Bahaya laten dari Organisasi Massa yang telah dibubarkan akan sama bahayanya ketika Ormas tersebut masih berdiri. Bahkan keberadaannya yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi tersebut bisa saja menyimpan rencana yang lebih merusak. Hal sederhana saja, Ormas atau Parpol yang dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang gagasan dan pergerakannya tidak pernah berhenti. Bahkan cenderung bisa masuk ke seluruh lini Ormas, Parpol, Instansi swasta, ataupun pemerintah.
Ketegasan Pemerintah Jokowi dengan membubarkan FPI tentunya telah melalui proses tealaahan yang panjang. Mengumpulkan banyak fakta dan data yang menunjukkan perilaku intoleransi dari Ormas ini dari waktu ke waktu. Dari masa Gusdur, Megawati, SBY, hingga masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dari berdirinya hingga dibubarkan 30 Desember 2020  tentunya Ormas tersebut sudah bermetamorfosa dari hanya sekadar PAM Swakarsa menjadi suatu Ormas yang mempunyai basis massa sangat besar dan fanatik dan memiliki sumber dana yang melimpah berasal dari para anggota yang tersebar di segala sendi instansi di berbagai Kota di Indonesia. Sehingga bisa diindikasikan jika Ormas ini sudah tumbuh besar, mungkin termasuk tiga besar  Ormas islam di Indonesia. Setelah NU dan Muhammadiyah.
Jikalau tumbuh besarnya Ormas diikuti dengan kesanggupan memajukan Indonesia sebagaimana Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama maka sokongan akan semakin deras. Tetapi yang terjadi adalah mereka menjadikan Ormasnya sangat Eksklusif bahkan cenderung untuk mengubah halauan Negara yang sudah menjadi kesepakatan  para pendiri bangsa. Ciri dasarnya mudah saja,  sejak Juni 2019 Ormas FPI enggan untuk menyatakan Pancasila sebagai asas dalam AD/ARTnya.
Pembubaran FPI bukan berarti telah selesai ceritanya. Namun akan ada lagi episode- episode selanjutnya yang cenderung menguras emosi masyarakat. Dan adegan itu pun dimulai dengan mengubah kata dalam singkatannya FPI, Front Persatuan Islam. Mengubah kata Pembela menjadi Persatuan akan mempunyai banyak makna. FPI yang awalnya ingin memperjuangkan kemudian berubah menyatukan.
Imej yang tetap dipertahankan para pengurusnya tentunya adalah pada akronim kata FPI, bukan pada makna kata perkata. Sehingga bisa saja dengan adanya imej yang tetap itu massa yang sudah terbangun puluhan tahun tetap pada perjuangannya. Meskipun baju berubah namun badan dan cara berpikirnya akan tetap sama. Namun dengan perubahan nama yang tidak mendaftarkan sebagai Ormas akan dapat diterima oleh pemerintah?
Tentunya pemerintah tidak akan mudah dikelabui sebagaimana anak kecil yang baru kenal benda. Tuntutan tetap akan sama harus mendapat SKT (Surat Keterangan Terdaftar) dari pemerintah. Tentunya tidak mudah bagi FPI bentukan baru itu akan mendaftarkan organisasi hasil reinkarnasinya. Namun demi kebutuhan organisasi yang sudah terlanjur eksis maju lebur mundur bukan pilihan, semuanya merupakan pilihan sulit, pilihan harus dipilih.
Selain melakukan perubahan nama hal sekarang yang masif dilakukan pengurusnya adalah memberikan statetemen kepada publik bahwa FPI adalah suatu ormas yang sedang didzalimi oleh peguasa. Dan pasti saja pembangunan opini ini dilakukan oleh para pengurusnya dan para simpatisan sebut Saja Amin Rais, Fadli Zon, Mardani Ali Sera, hingga Hidayat Nur Wahid yang sudah terbiasa beroposisi dengan pemerintah. Dari sini saja sudah terlihat jelas jikalau FPI memang ada karena ada tujuan-tujuan dari mereka baik secara politik maupun tujuan idiologi.
Ketegasan pemerintah dengan SKB enam pejabat, Â menteri dan lembaga tinggi Negara yang tegas menyatakan Ormas itu terlarang keberadaannya di Indonesia selanjutnya diikuti oleh tindakan Kapolri dengan mengeluarkan maklumat bernomor Mak/1/2021 yang berisi antara lain: agar masyarakat tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI; masyarakat segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol, dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum; kemudian, mengedepankan Satpol PP dengan didukung sepenuhnya oleh TNI dan Polri untuk melakukan penertiban di lokasi-lokasi yang terpasang spanduk/banner, atribut, pamflet, dan hal lainnya terkait FPI.
Hanya saja tindakan itu akan lebih mudah diterima oleh publik yang memang merasakan keberadaannya terganggu oleh Ormas tersebut. Namun untuk para simpatisannya akan sangat sulit diterima, andaikan saja memang mereka ingin berjuang amar ma'ruf nahi mungkar dengan lebih baik dan benar bisa saja masuk ke wadah yang lebih dahulu ada yaitu organisasi Muhammadiyah atau pun NU yang memang sudah teruji perjuangannya untuk bangsa dari zaman awal negara Indonesia berdiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H