Mohon tunggu...
Nurul Chojimah
Nurul Chojimah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sayyid Ali Rahmatullah (SATU) Tulungagung

Hobi: membaca, meneliti, dan menulis. Topik paling diminati: linguistik (bahasa), pendidikan, dan kegiatan sehar-hari.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Me Gacoan, Tempat untuk Menikmati Mi atau Mencermati Bahasa?

23 Juli 2024   20:25 Diperbarui: 6 Agustus 2024   15:08 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukanlah penyuka mie. Sangat jarang saya makan mie. Bagi saya, makanan berbahan dasar terigu dan berbentuk pipih memanjang tersebut  bukanlah makanan yang menarik. Mie tidak bisa menggugah selera makan saya layaknya nasi lalapan atau sayur asem plus tempe goreng. Akan tetapi, saya tergerak hati untuk mencicipi mie di Me Gacoan di kota saya, karena saking populernya mie tersebut. Berdua dengan putri kedua, saya datangi outlet mie tersebut yang ada di Jl Tlogomas Malang.

Saya pesan mie dengan kepedasan level 1, sedangkan putri saya pesan level 8. Setelah menunggu beberapa saat, datanglah pesanan kami. Mie yang disajikan di piring ceper warna hitam tersebut bentuknya kecil memanjang dengan warna mengkilap karena minyak. 

Ditambah dengan taburan ayam tumbuk halus plus bawang merah goreng, dilengkapi dengan pangsit goreng sebagai topping dan rajangan daun bawang serta siraman sambal warna merah membuatnya terlihat sangat menarik. Sejenak saya pandang mie tersebut, dan kesan saya terhadap mie sedikit berubah. Saya tertarik dengan tampilan fisiknya. 

Appetizing alias sangat menggoda selera makan. Akhirnya, tanpa pikir panjang, saya pun menyantapnya, dan saya rasakan sesuatu yang beda. Mie tersebut terasa sangat sedap di lidah. Bumbunya terasa kuat, tapi tidak terlalu spicy hingga bisa berdamai dengan indra pengecap saya. Perpaduan antara mie yang tidak terlalu kenyal, ayam tumbuk yang garing dan gurih, sambal yang tidak terlalu pedas serta pangsit goreng yang renyah menghasilkan cita rasa mie yang berbeda dengan mie yang selama ini saya kenal. Saya menyantapnya sampai tuntas hingga serpihan mie terakhir.

Mie dengan  kepedasan level 8 (koleksi pribadi)
Mie dengan  kepedasan level 8 (koleksi pribadi)

Selain sajian mie yang cukup mengesankan, di outlet tersebut saya juga terkesan dengan kalimat-kalimat Bahasa Inggris yang terkesan cukup jenaka. Ada kalimat yang berbunyi Men to the left because women are always right. Kalimat tersebut ditulis di dinding kamar mandi sebagai petunjuk arah. Seandainya petunjuk tersebut disampaikan men to the left dan women to the right, maka pesan yang dikandungnya tunggal, yaitu toilet pria sebelah kiri, sedangkan toilet wanita sebelah kanan.

Petunjuk arah yang dikemas dalam kalimat metaforis (koleksi Pribadi)
Petunjuk arah yang dikemas dalam kalimat metaforis (koleksi Pribadi)

Interpretasi lain akan muncul ketika kalimat men to the left disambung dengan anak kalimat because women are always right sehingga keduanya mengandung hubungan sebab akibat. Anak kalimat because women are always right sebagai penyebab, sedangkan men to the left sebagai akibat. Dengan pola sintaksis seperti itu, maka kata right dalam anak kalimat tersebut tidak lagi bermakna 'kanan', melainkan bermakna 'benar', sedangkan kata left menjadi metafora dari tindakan yang salah atau keliru hingga pelakunya seharusnya mundur atau menyingkir. 

Mengapa? Karena kiri atau left selama ini diasosiasikan dengan kekeliruan,kesalahan, dan kekalahan. Dengan demikian, maka Men to the left because women are always right bisa diinterpretasikan kaum pria seyogyanya mengalah dan menyingkir   karena wanitalah yang selalu benar. Sebuah sindiran halus bagi wanita untuk tidak sering-sering merasa diri paling benar. Sebuah sindiran yang (mungkin) banyak orang tidak menyadarinya karena dibalut dalam bentuk pentunjuk arah.

Kalimat jenaka lain yang saya jumpai di oulet tersebut adalah don't worry if you stay hungry cause Gacoan is ready. Kalimat tersebut terasa jenaka karena bunyi yang dihasilkan. Ada tiga kata kunci yang berbunyi sama, yaitu worry, hungry, ready. Ketiganya berakhiran dengan huruf -y, dan berbunyi -i sehingga ketika ketiganya disejajarkan dalam satu kalimat akan menghasilkan repetisi bunyi yang menarik dan akhirnya bisa memorable bagi pembaca. Sebuah permainan bunyi bahasa yang piawai yang bisa sangat efektif untuk branding.

Permainan bunyi bahasa (koleksi pribadi)
Permainan bunyi bahasa (koleksi pribadi)

Rasa mie yang mantab dan ramah di dompet dan kalimat-kalimat jenaka yang bertebaran di banyak sudut adalah daya tarik tersendiri dari outlet Me Gacoan di Jl. Tlogomas Malang. Mana yang lebih menarik bagi saya, rasa mie yang aduhai atau tulisan-tulisan yang dikemas secara piawai? Jujur, sebagai penyuka bahasa, saya akan memilih bahasa yang dikemas secara piawai sebagai magnet. Sebagai bukan penyuka mie, saya tetap mengakui bahwa rasa mie di Me Gacoan benar-benar gacoan. Bagaimana dengan Anda?

Malang, 23 Juli 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun