Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Artidjo Alkostar Sang Pendekar Kehakiman yang Selalu Hidup

3 Maret 2021   14:04 Diperbarui: 3 Maret 2021   14:24 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : aa.com.tr

Setelah segala liku-liku  untuk meperkaya diri dan kolega berhasil namun tiba-tiba harus berurusan dengan kepolisian dan kejaksaan pintu terakhir adalah hakim. 

Jika hakim sudah di tangan maka apa orang mau berkata itulah kenyataan. Hukum hanyalah milik orang yang mempunyai pengaruh dan modal besar.  

Bukannya lembaga ekskutif tidak tahu masalah ini, karena segala mekanisme pangangkatan hakim bukan wewenang mutlak lembaga ekskutif namun juga harus melibatkan lembaga yudikatif.

Dengan harapan ketika seorang hakim dipilih dengan proses yang njlimet dan bahkan terkesan berbelit-belit akan didapatkan seorang atau beberapa hakim yang berkualitas. Boleh saja harapan itu diletakkan di atas kepala tinggi-tinggi namun publik pun pasti tidak akan lupa dengan kasus Akil Muchtar, seorang yang mempunyai keilmuan hukum yang sangat tinggi namun harus terjerembab karena kasus.

Boleh Menangisi "Kepergian"   Artidjo Alkostar Tetapi Jangan Meratapi
Orang baik selalu akan dikenang, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan  belang, manusia mati meninggalkan nama. Dari manusia ada hingga kini hanya orang yang baik-baik yang akan selalu dikenang seolah-olah dirinya selalu hidup. Bukan usia panjang yang membuat orang itu akan selalu dikenang atau hanya karena usia pendek orang itu akan mudah dilupakan.

Bagaimana Jenderal Soedirman yang meninggal ketika masih berusia 34 tahun atau Cahairil Anwar yang berusia 26  tahun sangat muda untuk seorang yang pada masanya sangat berdedikasi pada bidangnya. Satu orang dalam kemiliteran, satu lagi dalam bidang sastra terutama puisi. Meskipun dalam dua sisi kehidupan yang berbeda namun berkat karya nyata yang dihasilkan masyarakat Indonesia seolah selalu diingatkan kalau memang demikian harusnya dalam bekerja.

Demikian juga  Artidjo Alkostar dalam opini saya, beliau hanya bekerja sebaik-baiknya dengan mengesampingkan hasil materi dari perbuatannya. Apa yang Tuhan berikan sudah lebih cukup dari seorang penegak hukum. Dengan kekayaan sekitar 200 juta yang dtinggalkannya kita semua pasti seolah tidak yakin dengan hitungan itu. tetapi demikian nyatanya, hanya kelak tinta emas akan selalu dituliskan dalam lembar bangsa ini, masih ada hakim yang baik di bumi pertiwi. Sehingga mungkin pas kata Chairil Anwar disematkan untuk Artidjo Alkautsar itu,

...
Tak Perlu sedu sedan itu
...
Aku mau hidup seribu tahun lagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun