Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksinasi Covid-19 untuk Orang yang Optimis, Bukan yang Apatis

18 Januari 2021   09:43 Diperbarui: 18 Januari 2021   09:51 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Wien Kusharyoto Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI menyatakan, jika vaksin corona perlu disuntikan dua kali. Suntikan pertama dilakukan untuk memicu proses kekebalan awal. Suntikan kedua diberikan untuk menguatkan respon yang sudah dibentuk. Dan pemberian vaksin dua kali ini sama saja dengan yang pernah kita terima misalnya vaksin cacar air, hepatitis A, dan herpes zoster (cacar ular) (CNN,Indonesia 11/12/2021).

Adapun vaksin Covid-19 yang disuntikkan pada Jokowi adalah produksi Sinovac. Dan kemungkinan besar juga dipergunakan untuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Vaksinasi yang sudah dimulai tanggal 13 Januari 2021 lalu selanjutnya akan membutuhkan proses yang panjang lebih dari satu tahun. Dengan selesainya vaksinasi tahun depan tersebut diharapkan herd community  atau kekebalan masyarakat secara bersama-sama dari suatu virus dapat tercapai.

Namun masih sangat disayangkan ada sebagian kelompok yang menanggapi berbeda bahkan cenderung menolak untuk divaksinasi. Alasan pun digunakan dari jenis vaksin yang dipakai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Takut jika di dalam vaksin itu ada jenis varian virus baru yang lebih mematikan, dan masih banyak lagi alasan-alasan yang dapat ditemui di berbagai jejaring sosial.

Ketika Presiden sudah divaksinasi kemudian diikuti oleh para Nakes dan pejabat lainnya nalar yang sahih barang tentu sudah ada di kepala bagian depan. Artinya keinginan Negara untuk segera menyelesaikan masalah pandemi Covid-19 ini adalah sungguh-sungguh. Jika pun ada sebagian orang yang tidak ingin divaksinasi Covid-19 memang tidak menyadari sebagai satu bangsa yang merasa jika wabah ini sudah sangat mengancam sendi ekonomi dan telah memakan korban nyawa lebih dari 25.484 orang hingga hari ini 17 Januari 2021.

Lonjakan perhari untuk orang yang mengalami positif corona lebih dari 12.818 perhari. Akumulasi angka untuk orang yang terkena covid seluruh Indonsesia sangat tinggi. Dan ketika obat yang sudah di depan mata akan menjadi sia-sia manakala menunggu orang menunggu untuk divaksinasi gaya hidup seolah-olah tidak ada perbedaan sama sekali ketika belum ada pandemi.

Kebosanan adalah kata yang sering diucapkan oleh masyarakat Indonesia mungkin juga termasuk saya. Hanya saja ketika menyikapi dan memperlakukan himbauan untuk selalu taat pada protokol kesehatan itu yang berbeda. Perbedaan sikap itu timbul juga mungkin karena perlakuan dari tim Gugus Tugas Pengendalian Covid-19 tidak bisa menyentuh cakupan penduduk Indonesia yang sangat luas. hingga ke sudut-sudut desa di Indonesia.

Sebagai ratio saja satu desa yang berjumlah 5.000 orang, tim Gugus Covid yang terdiri dari Polisi Polsek, Tentara Koramil, Perangkata Desa, dan Pegawai Kecamatan kalau dijumlahkan tidak akan mencukupi untuk selalu berputar satu desa memberikan pengawasan Prokes secara maksimal. Bahkan bisa dikatakan Polisi Polsek yang bertugas dalam satu kecamatan yang berjumlah kurang dari 20 orang akan mengawasi secara penuh satu kecamatan yang terdiri di atas 20 desa yang berarti ada 100.000.

Meskipun secara hitung-hitungan  belum tentu satu kecamatan berjumlah sebanyak itu, namun yang pasti adalah kelonggaran untuk patuh pada prokes sudah pada taraf yang tinggi hal itu terbukti dengan lonjakan orang yang bergejala positif Covid sudah lebih dari 12 ribu orang perhari. Dan andaipun vaksinasi dilaksanakan dalam upaya menciptakan Herd Immunity orang-orang yang berkecenderungan untuk tidak taat akan selalu ada. Dengan angka 70% orang secara nasional sebenarnya tidak begitu risau tujuan  itu tidak tercapai, bahkan harus dianggap sebagai sarana mudah untuk memilah mana yang mau dan tidak.

Misalnya saja dalam satu desa yang berjumlah 5000 orang maka akan dikatakan berhasil jika 3500 sudah bisa divaksinasi. Dan jika dalam satu kecamatan ada 20 desa maka akan ada 70.000 orang yang bersedia untuk divaksin dari 100.000 orang. Jikalau menghitung dari skala nasional artinya harus ada 187.390.000 orang yang divaksinasi. Sementara itu syarat untuk yang divaksinasi antara lain tidak boleh orang  yang pernah terinveksi, kemudian tidak untuk orang yang mempunyai penyakit-penyakit jantung, ginjal, saluran pencernaan kronis dll.

Dari situs Covid19.go.id disebutkan hingga hari ini orang yang terkontaminasi Covid-19 sudah mencapai 907.929 orang dan yang sembuh 736.460. Bisa dipastikan orang yang sudah sembuh tidak akan mendapat vaksin lagi. Kemudian orang-orang yang masih apatis, apriori, atau bahkan menentang dengan vaksinasi jikalau masih dalam jumlah yang 30% atau dalam hitungan 80.310.00 saya anggap memang lebih baik berterus terang agar belanja Negara tidak begitu percuma.

Karena di sana masih ada 187.390.000 orang yang antrian untuk mendapatkan vaksinasi covid-19. Sementara ketakutan sebagian orang yang seharusnya memang bagian dari  golongan yang bisa tertular namun tidak mau untuk masuk dalam vaksinasi adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai sebagai bangsa yang berdaulat. Ini pendapat saya lho... karena untuk menjadi bagian bangsa yang berdaulat bukan hanya ditunjukkan karena alasan mau atau tidak divaksinasi. begitu ya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun