Bertukar peran atau berbagi peran suatu frase aktif, mempunyai arti yang hampir sama kira-kira melakukan pekerjaan yang lazim  orang lain lakukan, sementara itu orang lain juga mengerjakan yang biasa kita kerjakan. Untuk besar kecilnya atau lama dan sebentarnya setiap orang dan pasangannya pasti mempunyai kesepakatan bersama yang tidak tertulis.
Kalau diterapkan dalam keluarga tentunya pekerjaan istri dikerjakan suami. Dan pekerjaan suami dikerjakan istri. Anak-anak seperti biasa, akan melakukan hal berbeda dari yang biasa dikerjakannya. Jikalau pada hari-hari anak lebih sering bermain gadget, satu hari saja disuruh membuat barang mainan.
Pada umumnya rutinitas istri dari pagi hari adalah menyiapkan sarapan. Setelah suami pergi mencari nafkah dan anak-anak berangkat bekerja, maka ibu yang baik ini akan melanjutkan pekerjaannya, yaitu bersih-bersih rumah, mencuci, pergi ke pasar untuk berbelanja dilanjutkan menyeterika. Disambung menyiapkan lagi masakan untuk makan siang.
Jikalau Suami dan anak sudah pulang dan makan siang pun selesai, dilanjutkan merawat tanam atau bersih-bersih. Setelah makan malam usai masih harus mendampingi anak belajar. Ketika malam menjelang dan anak sudah tidur ada kewajiban lagi, mendampingi suami di tempat tidur mestinya. Bentuk pengulangan pekerjaan seperti mitologi Yunani Sisipus yang harus mendorog batu hingga ke puncak gunung, kemudian jatuh lagi ke dasar jurang, kemudian didorong lagi ke puncak jatuh lagi demikian seterusnya.
Rutinitas seorang istri sebagai ibu rumah tangga yang tidak dianggap oleh sebagian orang sebagai suatu pekerjaan. Karena tidak menghasilkan gaji. Lain halnya dengan suami yang mencari nafkah kemudian mendapat uang, entah itu dalam hitungan harian, mingguan, atau gaji perbulan. Padahal untuk ukuran zaman sekarang seorang istri banyak juga yang mempunyai pekerjaan.
Sehingga untuk bertukar peran akan disempitkan saja pada umpama suatu hari yang senggang. Dan itu berlaku untuk suami yang bekerja dan seorang istri yang juga bekerja. Kalau diambilkan contoh artis yang tidak tahu cara mengupas buah salak akan menjadi keenakan si suami.
Pada suatu saat, setelah bersepeda dengan jarak yang tidak panjang alias gowes tipis-tipis. Rencana yang telah disusun pada hari sebelumnya dimulai. Pada hari biasa setelah bersepada dan istrirahat sejenak istri yang membeli sarapan maka sayalah yang membelikannya. Dan ketika tiba mencuci ya tinggal masukkan ke mesin cuci, tinggal bilas dikeringkan dijemur. Selesai.
Dan ketika saatnya akan berbelanja ke pasar, terjadilah dialog yang agak menyindir. Karena pernah suatu hari saya ke pasar dan berbelanja, bukannya dapat barang murah malah berlipat-lipat mahalnya, jikalau 1 ikat bayam bisa dibeli oleh istri  Rp1000 terbeli oleh saya Rp.5000 tiga ikat. Menurut saya sudah murah, belum satu kilogram daging ayam, pisang, dan bumbu dapur lainnya.Â
Sungguh  saya pada hari itu akan bisa pamer barang yang didapatkan merupakan belanjaan termurah. Ternyata, malah menjadi bahan candaan sampai sekarang. Katanya lagi, kalau saya yang belanja harian hancur deh keuangan rumah tangga.
Mengingat kejadian lampau saya tidak bisa menawar kalau belanja di pasar, maka diberi alternatif memasak dengan bahan yang ada di lemari. Bahan-bahan untuk masak siang pun di dapatkan, tralala ... mie instan, sayuran, dan telur, ada udang juga. Chef dadagan pun mulai beraksi, sementara istri lihat sineteron, anak menyelesaikan membuat permainan patung dari malem. Â
Hampir satu jam memasak mi instan untuk tiga orang. Keahlian ketika SMA ikut Pramuka dan kuliah yang harus jauh dari oang tua ternyata ada manfaatnya. meskipun hanya memasak mie instan. Jadi, Kalau hanya sekadar bertukar peran untuk satu hari saja seperti ini tidak ada masalah. Bahkan setiap hari sudah kita lakukan pekerjaan istri meski tidak sepenuh pada hari yang sudah dijanjikan ini.
Pada masyarakat yang menganut paham paternalistik, seorang laki-laki akan mempunyai peran untuk mengatur keluarga, termasuk didalamnya juga untuk mengarahkan  seorang istri  dan anak-anaknya. Bahkan orang Jawa mempunyai prinsip suargo nunut neroko katut, artinya suami masuk surga maka istri hanya akan ikut, tetapi kalau suami masuk neraka istri juga akan terbawa. Tentunya prinsip seperti itu lambat laun terkikis oleh peradaban yang semakin ke depan.
Pada tataran keluarga yang menganut azas persamaan maka prinsip ringan sama dijinjing berat sama dipikul akan menjadi pilihan utama. Pembagian tugas tidak lagi terkotak-kotak, lazimnya  pandangan mencari nafkah tidak harus seorang suami, seorang istri juga ikut berperan menopang pemasukan keluarga. Dan urusan mengepel dan menyapu lantai seorang suami pun juga bisa melakukannya.
tidak terasa saat masak mie sudah rampung dan siap dihidangkan. Maka meja makan yang sudah tersaji masakan siang menjadi penilaian. Sayamerasakan  ada getaran tertawa di anak dan istri ketika melihat dapur yang centang perentang peralatan masak yang kotor. Namun yang melegakan adalah mereka berdua mengatakan dengan tulus masakan saya sangat enak.
Ketika selesai makan siang, sesuai dengan janji yang sudah disepakati untuk hari ini seluruh tugas istri masih menjadi tugas suami. Maka dengan melenggang santai mereka menuju ruang keluarga, sementara saya masih harus mencuci piring, menyeterika, dan menyiapkan makan malam. Dalam hati berdoa semoga cepat berlalu hari ini. Â Â Â Â
(Pati, 3 Nopember 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H