Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Jakarta Dimulai dari WC, Setuju?

8 November 2019   22:12 Diperbarui: 8 November 2019   22:31 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada gesture kepanikan manakala Gubernur Anis Baswedan ditanya  tentang kebijakan-kebijakannya yang akhir-akhir ini banyak diekspos oleh para netizen di twitter, facebook, dll.  atupun di dunia media televisi. Batas kontrol kepanikan tampak manakala Anis  menyilakan Bu Menteri Sri Mulyani yang akan menyisir anggaran Pemprov DKI, jika kurang kerjaan akan ditambahi lagi. 

 Ada bermacam-macam makna dari statemen itu, bisa diartikan memang Anis membuka tangan jika Menteri Keuangan ingin melihat anggaran yang sedang viral. Atau memang ada kekesalan dari seorang Anis yang selalu menjadi sorotan setelah  temuan item lem yang dananya melebihi 83 M. Bahkan oleh ICW tidak hanya 83 M, namun banyak item yang jumlah anggaraan melebihi 100 M.

Publik pun tidak akan bertanya dengan jumlah uang yang diperuntukkan aeng-aeng alias aneh-aneh. Kepuruntukkan tidak jelaslah yang membuat publik baik yang berdomisili di Jakarta menjadi tercengang apalagi seperti saya yang jauh dari Jakarta tentu heran juga.  Bukan hanya Lem dengan anggaran yang fantastis namun rencana  anggaran untuk septictank komunal dengan anggaran 166,2 M pada tahun anggaran 2020 (cnnindonesia.com).

Kalau rencana seperti ini untuk septictank mungkin sedikit bisa di nalar. Mengapa sedikit? anggaran itu sangat besar. Saya hanya bisa menduga septictank yang sangat kokoh, untuk menghilangkan imej Jakarta yang kurang bersahabat dengan kebersihan. Yang dipertunjukkan antara lain dengan penduduknya yang masi membuang hajat tidak pada tempatnya. Kejadian seperti ini dari media juga sering dipertontonkan penduduk jakarta yang masih membuang hajat langsung ke kali. Atau sudah ada yang  baik sedikit membuat wc namun belum bisa membuat septictank. Sama saja bukan? Berak di dalam rumah namun kotorannya berlanjut di permukaan.

Hal yang sangat baik jikalau mempercantik suatu bangunan apalagi  untuk  publik, mendahulukan bagian yang sangat vital, mengurusi  kepentingan yang tidak bisa ditunda, yaitu buang hajat. Dan septictank sebagai muara limbah hajat orang memang sudah menjadi kewajiban untuk dipendam, tidak dibuang kemana-mana lewat sungai sekalipun. Atau istilah adagium yang umum dipakai untuk melihat kemegahan sesuatu lihatlah  bagian belakang(wc)nya.

Rumah makan yang banyak pelanggannya pasti akan memperhatikan kamar kecilnya, hotel pun pasti akan memprioritaskan toilet. Rumah tempat tinggal pun pastilah akan memperlakukan WC nya sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan bahaya penyakit.  Bahkan Leya Cattleya lewat artikelnya di kompasiana dengan judul, Teror Bernama  Toilet menggambarkan betapa dahsyatnya kecelakaan yang ditimbulkan oleh isi septictank jika tidak dirawat dengan baik.  

Dan Jakarta untuk saat ini sebagai  kiblat berkehidupan modern bagi masyarakat Indonesia. Termasuk penataan pembuangan limbah manusia yang setiap hari tidak bisa ditunda itu. Dan biasanya tiap manusia akan membuang kotoran itu antara 125 -250 gram. Di samping nilai yang berkurang manakala feses itu dilihat oleh banyak. Coba bayangkan saat jalan di pinggir kali tiba-tiba melihat barang itu tidak hanyut-hanyut hanya berhenti di permukaan, satu kata. Jorok.

Tidak hanya jorok, tetapi bahaya lain yang mengancam manusia sangat banyak terdapat di dalamnya. Misalnya mikroba, telur cacing, materi organik (kompas.com), jikalau polutan ini tidak ditanam atau dikubur pastilah akan memahayakan kesehat lingkungan dan kesehatan manusia yang terpapar oleh feses itu.   Dan sebagian besar dari mereka untuk buang hajat tidak dibuang di septictank namun lebih banyak yang meneruskannya ke selokan atau kali-kali terdekat.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI per-Maret 2019 angka kemiskinan adalah 3.47 persen atau 365.55 ribu orang.   Adakah hubungan kemiskinan dengan penyediaan tempat pembuangan kotoran manusia. Tentunya signifikan, hal pertama yang nyata adalah penyediaan  tempat septictank. 

Tidak semua keluarga kurang  mampu di Jakata secara sadar bisa menyedian lahan kemudian membuatnya. Sehingga jalan yang termudah adalah membuangnya langsung ke atas permukaan air atau tanah. Atau bahkan si punya hajat itu sendiri yang pergi ke sungai atau ke kali kemudian membuangnya.  

Rencana Pemkot DKI dengan anggaran 166.2  M jika direalisasikan untuk membuat jamban dan septictanknya lebih dari cukup. Bahkan bisa sekalian untuk kamar mandi dan penampungan hujan di musim hujan agar tidak limpas ke mana-mana. Belum rencana untuk seri ke 10 Formula E dengan anggaran Rp767 M.  Hanya untuk sehari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun