Tanggal 9 Desember 2020 akan diadakan PILKADA serentak di Indonesia. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah kali ini sebanyak 270  dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Hajatan yang sangat  besar tentunya, bagi sebagian masyarakat yang melaksanakannya. Tentunya setiap hajatan pastilah akan mengundang banyak massa. Dan adanya pengumpulan masa yang tidak teratur itulah banyak yang memerikan alasan agar pilkada ditunda.
Alasan untuk menunda Pilkada kali ini pun sangat beragam namun semuanya mengerucut pada tanggapan bahwa, Â Covid sangat riskan akan muncul dan akan menjadi cluster baru. Terutama ketika pasangan calon melakukan kampanye di tempat terbuka bahkan di tempat tertutup. Penolakan itu datang dari ormas Islam Muhammadiyah dan Nu. Tidak kurang mantan wakilnya pada periode 2014-2019 Jussuf Kalla juga tidak setuju, lagi-lagi dengan alasan saat pengumpulan massa akan sangat mudah terjadi penularan virus.
Dalam aturan KPU saat pengumpulan massa hanya dibatasi tidak boleh lebih dari 100 orang. Namun apakah ada jaminan dalam pengumpulan massa itu protokol kesehatan dilaksanakan dengan benar. Dari saat pendaftaran pasangan calon antusias pendukung yang berjubel tidak bisa dielakkan. Â Mungkin dari masa pendaftaran ini saja sudah dibukakan fakta, kalau pengumpulan massa di kala pilkada sangat sukar untuk dikendalikan.
Terlebih nanti jikalau masa kampanye terbuka berlangsung tentunya massa akan lebih mudah didatangkan apalagi dengan iming-iming yang besar, pemberian sembako misalnya. Maka kerumunan orang-oranag tidak akan mudah dikendalikan apalagi ketika pulang mereka akan membawa oleh-oleh sebagai pengganti upah yang sangat sulit di saat seperti ini. Belum lagi ketika masa penghitungan suara banyak yang akan datang meskipun sudah diwanti-wanti untuk tidak melihat karena di TPS sudah ada panitia dan pengawas.
Pada intinya semua penolakan itu didasarkan pada sikap masyarakat sendiri yang sangat mudah berkumpul, karena itu sudah menjadi menjadi ciri manusia sebagai mahluk sosial. Manusia yang selalu ingin merasa mempunyai pengalaman baru dalam hidupnya. Jangan sampai tertinggal berita. Jangan sampai tertinggal dari kawan sebelah, meskipun kadang-kadang melupakan kesematan diri sendiri.
Dan pemerintah sendiri bukannya abai dengan semua penolakan-penolakan itu, bahkan dianggap sebagai masukan yang sangat berguna untuk melaksanakan hajatan lima tahun itu lebih baik. Tidak semua penolakan berarti melarang kegiatan pilkada dilangsungkan pada tahun ini. Artinya banyak yang menyarankan untuk menunda pelaksanaannya.
Ketika menunda pelaksanaan Pilkada karena sesuatu yang jelas disebabkan  bencana alam, pas hari pelaksanaannya mungkin bisa dijadwalkan ulang. Namun ketika menyuruh menunda pelaksanaan pilkada yang disebabkan oleh suatu virus yang tidak jelas selesainya akan menjadi pertaruhan lebih besar bagi pemerintahan sekarang ini. Â
Jikalau pemerintahan dipegang oleh PLT, maka dipastikan akan tejadi kevakuman-kevakuman yang masif. Terutama dengan pengambilan keputusan-keputusan yang vital. Padahal dimasa yang sangat sulit ini ketika ekonomi diambang resesi, dan kesehatan lagi digoncang oleh pandemi bahkan ditambah dengan musim penghujan yang lebih banyak banjir dan longsornya diperlukan keputusan yang cepat. Dan tentunya kepala daerah hasil pilkada kali ini diharapkan bisa meneruskan rantai pemerintahan dengan lebih baik lagi.
Beberapa negara di dunia ini juga melaksananakn Pemilu di saat Pandemi misalnya, Suriah yang melaksanakan pemilu pada tanggal 19 Juli 2020. Kemudian Polandia, 12 Juli 2020, Singapura 10 Juli 2020, Korea Selatan 15 April 2020. Bahkan  beberapa negara akan menggelar Pemilu antara lain, Prancis, Polandia, Israel, Amerika Serikat, hingga Bangladesh.
Negara-negara di atas tetap melaksanakan Pemilu sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan oleh "KPU" nya masing-masing, tidak ada penundaan. Masing-masing Negara menerapkan aturan yang sangat ketat ketika melaksanakan pemilihan di tempat pemungutan suara, dari jumlah peserta yang dibatasi, hingga lama waktu di TPS. Dan yang lebih penting tidak ada pengerahan masa maupun penggerombolan masa.
Di Negara kita pastinya untuk melaksanakan Pilkada oleh semua pelaksana diperlukan pertimbangan yang sangat matang. Kalau bisa diperlukan aturan-aturan yang detail dan tegas. Agar  satu sisi pemulu bisa berjalan dengan baik, dan disatu lainnya pandemi tidak merajalela.Â
Akan menjadi kekecawaan jika Pilkada tidak dilaksanakan namun pandemi tetap merajalela, atau bisa saja dengan adanya Pilkada Covid semakin meningkat. Namun yang diharapkan adalah pilkada tetap berjalan sementara itu penanganan Covid semakin ditingkatkan sehingga bisa dijadikan momentum untuk mengurangi orang yang terinveksi.
Pada Pilkada ini Bapak Joko Widodo mempunyai agenda yang luar biasa beratnya. Dari masa pandemi hingga harus melaksanakan Pilkada ditengah suasana yang sangat tidak berpihak padanya. Namun dengan penerapan aturan yang tegas oleh penjabat dari pusat hingga daerah dengan didukung oleh kekuatan TNI dan Polri semua tahapan Pilkada akan berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan.
Namun yang lebih penting adalah peran serta dari masyarakat agar mendisiplinkan diri dengan menaati seluruh aturan adalah jalan yang terbaik. Sehingga tahapan-tahapan pilkada dapat dilaksanakan dengan aman, dan Covid pun tidak menyebar
(pati, 23 September 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H