Gol yang terjadi pada menit lima puluh lima membuat para pemain pemain Everon lebih tidak lagi bemain setengah lapangan dan banyak menguasai bola namun lebih sering mencoba menyerang hingga ke area penalti New Caste United. Namun perubahan itu hanya berlangsung sepuluh menit. Selanjutnya para pemain Everton lebih senang menguasai bola, dari pada bermain untuk menang.
Kreativitas Carletto yang biasanya sangat lihai ketika menemui masalah kebuntuan ketika menghadapi tim dengan pola tending dan serang seharusnya sudah ada.  Beberapa pergantian pemain di sisi tengah sudah dilakukan namun penerjemahan strategi pelatih oleh pemain tidak berjalan mulus. Tendangan-tendangan sporadis yang jauh dari gawang  masih saja terjadi. Dan lebih mengenaskan lagi adalah kehilangan bola saat di area penalti New Caste United.
Frustasi dari pemain-pemain everton makin menjadi manakala segala serangan yang dilakukan tidak membuahkan hasil gol. Bahkan yang terjadi berikutnya adalah serangan balik yang cepat dari sisi kanan Everton kemudian umpang silang  yang sangat manja oleh Wislon diceploskan saja ke gawang dan lagi-lagi gol. 2-0 untuk New Caste United.
Pemantik semangat bisa saja dari kelengahan yang dilakukan oleh para pemain New Caste United. Mereka menganggap permainan sudah usai setelah gol menit ke 84  itu.  Namun seperti pola dasar permainan yang diterapkan Carletto adalah menunggu hingga ada lubang yang  tepat, benar saja pada menit perpanjangan waktu Everton bisa memasukkan bola ke gawang New Caste United.
Raihan 2-1 oleh New Castle United kali  membuktikan jika pelatih dari Inggris  dengun kultur aslinya bisa mengalahkan model dari Italia yang diwakili  Carlo Ancelotti. Paling tidak untuk pertandingan kali ini.
(Pati, 1 Nopember 2020)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H