dari unsur swasta kemudian dikembalikan lagi ke sekolah asal ada baiknya juga ada kekurangannya. 

Sisi baiknya eksistensi guru di swasta tidak berkurang namun jikalau seiring perkembangan waktu sekolah tersebut mengalami kemunduran atau bahkan gulung tikar, tinggal guru atau tenaga nonguru itu ditarik ke pemerintah dipekerjakan sebagai tenaga pembantu di negeri.

Tentunya pola pikir yang saya sampaikan berantonim dengan tenaga DPK (dipekerjakan). Dahulu yang pernah lazim dipakai ketika pemerintah kelebihan tenaga guru di lingkup negeri kemudian dilimpahkan ke swasta yang suatu saat bisa ditarik kembali. 

Mungkin kedengarannya lucu, mosok pemerintah menarik pekerja dari swasta. Namun pemikiran sederhana saja, guru PPPK yang diangkat dari kalangan swasta yang sudah memenuhi kriteria, baik unsur usia, lama bekerja, kemudian keberadaan sekolah yang sudah kolaps saja yang bisa ditarik.

Wasssalam
Pati, 3 Februari 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun