Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gertak Sambal(kah) DPR yang Ingin Melarang Miras?

13 November 2020   21:10 Diperbarui: 13 November 2020   21:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : Vice.com

DPR RI dari fraksi PKS, Gerindra, dan PPP berencana mengatur kembali porduksi, peredaran, hingga sanksi untuk masyarakat yang mengkonsumsi minuman beralkohol. Alasan yang diapakai adalah minuman beralkohol yang melebihi kekuatan akan berakibat mabuk bahkan bisa lebih buruk lagi, yaitu jatuhnya kurban.

Mabuk adalah keadaan diri berasa pening atau hilang kesadaran karena terlalu banyak minum minuman keras, kecubung, atau zat adiktif lainnya. Karena kehilangan kesadaran itulah tindakan-tindakan diri tidak bisa dikontrol dengan baik. 

Pengontrolan diri yang tidak seimbang dan cenderung hilang kesadaran itu bisa mempermalukan diri sendiri. Bahkan bisa saja membahayakan diri sendiri hingga kematian seperti yang menimpa dua warga Klampok, Kecamatan Sananwetan, Blitar karena menenggak minuman beralkohol dari proses mengoplos.

Orang mendapat kecelakaan  yang disebabkan orang lain karena menenggak miras terjadi pada pemakai Grab Wheel di Istora, (Kompas, 18/11/2020. 

Dan sayangnya ketika perbuatan yang membahayakan dan berakibat fatal untuk orang lain itu ditangkap, maka yang terjadi berikutnya penegak hukum hanya akan memberikan hukuman yang tidak maksimal dengan alasan pelaku melakukan tindakan tersebut karena pengaruh minuman beralkohol. Beda ceritanya kalau pelaku tindakan yang mengakibatkan orang lain rugi itu dalam keadaan sadar.

Minuman beralkohol yang sudah ada sejak zaman Nabi-nabi segala dan segala aturan untuk melarangnya sudah diterapkan. Bahkan tidak jarang para pelaku dikenai hukuman yang tergolong tidak ringan. Namun masih saja minuman jenis ini dicari. Karena bagaimana pun juga jika masih ada yang meminta dengan sendirinya produksi tetap akan berjalan.

Kemudian pada era modern di Inonesia, pengaturan minuman beralkohol tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan tentang pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran minuman beralkohol nomor 20 tahun 2014. Bahwasanya tiap daerah mempunyai kewenangan untuk mendistribusikan dan mengedarkan minuman keras.

Ada beberapa daerah yang telah melarang peredaran minuman beralkohol ini di antaranya Tangerang dan Bandung. Sementara itu daerah lainnya masih memberlakukan Permen Perdagangan ini sebagai dasar untuk mengawasi peredaran minuman beralkohol.  

Ketika minuman beralkohol akan diperbarui dengan aturan-aturan yang lebih tegas banyak yang berteriak jika aturan  itu nanti akhirnya akan mematikan sektor pariwisata. Dengan alasan banyak wisatawan terutama dari mancanegara membutuhkannya. Dan mereka datang ke Indonesia juga ada yang beralasan, mereka berani berburu minuman beralkohol sesuai dengan ciri khas yang dimiliki oleh daerah itu.  Seperti minuman dari  negara Jepang, Sake.

Mungkin wisatawan asing berburu minuman khas Indonesia ada benarnya karena  mempunyai minuman khas asli daerah yang beragam, ambil saja contoh Ciu Bekonang dari Sukoharjo, Jawa Tengah. 

Minuman hasil fermentasi tebu yang berkadar alkohol hingga 30 %. Dan jika dikelompokkan sesuai Permen Menperindag kategori C, yaitu minuman keras yang berkadar 20 -55%. Artinya jika pembeli ingin menikmati jenis minuman ini harus berusia di atas 21 tahun dan menunjukkan kartu pengenal kepada penjualnya. Sebenarnya ketetntuan lain si pembeli harus meminumnya di tempat itu juga.

Daerah-daerah lainnya di Indonesia banyak juga yang memproduksi minuman seperti ciu itu, seperti sopi dari dari Maluku dan Flores, Swansrai dari Papua, Cap Tikus dari minahasa, Lapen dari Yogyakarta. Bahkan minuman asli dari seperti Balo dari Minahasa dan Arak Bali digunakan untuk upacara adat dan upacara keagamaan.

Cukai dari minuman keras pada tahun 2019 tidak kecil yang diterimakan untuk kas negara, yaitu 3,7 Trilyun. Jikalau cukai yang diperoleh demikian besar pastilah peredaran dan produksi itu sendiri akan melibatkan manusia dari proses produksi hingga sampai di tangan konsumen. Bahkan tangan-tangan kuat yang menjalankan usaha miras itu.

Mungkin sebagai gambaran saja Pemda DKI dikabarkan juga memperoleh keuntungan dari miras ini sebesar 100 milyar. Karena pelipatan pendapatan yang demikian besar maka tidak ada yang salah sepertinya jika Pemprof DKI melipatgandakan kepemilikan saham di PT Delta Djakarta (DLTA) dari 26,25%  menjadi 58,33 % pada tahun ini. Kenaikan dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.  

Kalau melihat demikian besar keuntungan yang diperoleh dari cukai dan uang yang beredar dari mimuman keras masihkan DPR terutama penggagas untuk melarangnya? Atau hanya gertak sambal saja agar mendapatkan perhatian dari masyarakat Indonesia. Tentu saja Miras tidak harus beredar secara bebas namun pengaturan yang tegas merupakan jalan tengah yang bisa diambil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun