Selain VR ada juga kecerdasan buatan lainnya, yaitu bedah robotika. Salah satu contoh dari bedah robotik adalah Da Vinci Surgical System. Robot ini membantu dokter melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh tangan manusia. Robot Da Vinci ini dibuat oleh Intuitive Surgical sebuah perusahaan di Amerika yang bergerak dibidang kesehatan. Dari hal tersebut bisa kita ketahui bahwa kecerdasan buatan yang memiliki teknologi canggih hanya membantu dokter dalam proses pembedahan merupakan hasil buatan manusia.Â
Benarkah Kecerdasan Buatan Bisa Menggantikan Peran Manusia?
Manusia yang mempelopori kecerdasan buatan
Perkembangan teknologi memang tidak bisa kita hindari. Namun sampai kapan pun kecerdasan buatan tidak dapat menggantikan peran manusia. Karena pada dasarnya, manusialah yang mempelopori atau mengawali adanya kecerdasan buatan melalui pemikiran-pemikiran yang timbul dari permasalahan yang ada. Dari kecerdasan buatan tersebut, permasalahan yang ada bisa terselesaikan dan secara langsung membantu manusia melakukan pekerjaannya. Kita juga bisa mengetahui bahwa kecerdasan buatan tidaklah secerdas manusia. Karena jika kita mengatakan bahwa kecerdasan buatan adalah teknologi yang sangat brilliant. Maka secara tidak langsung, kita mengatakan bahwa manusia juga sangat brilliant, karena manusia lah yang menciptakan dan mengembangkan kecerdasan buatan.Â
Kecerdasan buatan tidak memiliki kreativitas untuk terus berinovasi
Kecerdasan buatan tidak memiliki kreativitas seperti manusia. Kecerdasan buatan bekerja hanya dengan menyerap data yang diberikan dan mengidentifikasi setiap pola yang ada. Mereka sangat pandai dalam mengidentifikasi pola, tetapi tidak bisa memprediksi pola apa yang akan keluar. Apalagi menghubungkan suatu pola dengan pola yang tidak terkait, yaitu unsur penting untuk melakukan inovasi. Kita bisa mengambil contoh dari pengaplikasian kecerdasan buatan dalam dunia perbankan adalah aplikasi digital banking yang sangat memudahkan nasabah karena mereka tidak perlu lagi datang langsung ke bank terdekat. Inovasi teknologi seperti ini tidak lain dilakukan oleh manusia yang dikembangkan hingga menjadi bentuk aplikasi yang dapat memudahkan semua orang. Dari contoh tersebut juga kita bisa melihat bahwasanya kecerdasan buatan hanya mampu melakukan pekerjaan yang repetitif yaitu memverifikasi dan menyesuaikan data yang diberikan dengan sistem yang telah diprogramkan serta tidak bersifat spontanitas dan kreativitas.
Bonus Demografi
Di negara berkembang contohnya negara Indonesia. Bonus demografi negara Indonesia diperkirakan berada di periode puncak pada tahun 2020-2030. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Jumlah penduduk usia produktif yang besar menyediakan sumber tenaga kerja, pelaku usaha, dan konsumen potensial yang sangat berperan dalam percepatan pembangunan. Jika kita menerapkan kecerdasan buatan di negara berkembang seperti Indonesia, kita menjadi seperti ingin menyia-nyiakan para tenaga kerja usia produktif tersebut. Dan jika semua pekerjaan telah diambil alih hal ini akan memberikan dampak yang buruk bagi keadaan ekonomi negara tersebut. Hal ini bisa menambah beban negara, yaitu membuat rendahnya pendapatan rata-rata penduduk per kapita. Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa pendapatan per kapita sangat mempengaruhi pembangunan sebuah negara, dan menjadi tolak ukur kesejahteraan dari suatu negara terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia.Â