Pernahkah kau menyaksikan seorang korban tetap diam? Tak mengatakan apapun tentang lukanya, tak menceritakan pada siapa pun tentang deritanya. Bukan karena dia tak MAU. Tapi karena dia tak MAMPU.
Sebenarnya . . .
Dia menangis, tapi dalam diam. Dia khawatir, tapi dalam diam. Dia gelisah, tapi dalam diam. Dia pun resah, tapi dalam diam.
Dia tak sanggup mengatakannya pada wanita yang mengajarkannya tentang cinta sebab Ia kan pasti terluka. Yang goresannya kan terukir sepanjang masa. Yang tangisannya kan tenggelamkan Samudera.
Dia pun tak kuat tuk menyampaikan pada Lelaki Hebat yang mengajarkannya tentang Bahagia. Sebab lelaki Hebat itu pasti kan berduka. Kemudian menderita yang seolah tak pernah bertemu Bahagia. Rasanya hancur tak berupa. Seolah berjalan tapi tak menginjak dunia
Dia tak sanggup bercerita pada saudara. Bukan karena tak percaya. Tapi tak ingin berbagi luka. Cukuplah ia yang merasa. Cukuplah ia yang menderita. Tak ingin dibagi pada siapa.
Ia hanya mengadu pada Rabb-Nya. Tentang semua yang ia rasa. Agar diberi kekuatan tuk menahan. Agar derita sebagai korban, dapat dia jadikan batu loncatan tuk bangkit merancang masa depan.
Untukmu yang belum mampu bercerita, kan ku pinjamkan telingaku. Tenang, mulut ini berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H