Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Monasku Sayang, Jangan Malang

29 Januari 2020   21:16 Diperbarui: 29 Januari 2020   21:30 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : nasional.kompas.com

Revitalisasi adalah perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali sesuatu (KBBI). Bisa diartikan bahwa yang dihidupkan adalah komunitas kesenian, kebudayaan, pendidikan, lingkungan hidup, pemerintahan bahkan bisa juga revitalisasi mempunyai cakupan yang luas dan adanya unsur vital. Revitalisasi memang adanya kebijakan memandang kembali suatu obyek yang dirasakan sangat penting untuk masyarakat luas.

Pemahaman yang hanya asal mengganti dengan tidak memperhatikan akar masalah hanyalah akan menimbulkan kesalahpahaman dengan publik luas. Paling tidak publik pun akan menyadari dirinya pada lingkup yang harus direvitalisasi atau tidak. Dan sepertinya kita akan langsung pada suatu tempat di Jakarta yaitu revitalisasi Monas. Mendesak atau tidakkah Monas itu direvitalisasi atau paling tidak diubah bentuknya.

Mengubah Monas sebagai Ikon nasional memerlukan kebijakan dari para penjabat yang ada pada hirarki pemerintahan, pertimbangan kebudayaan, para sejarawan, bahkan masyarakat luas pun perlu didengar pendapatnya. Kalau pun nanti ada masukan tentunya harus menjadi bahan kajian dan jadi dasar revitalisasi. Kalaupun masyarakat tidak menghendaki maka apa salahnya jika niat revitalasi itu dihentikan.

Pertimbangan suatu revitalisasi antara lain karena stagnasi ekonomi. Stagnasi atau berhentinya perkembangan ekonomi akan berpengaruh pula pada pendapatan masyarakat yang akan berdampak pada sektor hubungan kemasyarakatan dalam hal interaksi yang membutuhkan cost.

Karena permintaan dan pemasukkan yang sudah tidak sehat maka revitalisasi pun perlu diterapkan agar roda ekonomi masyarakt disekitar yang terdampak bisa pulih dan berkembang kembali.

Selain kegitan ekonomi yang menjadi prioritas dalam revitalisasi adalah perbaikan lingkungan yang mengalami degradasi. Lingkungan yang baik pastilah menjadi idaman setiap orang yang mendiami wilayah yang bersangkutan. Tentunya jika revitalisasi di lingkungan Monas sudah dianggap urgent maka lingkungan tanah, air, udara, dan sanitasi sudah pada ambang batas kerusakan dan tidak layak untuk didiami.

Sehingga perlakukan yang sepadan pun sudah dipikirkan kemudian dengan memperhatikan manusianya yang menempati kawasan itu dilakukan pembenahan-pembenahan. Tanpa adanya keikutsertaan warga yang mendiami wilayah maka hanya akan terjadi revitalisasi searah.

Revitalisasi juga dilakukan jika budaya pada wilayah itu sudah tidak lagi mencerminkan sebagai budaya nusantara yang penuh toleransi. Tentu saja kawasan Monas sebagai muka bangsa akan dilihat keanekaragamannya ketika setiap orang Indonesia mengunjunginya. Meskipun sudah ada TMII, sebagai gambaran Indonesia kecil, namun Monas lebih tegas menunjukkan identitas Negara Indonesia.

Tataran revitalisasi tidak hanya berhenti pada bentuk fisik, tataran rohani sebagai motor pencapaian nilai kehidupan yang paripurna. Tataran lambang yang ada pada puncak Monas, yang diibaratkan sebagai semangat yang selalu menyala. Semangat yang harus dihembuskan pada bangsanya.

Revitalisasi yang baik di suatu kawasan pastinya sudah mempertimbangkan, sisi ekonomi, lingkungan, budaya, dan yang pasti kawasan itu sudah rusak dan perlu adanya perbaikan-perbaikan. Tentunya kerusakan itu hanya terpusat pada bentuk Monas itu sendiri.

Misalnya bentuk yang mengalami kemiringan sepuluh sentimeter, kerusakan pada bagian-bagian Monas dari lantai dasar hingga tangg-tangganya, atau sekadar pembersihan dan penge-cetan dinding. Tentu saja hal elementer tidak akan menjadikan kegaduhan seperti sekarang ini. Jika adanya suatu sinkronisasi antara Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat.

Namun yang terjadi revitalisasi itu sudah merusak bentuk lingkungan yang sudah diusahakan kerindangannya. Lebih dari 200 pohon ditebang, tentu saja lahan itu mejdai gersang. Padahal Jakarta membutuhkan lebih banyak pohon untuk menetralisir udara yang pekat akibat polusi. Belum lagi fungsi resapan yang dihasilkan dari akar-akar pohon itu.

Merujuk Detik News (Selasa, 28 Januari 2020), Pemprov DKI ditengarai telah melakukan kesalahan ketika melakukan revitalisasi, tidak sesuai dengan Keppres No 25 Tahun 1995. Karena untuk merevitalisasi wilayah yang meliputi sesuai dengan keppres itu adalah Taman Medan Merdeka, Zona Penyangga Taman Medan Merdeka, dan Zona Pelindung Taman Medan Merdeka harus sesuai dengan aturan sesuai dengan pasal 3 Keppres 25/1995 harus ada lembaga yang telibat.

Lembaga yang memberikan kewenangan adalah:
1. Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, yang selanjutnya disebut Komisi Penagarah
2. Badan Pelaksana Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, yang selanjutnya disebut
Badan Pelaksana.

Sebagai Komisi Pengarah yang tentunya harus memberikan izin kegiatan namun hingga pembangunan berjalan belum ada. Sehingga Mensesneg yang sesuai dengan Keppres mempunyai tanggung jawab terhadap kawasan yang ditentukan tersebut meminta agar pembangunan itu dihentikan.

Disamping Mensekneg Pratikno, demikian juga DPRD DKI menginginkan penangguhan revitalisasi Monas bahkan tidak tanggung-tanggung Anggota Tim Advokasi PSI Patriot Muslim melaporkan Anies Baswedan ke KPK. Maksud apa yang ada dibenaknya? Katanya pelaporan itu tidak hanya, masalah Revitalisasi Monas yang menabrak tatanan hukum yang sudah berjalan, namun karena rangkaian panjang penyimpangan penganggaran yang mencurigakan.

Patut saja disimak fenomena yang terjadi di Jakarta, mungkin akan semeriah pengakuan raja-raja baru di Jawa yang kemudian digelandang oleh polisi karena membuat wabah kebangsaan yang makin tergerus karena sikap-sikap imajinatif liar dengan tidak memperhatikan filosofi bernegara.  atau hanya rangkaian peristiwa sebagaimana kita bernafas kadang lapang kadang bumpet. Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun