Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ikan dari Kedung yang Ingin Kuceritakan

30 September 2019   21:26 Diperbarui: 21 September 2020   19:54 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
publicdomainvector.org

Angin bulan Agustus pada tahun ini terasa sangat kering, meskipun masih pagi hari. Hembusannya  sangat kuat  menghamburkan sampah-sampah kertas,  bekas bungkus jajan makanan berbagai macam makanan kecil, hingga  plastik-plastik pembungkus segala,  semuanya seperti berlomba-lomba naik lompat-lompatan ke udara. Kontras dengan jalan yang sudah berkelupas aspalnya sehingga menyisakan kerikil-kerikil  berdebu. Daun-daun pohon tinggal satu dua menggantung seakan-akan sangat tidak rela meninggalkan ranting-ranting yang sudah mengering.  Semuanya berjalan sangat  lambat tidak terkecuali  serombongan perempuan yang sedang berjalan beriringan sambil membawa semacam bakul  di samping kanan pinggang yang ditutupi kain. Tidak ada tawa di antara mereka, pandangan lurus ke bawah,  seolah-olah  mereka berjalan sambil menghitung tiap langkah yang diayunkan.

“Yu  legi, akan  kemana kok serombongan.” Tanya seorang perempuan di depan rumah yang tampak masih membawa sapu lidi di tangannya.

“Akan tilawat ke rumah Yu Surti, Kang Parman suaminya meninggal.” Jawab yu Legi sambil menghentikan langkahnya, dan membetulkan masker di wajahnya yang terlihat sudah kedodoran. Meskipun hanya orang desa, namun kesadaran mematuhi perintah memakai pelindung wajah selalu dtaati. Dan masker itu pun hanya dari kain biasa yang sudah kelihatan dipakai berkali-kali.

“Inalilahiwainaiahirojiun, kenapa yu?” tanya lagi si perempuan yang membawa sapu sambil berjalan menghampiri Legi yang berada di luar pagar.

“Anu Yu... “ Kata legi tidak bisa dilanjutkan karena temannya yang sudah berjalan agak jauh memanggilnya.

“Yu Legi cepat... “ Tampak salah seorang dari rombongan memanggilnya dengan melambaikan tangannya.

“Sudah dulu ya ... kae lho  rombonganku  gak sabaran.”

Si perempuan yang membawa sapu berdiri mematung, tampak sekali guratan kekagetan bercampur kesedihan dengan berita kematian Kang Parman.  Kejadian tiga hari yang lalu ketika pagi hari sebelum berangkat ke pasar dirinya masih bertemu. Ia melihat  Parman baik-baik saja, meski katanya agak sedikit meriang setelah pada malam harinya begadang di warung kopi di samping pasar. Saat itu dirinya masih sempat menasihatinya  untuk mengurangi kebiasaan melek  malam hari. Karena ia tahu Parman sudah punya riwayat asma yang menahun. Dan sangat ditekankan lagi sekarang lagi masa pandemic covid. Namun katanya dirinya sangat tidak bisa tidur kalau belum jam dua  malam. Jika sudah di jawab begitu ya lebih baik diam. Toh Parman bukan saudara apalagi suaminya.

Pada pertemuan yang tidak dikiranya sebagai  saat  penghabisan itu, Parman menjanjikan akan membawa ikan hasil tangkapannya. Dan tiga hari sejak itu tidak ada kabarnya, biasanya setelah menemui aku pagi-pagi sekali akan menyerahkan hasil tangkapan ikan. Kemudia akan kujual kembali di pasar. Jika  Parman menyerahkan ikan pada sore harinya akan aku berikan uangnya saat itu juga. Cara ini sudah lama sekali dilakukannya. Biasanya ia mendapat ikan dengan menjaring ikan di sungai di sebelah desa dekat pinggir hutan  atau kalau sempat akan melaut. Sangat kebetulan mungkin atau memang demikian kehendak Tuhan jika desaku di penuhi dengan sumber alam yang melimpah ruah. Dari kali pun bisa di dapat ikan Gabus, dan, lele. Jika mujur akan mendapat tangkapan yang cukup banyak cukup untuk makan empat hari.

Kalau mau melaut hasil yang didapat juga akan lebih banyak, bisa berkilo-kilo dari jenis kakap sampai cumi-cumi. Dan hasilnya juga bisa membuat dirinya prei  istirahat  katanya alias  tidak bekerja selama empat belas hari. Kalau sudah begitu biasanya aku sendiri  yang akan repot,  hanya bisa berjualan empat hari di pasar karena tidak ada lagi yang menjual ikan padanya. Hal itu dulu kerap terjadi sampai suatu saat dirinya tidak berdagang di pasar Karena tidak ada ikan yang dijual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun