Mohon tunggu...
Nurul Fadillah
Nurul Fadillah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi FISIP Universitas Airlangga Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Layak disebut "Latah" ?

25 April 2012   09:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:07 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia negara  kaya dengan beragam bahasa, agama, budaya adalah cerita klasik dan perlu ditambah lagi adalah beragam fenomena. Semakin menua bumi pertiwi, dimana diatasnya telah banyak terjadi hal-hal yang mungkin pantas untuk disebut aneh baik dari aspek politik, ekonomi, sosial, bahkan budaya. Dari kejadian-kejadian tersebut biasanya diikuti dengan rentetan - rentetan yang mengikuti dibelakangnya. rentetan tersebut bisa disebut fenomena " latah " , latah itu sendiri adalah bermakna kegiatan yang terjadi akibat melihat objek atau aktivitas didekatnya sehingga kemudian diikuti secara spontanitas.

Sebut saja salah satu contohnya adalah pengobatan Tradisional, yakni " Batu Celup Ponari ", mungkin pada kenyataannya pengobatan ini memang seperti sulap yang mampu menyembuhkan segala penyakit. Jadi, tidak heran bagi pihak yang menyakini kekuatan Batu Celup itu lantas mendewakan Ponari. Nah, pembahasan tentang ponari cukup sampai disitu dulu. Tapi bukannya lantas berakhir, justru Ponari itu menjadi Trendsetter, setelah kejadian itu muncul berbagai pengobatan tradisional ala ponari di beberapa pelosok nusantara. Fenomena menyumbangkan " rasa latah " orang-orang Indonesia.

Fenomena kedua versi Indonesia Latah Awards adalah terjadinya semburan Lapindo yang terjadi di Kota Sidoarjo Jawa Timur. Mungkin tidak semua orang menyadari, setelah kejadiain semburan lumpur Lapindo terjadi selanjutnya dimedia visual banyak menyoroti wilayah-wilayah yang juga terjadi semburan lumpur. Padahal toh sampai sekarang berita -berita tersebut tidak berkembang dan hilang terhapus oleh waktu. seharusnya itu tidak perlu terjadi, letupan-letupan kecil yang biasa terjadi diarea persawahan karena aktivitas binatang dianggap semburan serupa dengan Lapindo, padahal sebelum ada peristiwa lapindo letupa-letupan tersebut jangankan disorot media digubris orang lewatpun tidak.

Yang ketiga kali ini, adalah munculnya binatang dalam jumlah besar. Nominasi pertama ulat bulu, bagi daerah tertentu binatang satu ini memang mewabah dan pantas disebut dengan serangan. Namun bagi daerah lainnya pada akhirnya lantas turut heboh karena adanya ulat bulu, padahal ulat bulu tersebut masih berjumlah normal-normal saja, karena rumor ulat bulu masih hangat lantas dihiperbola. Satu lagi adalah serangan hama tomcat yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa Timur, serangan ini memang cukup mencekam warga namun seharusnya oknum-oknum yang tidak tahu pasti bagaimana konkretnya si tomcat ini tidak perlulah menyebar informasi yang menyebabkan resah masyarakat, tapi apa boleh dikata jika wabah latah telah menyebar segalanya jadi memungkinkan untuk dipublikasikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun