Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benar(kah) Bobby dan Gibran Dinasti Politik Jokowi?

9 Desember 2020   20:54 Diperbarui: 9 Desember 2020   21:07 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : merdeka.com

Perhelatan Pilkada untuk memilih Kepala Daerah serentak tanggal 7 Desember 2020 telah dilaksanakan secara lancar. Dan mampu menepiskan anggapan dari berbagai kalangan yang skeptis jika Pilkada yang dilaksanakan di tengah pendemi Corona akan mendatangkan dampak yang buruk. 

Dan bisa saja dianggap benar pilkada akan menjadi klaster baru jika dua minggu berselang terjadi peningkatan jumlah orang yang terdampak. Namun bisa saja berlaku sebaliknya Pilkada telah sukses dan tidak ada pelonjakan orang yang terkena virus Corona.

Lebih dari 270 telah terisi di antaranya adalah kepala daerah baru maupun incumbent telah terpilih kembali. Namun dari sekian pemilihan kepala daerah yang dihelat itu seolah-olah hanya dua kepala daerah yang menjadi pusat perhatian. Walikota Medan dengan calon Bobby Nasution yang diusung oleh PDI Perjuangan. Dan Pilkada di kota Solo dengan calon Gibran Rakabumuing Raka.

Publik yang menyoroti pilkada di kota tersebut karena kebetulan yang maju menjadi calon adalah keluarga dari Joko Widodo presiden RI. Jikalau yang maju bukan dari keluarga Presiden mungkin sorotan berita tidak akan begitu terpusat di kedua kota tersebut. 

Masih ada daerah lainnya yang harusnya mempunyai interes berita yang dalam seperti Tangerang Selatan maupun Surabaya yang sama-sama mempunyai suksesi yang di dukung oleh calon sebelumnya. Bahkan Depok yang jadi penyangga Jakarta seolah-olah kalah pamor dengan Pemilihan Walikota Medan dan Solo.

Rupanya pengaruh trah Joko Widodo masih kuat dalam Pilkada di kedua kota  itu, buktinya dari hasil quick Qount lembaga survey independent untuk sementara menempatkan Gibran dengan perolehan suara di atas 85%. Kalau dilihat ke belakang pada tahun 2005 Jokowi yang berpasangan dengan F.X. Hadi Rudiyatmo hanya memperoleh suara 36,62 %. Kalau dilihat dari prosentasi memang kalah jauh dengan suara yang diperoleh Gibran pada tahun ini.

Pada saat itu dengan  kemenangan Jokowi, seolah oleh masyarakat Solo dan sekitar dibuat bertanya-tanya siapa Joko Widodo yang mampu mengalahkan orang-orang beken di solo termasuk Slamet Suryanto mantan Walikota solo. Namun dengan pembuktian kerja yang baik pada pemilihan berikutnya pelonjakkan prosentasi yang hampir dua kali lipat. Dengan sendirinya saat ini masyarakat Medan maupun Solo seperti dejavu dengan masa lalu Jokowi agar bisa membawa perubahan.

Sementara lembaga survey juga menempatkan Bobby Nasution sebagai pemenang dengan perolehan suara di atas 55 % ,mengalahkan  Akhyar Nasution dengan perolehan suarau di kisaran 44%. Keduanya sama-sama bermarga Nasution. Mungkin bisa dikatakan keduanya adalah sama-sama ingin menunjukkan siapa yang lebih Nation. Dan ternyata Publik medan lebih menyukai Bobby yang lebih Nation.

Terlepas dari  Jokowi yang sedang membangun dinasti politik ataupun pengaruh Jokowi yang sekarang lagi menjadi media daring. Kenyataannya Baik Bobby maupum Gibran mempunyai visi yang lebih mengena bagi para pemilihnya. 

Gibran dengan janjinya untuk  meningkatkan Solo lebih maju dengan teknologi infomasi yang tidak lupa dengan budayanya adalah wacana yang sangat menarik. Sementara Boby dengan slogan Berkahnya ingin mengajak siapa pun yang berada di Medan menikmati berkah yang ada di daerah tersebut.

Selanjutnya publik bahkan dunia akan menyoroti kiprah keluarga Jokowi dalam politik di Indonesia. Suatu pertaruhan yang tidak gampang mengingat dinasti-dinasti lain sudah lebih dulu mapan. Seperti trah Soekarno yang sudah malang melintang  sejak zaman kemerdekaan. Dinasti dari Susilo Bambang Yudhoyono yang memiliki parti Demokrat, adalah contoh nyata yang ada di depan mata. 

Namun uniknya Trah Jokowi tidak datang dari Parpol, hanya menggunakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai kendaraannya. Berbanding dengan Agus Harimurti Yudhoyono yang menjadi Ketua Partai Demokrat.  Dengan sendirinya untuk mencalonkan sebagai apa pun bisa.

Sebagaimana George W. Bush  yang menjadi presiden Amerika hasil dari pemilu demikian juga putranya. Pembuktian dari pilihan rakyat adalah fakta jika masyarakat modern Indonesia lebih menyukai hasil kerja yang bermanfaat daripada retorika. Orang yang mempunyai hak pilih datang ke pastilah sudah mempunyai tujuan. Bisa saja tujuan itu karena fanatisme atau karena logika.

Gibran sebagai orang Solo lebih diunggulkan karena fanatisme ini. Solo sebagai kandang Banteng moncong putih ini pastilah akan memilih kader-kadernya yang terbaik. Terlebih Jokowi sudah membuktikan diri bisa membuat Solo lebih terdepan pada masa baktinya. Romantisme itu seolah ingin diulang pada Gibran. 

Selain fanatik luar biasa yang dimiliki oleh para kader PDI-P, sebagai kota budaya  para warganya sangat senang dengan pendekatan berbudaya yang dilakukan oleh putra sulung presiden ini.

Namun bagi Bobby Nasution  harus lebih berupaya keras untuk memenangkan Pilkada di Medan ini. Hanya rasionalitas yang bisa megalahkan fanatis pemilih incumbent. Sebagai orang muda tentunya Bobby maupun Gibran masih mempunyai rencana jangka panjang sebagai dinasti baru dalam peta politik di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun