Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kunang-Kunang yang Mulai Redup di Parang Garuda

6 Oktober 2020   07:27 Diperbarui: 7 Oktober 2020   21:32 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Sandyakala Parang Garuda)

I

 
Gelap telah disampirkan pada pohon-pohon. Semua tetanaman di hutan di deretan pegunungan gamping utara memeluk senyap malam hingga tidak terlihat lagi jenisnya, pohon-pohon jati yang besar tinggi hanya terlihat menjulang. 

Pohon serut kokoh menancap di bumi membuat gelap malam tambah kaku namun aneh pohon itu tumbuh selalu dikerumuni tanaman liar lainnya. Sedangkan beringin menyendiri dengan rimbunnya seakan tidak mau diganggu pepohonan lainnya.

"Pangeran Jasari, semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk melamar Dewi Rayung Wulan sudah siap tinggal menghantarkan ke hadapan Adipati Puspa Andung Jaya." Demang Yuyu Rumpung mencoba mendekati Putra Adipati Yudhapati yang semata wayang itu. Namun Pangeran Jasari hanya diam bergeming, memandang lurus pada pucuk-pucuk pepohonan yang hanya melambai ke kanan dan ke kiri.

"Apakah pangeran tidak senang dengan perkawinan ini?" Tanya Yuyu Rumpung yang menjadi orang kepercayaan ayahnya, Sang penguasa Kadipaten Parang Garuda. 

Pangeran Jasari masih dalam kebisuannya. Matanya menerawang jauh betapa hatinya telah tertambat pada gadis yang ditemuinya di lereng pegunungan Suko. Gadis itu menawarkan kepolosan gadis gunung. Dirinya saat itu sedang berburu kijang yang memang banyak ada di daerah itu. Di sela-sela berburu ia menyusuri sungai bening yang mengalir. Ketika hendak mengambil air untuk minum itulah ia melihat gadis itu. Ia hanya mengenakan kemben menutupi sebagian tubuhnya. Kulitnya sawo matang sebagaimana gadis desa umumnya, rambutnya yang hitam panjang bergelombang menutupi hampir seluruh dadanya yang yang basah.

Ketika dirinya masih pada puncak keindahan gadis yang sendirian mandi di pinggir kali itu, tetiba indra prajuritnya melihat ada bahaya yang mengintai gadis itu. Diarahkannya anak panah tepat ke atas pohon di mana si gadis yang tidak menyadari akan bahaya yang mengancam jiwanya, dan seperti cahaya kecepatan anak panah itu menebas akar pohon yang bergelayutan sebelum menembus kepala sanca yang besarnya sepohon kelapa. Si gadis hanya menjerit ketika tetiba ada darah yan mengalir tepat di kepalanya yang diikuti oleh jatuhnya ular yang awalnya bergelayutan di cabang pohon jati. Pangeran Jasari mencoba menenangkan gadis yang ketakutan itu.

Rupanya jeritan si gadis itu membuat lelaki di kampung yang tidak jauh dari kali  berdatangan dan ingin memastikan apa yang terjadi. Mereka terlihat beringas dengan senjata pedang, tombak, dan bahkan ada yang hanya membawa sabit di tangan. Segera mereka mengepung Pangeran Jasari yang sedang menenangkan si gadis. Namun ketika melihat ada ular yang sangat besar dengan anak panah yang sebagian tahu hanya dimiliki oleh keluarga kadipaten Parang Garuda mereka jadi ragu-ragu. Bahkan ada yang langsung bersimpuh.

"Maafkan kelancangan kami jika membuat  Pangeran tidak berkenan, karena memang di daerah sini sangat sering ada suara jeritan. Namun ketika kami datangi ke asal suara yang kami temui hanya bekas-bekasnya. Dan ternyata ada ular yang besar ini." Salah seorang dari penduduk mencoba menerangkan sebab mereka datang membawa senjata.

"Nduk kamu tidak apa-apa kan nduk...?" Tetiba ada yang ada datang menyeruak dari para lelaki yang mengerubungi gadis itu, kemudian memeluknya. Pangeran Jasari tidak sempat berkata-kata namun ketika dirinya memeluk gadis itu ketika dalam ketakutan dan mencoba menenangkannya sangat menghujam deras ke simpul-simpul hatinya. Dan ketika gadis itu pindah ke pelukan permpuan yang datang menangis itu ada rasa yang ikut terbawa. Pandangan gadis itu lembut, dan cukup bagi seorang lelaki mengartikannya, jikalau dia juga menaruh setitik embun di hatinya.

Rupanya kegaduhan kecil itu cukup membuat para pengawalnya yang semula ada di pesanggrahan berdatangan dengan kuda-kuda yang besar dan perlengkapan senjata perang. Prajurit-prajurit tetaplah berjiwa prajurit perintah untuk mengawal pangeran adalah perintah utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun