Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pagi pun Memerah darah di Carang Soka

28 November 2020   19:30 Diperbarui: 28 November 2020   19:45 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : wallhere.com

Fajar  yang gigil mulai merasuki lembah muria dan mengusik ayam jago untuk memamerkan suaranya yang parau, membangunkan manusia atau malah sebagai tanda untuk kembali mencari selimut untuk merajut lagi mimpi-mimpinya yang sempat meloncat dari jiwanya. Pagi bisa menjadi jahatnya malam namun bisa menjadi awal segala kebaikan. Di pusat kadipaten Carang Soka antara niat jahat dan keburukan berkumpul menjadi satu. Adipati Yudhapati yang tengah meradang karena harga dirinya telah diaduk-aduk oleh Dalang Soponyono.

Alun-alun Carasoka kini telah berubah menjadi lautan teriakan manusia yang mencaci maki. Rintihan Puluhan orang yang kena sabetan pedang dan tusukan tombak. Darah sudah mulai membasahi tanah-tanah di kota raja. Dan adi pati Puspa Andung jaya segera memerintahkan untuk menutup pintu utama kadipaten. 

Kemudian meyuruh para prajuritnya untuk memusatkan kekutaan di alun-alun dan di dalam gerbang. Sangat beresiko menghadapi  Adipati Yudhapati satu lawan satu. Meskipun Yudhapati hanya bersama pasukan kecil namun mereka adalah pasukan pilihan yang dapat menghancurkan ratusan orang yang menghalanginya. Maka pasukan yang disediakan adalah para pemanah dan pasukan pelempar tombak. Dengan sendirinya akan sedikit menghambat gerakan Yudhapati sambil menunggu bantuan pasukan dari Majasemi.

Matahari di ufuk timur sudah mulai menjilat sungai Juwana yang membelah kadipaten Carang Soka. Kemunculannya seakan membawa berita kematian yang dibawa pasukan Parang Garuda. Tampak di sana Yuyu Rumpung sudah membawa ribuan prajurit dengan formasi garuda melayang sungguh menggetarkan. Setiap jalan yang dilaluinya adalah udara kerusakan, sehingga tidak seorang pun yang berani menampakkan diri atau memilih berlari. Ujung-ujung formasi adalah sayap-sayap pasukan pedang dengan senjata terhunus menebas apa pun yang merintangi.

Kerusakan sudah sangat tempak di Carang Soka, dari arah selatan kota praja telah rata dengan tanah bahkan kayu yang membara masih menyisakan asap hitam pun menjadi pandangan yang meruntuhkan hati siapa pun yang melihatnya. Prajurit Parang Garuda yang telah disusupi amarah karena kata-kata dari Yuyu Rumpung semakin menjadi-jadi seperti macan liar yang terluka mengamuk.

Dari dalam Balairung Adipati Puspa Andung Jaya berjalan hilir mudik tidak sabar menunggu berita dari Singopadu yang telah berjanji akan membawa bala bantuan dari Majasemi. Teriakan prajurit yang mencoba mempertahankan pintu utama sudah tidak sebanyak sebelumnya, artinya pasukan yang menghadapi amukan prajurit Parang Garuda adalah pasukan pedang yang harus bertarung dalamm jarak dekat.

Adipati mendesah, jikalau hingga pagi hari pasukan bantuan tidak datang maka dipastikan tidak lama setelahnya dirinya sendiri yang harus menghadapi besan dan sekaligus musuh besarnya. Jika ia mengingat itu maka dirinya harus menguatkan batinnya. Bagaimanapun juga ini adalah kadipaten yang mandiri. 

Setelah runtuhnya  Singosari maka hanya ada kadipaten-kadipaten kecil yang membentang dari ujung timur Jawadipa hingga Pasundan. Bersama Narapraja dirinya yang lebih dahulu mengadakan hubungan dengan pedagang dari Pasundan hingga Sriwijaya. Karena gigihnya dirinya memajukan perdagangan dan rakyatnya pun sangat maju. Bahkan pelabuhan juwana sudah menjadi singgahan pedagang dari negeri Champa.

Seperti pepatah di mana ada gula di situ ada semut, kekayaan yang melebihi kadipaten tetangganya terutama Parang Garuda. Membuat mereka sangat berkeinginan untuk datang ke Carang Soka. Adipati Puspa Andung Jaya mencoba menggabungkan rangkaian-rangkaian kejadian yang sedang terjadi. Dia pun manggut-manggut dan akhirnya menemukan titik terang mengapa Parang Garuda ingin sekali menjalin hubungan kekeluargaan, menyatukan dua kadipaten yang berdekatan.

Dirinya merasa ada semangat kembali setelah tahu dari dalam dirinya sendiri bukan diberitahukan oleh orang lain. Semangat baru yang timbul seperti meneguhkan kembali, kadipaten yang telah susah payah dibesarkannya harus lebih berkembang lagi. Jikalau kadipaten Parang Garuda bisa berniat ingin mencaplok Carang Soka mengapa sekarang tidak bisa dibalik, Carang Sokalah yang harus mengalahkan Parang Garuda. Dirinya yakin dapat melakukan semuanya sebagaimana dirinya menjalin hubungan dengan kerjaaan besar dari manca.

Matahari sudah menampakkan cahayanya yang lembayung karena sisa-sisa kabut masih ada. Sinarnya sedikit demi sedikit mengangkat embun yang sepertinya juga enggan untuk meninggalkan bumi. Harusnya alam melalui dengan kenikmatan pelukan matahari dari pagi hingga senja dipeluk angin yang perlahan mengantarkan ribuan kehidupan ketempat lain. Namun semua kedamaian itu harus diubah dengan kekejaman manusia untuk mendapatkan keinginan dengan memaksakan nafsunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun