Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gertak Sambal(kah) DPR yang Ingin Melarang Miras?

13 November 2020   21:10 Diperbarui: 13 November 2020   21:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : Vice.com

Daerah-daerah lainnya di Indonesia banyak juga yang memproduksi minuman seperti ciu itu, seperti sopi dari dari Maluku dan Flores, Swansrai dari Papua, Cap Tikus dari minahasa, Lapen dari Yogyakarta. Bahkan minuman asli dari seperti Balo dari Minahasa dan Arak Bali digunakan untuk upacara adat dan upacara keagamaan.

Cukai dari minuman keras pada tahun 2019 tidak kecil yang diterimakan untuk kas negara, yaitu 3,7 Trilyun. Jikalau cukai yang diperoleh demikian besar pastilah peredaran dan produksi itu sendiri akan melibatkan manusia dari proses produksi hingga sampai di tangan konsumen. Bahkan tangan-tangan kuat yang menjalankan usaha miras itu.

Mungkin sebagai gambaran saja Pemda DKI dikabarkan juga memperoleh keuntungan dari miras ini sebesar 100 milyar. Karena pelipatan pendapatan yang demikian besar maka tidak ada yang salah sepertinya jika Pemprof DKI melipatgandakan kepemilikan saham di PT Delta Djakarta (DLTA) dari 26,25%  menjadi 58,33 % pada tahun ini. Kenaikan dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.  

Kalau melihat demikian besar keuntungan yang diperoleh dari cukai dan uang yang beredar dari mimuman keras masihkan DPR terutama penggagas untuk melarangnya? Atau hanya gertak sambal saja agar mendapatkan perhatian dari masyarakat Indonesia. Tentu saja Miras tidak harus beredar secara bebas namun pengaturan yang tegas merupakan jalan tengah yang bisa diambil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun