Keuntungan sebagai tuan rumah seharusnya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Shefield United F.C untuk meraup kemenangan. Terlebih kedudukannya yang tidak beranjak dari dasar klasmen liga Inggris. Hanya kemenangan yang membuat tim ini bisa bernafas agak panjang dalam arti bisa menapaki pertandingan demi pertandingan yang panjang dengan penuh semangat. Karena tidak mungkin mengundurkan diri di saat kompetensi tengah berlangsung hanya karena selalu kalah.
Sungguh menyakitkan ketika bertanding hanya selalu menjadi bulan-bulanan lawan seperti ketika Jamie Vardy menusuk dari arah kiri lapangan  Shefield United F.C kemudian menendang dengan bebasnya, namun sayang hanya membentur mistar. Selanjutnya, seperti tanpa ada ruh bermain para pemain S.U. hanya bermain. Mereka bermain di daerah permainan sendiri. Atau memang lawan yang dihadapinya sekarang juga tidak bisa dianggap enteng, Leicester City F.C..
Di bawah kepelatihan Brendan Rodgers, Leicester City F.C. seolah kembali ke masa ketika menjadi kampiun tahun 2015. Suatu konsistensi tim yang sangat terlihat. Meskipun pola bermain terlihat sangat kaku hanya mengandalkan satu pemain striker murni sebagai goal getter, namun sudah cukup merepotkan lawan. Hal ini terbukti, setalah serangan dari pojok kanan SU bola oleh Madisson yang diarahkan ke gawang hanya membentur kaki pemain belakang SU. Namun dari bola muntahan itu dapat dikonversikan menjadi gol oleh Madison pada menit ke-21. Namun bisa juga karena pola Brendan Rodgers yang selalu bermain pada zona marking akan memudahkan untuk klub lainnya mengembangkan kreativitasnya.
Dan bisa saja pola yang bermain seperti ciri khas pemain Inggris Raya yang ingin dipertahankan. Karena meskipun terlihat kolot namun terbukti Leicester masih bertengger di klasmen atas untuk sementara waktu. Itu subyektivitas Brendan Rodgers yang menganut permainan tending dan lari kemudian buat gol. Â
Cara bermain sepak bola di dunia  akan selalu sama. Karena adanya aturan yang sudah pasti pemenang adalah yang bisa memasukkan bola ke gawang lawan dalam waktu yang sudah ditentukan. Sangat sederhana aturannya, dalam permainan sepak bola setiap pemain hanya mendribel bola kemudian diberikan kepada kawannya selanjutnya berlari mencari daerah kosong lawan. Jika belum memungkinkan membuat gol diberikan lagi ke temannya jika memungkinkan pada posisi membuat gol, harus ditendang. Atau lawan yang akan mengambilnya. Namun ada satu bagian yang membuat pertandingan sepak bola bisa menjadi lebih dramatis, yaitu adanya berbagai jenis tendangan bebas, tendangan pojok, dan penalti. Bahkan lemparan karena bola keluar lapangan tidak jarang dari proses seperti ini diluar dari skema bermain yang menghasilkan gol.
Dari bola mati dua  menit setelah Leicester menyarangkan gol, dibalaslah dengan gol  juga oleh SU pada menit ke duapuluh enam oleh Oliver McBurnie lewat sundulan setelah terjadi tendangan pojok ke arah gawang Leicester. Sundulan itu terasa sangat spesial karena bisa saja menjadi penyemangat untuk memperoleh kemanangan perdana bagi SU. Jikalau konsisten bermain mengandalkan serangan balik, kemudian ada tendangan bola mati karena adanya pelanggaran atau tendangan pojok. Dan gol lagi, mungkin begitu harapan para pemain S.U..
Tendangan dari bola mati sebagaimana salah satu bentuk  hukuman akan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para penendang. Tidak jarang gol-gol penentu bisa terjadi dari  proses ini. Sebagaimana MU bisa menjadi juara piala  Champion karena dari tendangan pojok yang akhirnya mengandaskan Bayern Muenchen pada 26 Mei 1999. Â
Meskipun kurang apple to apple untuk membandingkan suatu pertandingan yang sangat dramatis pada piala Champion dengan pertandangan anatara Leicester dan Shefield United malam ini pada pekan ke 10. Namun sepak bola akan mempunyai drama-dama sendiri. Sebagaimana pecinta sepak bola akan lebih menyukai berita dari tim elit dunia ketimbang membahas berita tentang derita tim bawah klasmen. Padahal permainan sepak bola ya seperti itu satu bola diburu duapuluh dua pemain, semua pemain berseragam sesuai dengan klubnya dan bersepatu. Kemudian ada penonton yang berteriak-teriak hingga histeris. Dan tidak satu pun orang yang katanya suka sepak bola mendefinisikan dengan tepat, semuanya subyektif.
Namun ketika satu klub menjadi pemenang atau kalah atau bermain imbang karena adanya skor  maka itulah nilai obyektifnya. Sebagaimana shefield United bermain sangat jauh dari performa ketika lolos dari divisi championship adalah fakta karena lawan yang dihadapi ternyata tidak sama lagi ketika mereka berada di kasta kedua liga Inggris. Dan ketika orang menyukai satu klub dan tidak tidak menyukai klub lainnya adalah subyektif.
Seorang pemain harus obyektif kalau dirinya akan menjadi pusat perhatian lawan terlebih pada diri seorang penyerang. Dirinya akan selalu dijaga ketat bahkan jika perlu akan selalu dijaga dua pemain agar tidak bisa membuat peluang  rekannya untuk mencetak gol bahkan seorang penyerang yang hebat sekelas Jamie Vardy akan menjadi mati kutu.
Namun ketika dia bisa menilai sangat obyektif maka dia akan membuka kesempatan bagi temannya untuk mencetak gol. Atau temannya akan selalu memberi kesempatan kepadanya untuk mencetak gol seperti yang dilesakkan Jamie Vardy pada menit ke-89 yang membuat Leicester City masih membuka asa menjadi juara liga Inggris, walaupun penilaian ini sangat subyektif. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H