Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Burung Garuda Simbol untuk PSSI, Pantaskah?

23 September 2019   09:49 Diperbarui: 23 September 2019   10:24 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: picanimal.com


Ada perasaan dag dig dari saat menunggu garuda belia bermain melawan tim yang sepadan bahkan mungkin di atas kelas. Saya memang tidak pergi kemana-mana bahkan janjian dengan istri saya untuk melihat petunjukkan wayang sebagai ucapan terimakasih karena temannya terpilih sebagai anggota DPR pusat saya abaikan. Saya hanya di rumah menyaksikan televisi dari  siang sampai sore yang disuguhi olah raga tepok bulu China Open, dan melirik-lirik sedikit sepak bola liga satu.

Tibalah pertandingan antara tim Indonesia U-16 melawan tim U-16 China. Saya tidak tahu mengapa tiba-tiba sangat antusias mengikuti dari jauh perjuangan mereka untuk berlaga di piala Asia tingkat junior. 

Mungkin dari sinilah akan terbuka juga pintu menuju kejuaraan dunia, terbuka masa depan yang menjadi bagian dari hidup mereka. Bahkan tujuan-tujuan lain sebagai anak-anak yang tidak jauh-jauh dari sepak bola.

Lebih dari 90 menit saya tidak beranjak dari kusi menyaksikan  garuda muda seperti prajurit Sparta menusukkan pedang ke kanan kiri melemparkan tombak tak terhitung jumlahnya ke arah lawan yang jumlahnya ratusan ribu. Meski hanya berjumlah 300-an orang lebih namun mereka mampu bertahan dari serangan musuh.  

Apakah sepakbola seperti perang? Pada dasarnya ketika seorang lelaki berjuang mempertahankan keyakinan dalam meraih sesuatu hemat saya adalah berperang. Sehingga tujuannya adalah berhasil. Namun hendaknya semangat yang dipakai adalah semangat yang mencerminkan suatu kejujuran yang dibalut dalam kecerdikan. 

Pertanyaan saya yang selalu mendasar adalah mengapa permainan sepak bola Indonesia selalu terpaku pada satu gaya pelatih. Kalau pelatihnya bagus, terseret juga permainan anak-anak kita. Kalau sedang-sedang saja jadilah pelengkap permainan saja. Nah kalau jelek... sia-sia saya bayar pajak. Apa hubungannya? Hehehehe

Semangat anak muda kita harus selalu diacungi jempol, dari saya masih kecil hingga sekarang sangat spartan, bahkan peningkatan skill selalu terjaga. Namun ketika sampai usia dewasa kok bisa letoy kurang greget itu ada apa? 

Tidak spartan, tidak terlihat lagi perjuangan garuda yang meliuk-liuk diangkasa dengan matanya yang sangat tajam mencari kelemahan mangsanya. Kemudian menukik menyambar, mencengkeram, tanpa belas. Kalau disadari betul itulah logo yang ada di dada mereka. Suatu perjuangan yang gagah selama mereka memakai seragam kebanggan sebagai tim nasional Indonesia.

Burung garuda simbol pemangsa yang ditakuti seluruh hewan darat begitu ceritanya, ia tidak perrnah lengah bisa mengukur kekutan sendiri dan kekuatan lawan. Tidak pernah ceroboh. 

Sehingga ketika melawan North Mariana sebagai tim lemah seharusnya tidak dipecundangi hingga demikan parah. Cukup empat atau lima saja toh pertandingan itu tidak berpengaruh apa-apa. 

Hanya akan menghasilkan trauma bagi kesebelasan yang dikalahkan. Kalau melawan Brunai dan Filipina sudah sepantasnya karena itu sebagai lawan yang memang akan berpengaruh signifikan pada perolehan nilai.

Ketika menemui lawan sepadan yaitu China dibabak akhir sangat terlihat garuda muda tidak seeksplosif saat melawan lawan-lawan sebelumnya. Tusukan-tusukan tajam harus selalu disertai dengan stamina yang luar biasa namun pada menit ke enam puluh berganti dengan pemain yang kejang karena kram. Intinya kelehan. 

Stamina drop sehingga salah umpan, tembakan tidak terarah. Skema yang diterapkan pun harus selalu gagal menjadi bagian yang membuat saya harus teriak-teriak-tentu saja tidak terdengar karena saya nun jauh dari Gelora Bung Karno-.

Kalau berkredo garuda sebagai simbol. sudah sewajarnyalah kalau pelatih dan pemain meyakini adanya suatu skema dan filosofi yang diyakini  akan menjadi gaya dalam persepakbolaan Indonesia. Suatu gaya yang elegan tidak 'gubras-gabrus' yang sangat menguras tenaga. Namun saya cukup terhibur dengan petandingan itu kita masih terjaga asanya untuk melangkah ke partai selanjutnya. 

Dengan angka yang sama dengan China sudah sewajarnya kalau garuda belia kita menjejakkan kakinya ke tingkat Asia. Kita datang sebagai runner up terbaik. Selamat datang di Asia Garuda mudaku melayanglah kemudian menukik untuk melumat lawanmu.

Jaya sepak bola Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun