Hasratmu masih tersimpan rapi di peraduan
tak ada yang mampu mengusik  terlebih menyingkirkan
semua masih seperti mula ketika kau memintaku
menjaganya karena suatu saat akan diambil
begitu katamu
dari bulan kabangan hinga gerhana silih bersaji
tak ada asa menengok apa yang kau tinggal
hanya kata demi kata tersusun
bara demi bara dinyalakan agar berani menjamahnya
ternyata katamu lebih perkasa dari perintah raja
sehitam jelaga pada tiap detik menunggu
hadirmu kapan mengambil tuahmu
namun hanya luka  berbalut darah mongering
hingga saatnya kau beruluk salam
pada akhirnya aku harus mengalah
membiarkan hasratmu membakar kangenku
yang sudah menjadi puingpuing kemarahan
selanjutnya terbang bersama buih buih udara Â
(Pati, 12 Januari 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H