Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pagi pun Memerah darah di Carang Soka

28 November 2020   19:30 Diperbarui: 28 November 2020   19:45 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : wallhere.com

Samar-samar terdengar suara gegap gempita yang sangat kuat dari arah utara Carang Soka. Adipati Puspa Andung Jaya yang sebelumnya tumbuh sebersit kekuatan maka kini berubah menjadi keyakinan kalau keinginan untuk mengalahkan Adipati Yudhapati semakin kuat. Pandangannya lurus ke depan memperhatikan dengan seksama pasukannya yang juga berlipat semangatnya setelah mengetahui bala bantuan telah datang. Dari riuhnya prajurit yang sedang menyabung dirinyanya melihat sesosok yang berkelebat dengan cepat, setelah dekat ia yakin bahwa itu adalah orang kepercayaannya, Singopadu. Setelah tiba di depan balairung yang dijaga prajurit tanpa sungkan sang Adipati meyambutnya.

"Mari Paman Singopadu, pasti pasukan majasemi sudah menyetujui permintaan bantuan dariku."
"Sudah Tuanku, pasukan akan di bagi dua tahap."
"Mengapa harus dua tahap, bukankah lebih baik kekuatan Majasemi dan carang Soka menjadi satu akan sangat kuat?"
"Itu semua berkaitan dengan strategi perang  yang sudah saya susun Tuanku," kata Singopadu sambil memberikan salam takzimnya.

Adipati Puspa Andung Jaya hanya manggut-manggut jika sudah berkata strategi maka dirinya sangat paham jika Patihnya ini sangat mumpuni dalam masalah ini. Maka ia biarkan saja seluruh strategi perang yang ia telah di susunnya.

"Kanjeng Adipati untuk sementara waktu biarkan prajurit yang menjaga pintu utama dengan kekuatan yang ada akan ditambah dengan sebagian pasukan dari Majasemi. Pasukan pemanah dan pelempar tombak harus sanggup menahan pasukan awal yang dari Parang Garuda. Karena sepengathuan telik sandi yang hamba tebarkan pasukan Parang Garuda pun menggunakan prajurit infanteri yang hanya menjajagi kekuatan Carang Soka," kata Singopadu panjang lebar sambil menjelaskan strategi berikutnya kepada Adipati Puspa Andung Jaya.  

Sang Adipati pun manggut-manggut sangat puas dengan strategi yang telah disusun. Di saat Adipati Andung jaya dan Singopadu menyusun strategi perang tetiba pasukan Carang Soka berteriak teriak, bahkan ada yang meloncat-loncat gembira.
"Parang Garuda telah pergi...."
"Parang Garuda telah kalah ..."
"Jaya Carang Soka... "

Teriakan kegembiraan itu selalu berulang-ulang terdengar hingga sampai juga ke telinga Singopadu. Ia dan Adipati Puspa Andung Jaya segera mendekati dan ingin menyatakan kebenarannya. Setelah dekat dengan pintu gerbang, bukannya gembira malah ia meneriakkan kata-kata yang berlainan dengan pikiran prajurit.

"Jangan ada yang keluar dari gerbang," dirinya segera berlari ke arah gerbang,  namun terlambat gerbang sudah terbuka dan tampak satu pasukan berkuda mengejar pasukan Parang garuda yang melarikan diri. Dirinya hanya menatap dengan penuh kecemasan sebagian pasukan Majasemi yang dipimpin Sukmayana dan sebagian pasukan Carang Soka.

Segera ia perintahkan prajuritnya untuk menutup kembali pintu gerbang, dirinya segera menghampiri Adipati Puspa Andung Jaya yang hanya menyaksikan seluruh kejadian.
"Kanjeng Adipati, mari kita menemui pasukan kita yang sudah menyusun kekuatan di luar Carang Soka, di dukuh Nguren. Di sana kekuatan dan perlengkapan perang sudah dipersiapkan," ajak Singopadu kepada Adipati Puspa Andung Jaya.  

Langit pun sudah membuka dirinya seolah ingin tahu apa yang terjadi di bumi. Sang langit hanya tersenyum getir, pertumpahan harus selalu terjadi di muka bumi. Seolah dia menyindir jika bumi sangat suka dengan darah yang mengalir di atasnya. Bumi pun menangis ketika langit menyindir sperti itu. Namun begitulah bimi harus berulang menerima darah dari nafsu keserakahan. Sukmayana yang tidak sadar jika dirinya telah masuk perangkap dengan gagahnya mendekati prajurit yang berlari, dan prajurit parang Garuda yang tidak sempir berkelit itu pun harus rela menjadi tumbal dari suatu stratergi perang.

"Yudhapati dimana kau..., jangan hanya ngumpet di ketiak istrimu, keluar kamu!" lantang Sukmayana menyuarakan tantangan kepada Yudhapati. Pedang di tangan ie tebaskan ke arah prajurit Parang Garuda yang mencoba menghalangi jalannya.  Dirinya semakin semangat ketika melihat tidak ada prajurit yang berani mendekat. Dan semakin lama dirinya semakin jauh dalam pusaran kekuatan Parang Garuda. Ia tidak sadar jika prajurit berkuda yang mengikutinya tinggal separuh, lainnya sudah tercerai berai dalam pusaran lainnya.

Namun sebagai prajurit saudara dari Kembang Joyo penguasa majasemi dirinya adalah ksatria yang tidak akan pernah mundur dari medan peperangan. Dirinya telah dalam pusaran pasukan musuh, para prajurit Yudhapati tidak menyerang  hanya mengitarinya. Dirinya sudah dijadikan mainan seperti celeng dalam lingkaran anjing-anjing pemburu kemudian tuannya tinggal melemparkan tombak, panah ataupun bambu runcing kapan pun dan semaunya. Dan tinggal memastikan jika celeng yang dijadikan mainan itu pada akhirnya akan mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun