Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kunang-Kunang yang Mulai Redup di Parang Garuda

6 Oktober 2020   07:27 Diperbarui: 7 Oktober 2020   21:32 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi : batam.tribunnews.com

Maka tanpa basi-basi dihalaunya seluruh orang yang ada di tempat itu. Sebelum ada jatuh korban, Pangeran Jasari memerintahkan seluruh pasukannya untuk berhenti membuat gelar perang meskipun hanya kecil. Para penduduk yang semula datang dengan teriak kini hanya berkumpul di pinggir sungai dengan lutut gemetar.  Bahkan ada yang menangis ketakutan.

Selanjutnya pangeran Jasari segera pergi karena tidak menginginkan kejadian itu berubah menjadi kekacauan, sebelum naik ke kudanya sang Pangeran melirik ke gadis itu dan rupanya tidak bertepuk sebelah tangan si gadis pun memandanganya dengan senyum semanis tebu. Dalam hati pangeran sangat masgul mengapa hanya sekian waktu dia bertemu dengan gadis itu.

"Pangeran... Pangeran Jasari, ini saya Yuyu Rumpung." Dirinya mencoba lebih dekat lagi dengan Pangeran Jasari agar kata-katanya bisa di dengarnya. Dan usahanya berhasil, Pangeran Jasari menolehkan pandangannya ke arahnya.

"Ya, Wo... " Kata Pangeran Jasari singkat. Memang itu panggilan Yuyu rumpung  yang selalu dipakainya.

"Ayahanda, memanggil Pangeran untuk datang malam ini ke bangsal karena ada persiapan yang berkaitan dengan pernikahan Pangeran besok pagi. Maka pengeran harus siap, begitu  perintah beliau," Bujuk Yuyu Rumpung.

Pangeran Jasari hanya mengambil nafas panjang, "Paman sebagai lelaki aku sebenarnya harus menolak pernikahan ini. Karena dari awalnya aku sudah tahu kalau Rayung Wulan sudah beritikad menolakku."

"Mengapa Pangeran bisa berkata begitu?" Kata Yuyu Rumpung sambil membetulkan tempat duduknya.

"Cobalah Wo Yuyu Rumpung pikir, syarat yang dipakai agar terkabulnya perjodohanku adalah mendatangkan pusaka andalan Mojosemi. Padahal tidaklah mungkin itu terjadi tanpa peperangan paling tidak pertumpahan darah. Dan memang terbukti bukan ada pertumapahan darah? Paman Condong Majeruk harus menghembuskan nafas untuk mendapatkan pusaka Kuluk Kanigoro dan Keris Rambut pinutung. Dan Wo... ada hal lain lagi yang membuat aku yakin ini adalah penolakan secara halus. Bagiamana mungkin mungkin mendatangakan seperangkat gamelan yang bisa datang dan menabuh sendiri?" Kata Pangeran Jasari sambil melihat kunang-kunang yang mulai berterbangan menerangi gerumbulan taman dan sungai belakang di belakangnya. Namun terlihat jika sinarnya terlihat muram.

"Namun Pangeran, Ayahanda adalah seorang Adipati yang menguasai wilayah luas dari ujung tapal batas pajajaran hingga ujung timur Juwana. Apakah harus menolak suatu permintaan dari calon besan. Saya rasa beliau sangat bijaksana dengan menjodohkan Pangeran dengan Putri Rayung Wulan daripada mengajak perang yang pasti akan jatuh korban." Suasana hening sesaat sebelum Yuyu Rumpung melanjutkan kata-katanya "Mari Pangeran, saya hantar menghadap ke Ayahanda"

Mau tidak mau Pangeran Jasari mengikuti dari belakang Yuyu Rumpung untuk pergi menuju balairung menghadap Ayahanda mengadakan pertemuan agung. 

Dari Taman kasatrian menuju Balairung harus melewati jalan-jalan setapak yang penuh dengan batu-batu kecil yang ditata rapi. Sedangkan di kanan kirinya penuh dengan bunga-bunga dan tetanaman hias.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun