Mohon tunggu...
Nurul Chojimah
Nurul Chojimah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sayyid Ali Rahmatullah (SATU) Tulungagung

Hobi: membaca, meneliti, dan menulis. Topik paling diminati: linguistik (bahasa), pendidikan, dan kegiatan sehar-hari.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kartu Pos hingga Makam Ulama Ada di Kampoeng Heritage Kajoetangan

25 Juni 2024   22:38 Diperbarui: 26 Juni 2024   14:06 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartu Pos sebagai tiket masuk (Koleksi Pribadi)

Kampoeng Heritage Kajoetangan adalah desa wisata yang terletak di daerah Kayutanagan kota Malang. Banyak jalan untuk masuk ke daerah wisata ini, salah satunya adalah Jalan Basuki Rahmat Gang 4. 

Destinasi wisata ini terletak di gang yang sepintas tidak berbeda dengan gang pada umumnya. Jalannya tidak lebar, bahkan bisa dikata sempit karena mobil tidak bisa masuk. 

Rumah berjejer di sepanjang gang dan hampir semuanya berpenghuni. Toko kelontong, penjual makanan, warung nasi, dan warung kopi ada di antara rumah penduduk yang padat tersebut hingga membuat suasana gang tersebut semakin hidup.

Kampoeng Heritage Kajoetangan adalah desa wisata dengan peninggalan generasi terdahulu (heritage) dan lingkungan sebagai andalan. Rumah-rumah tua tersebar di banyak sudut di desa ini. 

Makam tua tempat bersemayamnya jasad seorang ulama kharismatis ada di tengah-tengah rumah warga, sedangkan sungai kecil dengan air mengalir ada di penghujung kampung padat penduduk ini. 

Dengan "menjual" warisan generasi terdahulu dan lingkungan, Kampoeng Heritage bukanlah destinasi wisata yang keindahannya bisa dinikmati secara langsung layaknya wisata alam atau wahana dengan beragam permainan, melainkan destinasi wisata yang mengedepankan edukasi yang bisa menajamkan kognisi dan visi serta membeningkan hati. 

Spot penajaman kognisi pertama adalah di tempat mengisi buku tamu. Memasuki Gang 4, pengunjung diminta mengisi buku tamu dan membayar tiket sebesar Rp 5000. Tiketnya berbentuk kartu pos yang bergambar rumah-rumah tua yang ada di desa wisata tersebut. Tiket berbentuk kartu pos tersebut seperti 'memaksa' pengunjung  untuk belajar sejarah telekomunikasi di Indonesia. 

Pengunjung seperti disadarkan bahwa sebelum ada SMS dan WA, kita pernah mengalami era di mana ber-telekomunikasi tidak mudah dan membutuhkan waktu berhari-hari. Saat itulah kartu pos menjadi andalan masyarakat dalam berkirim pesan kepada kerabat dan teman. Tiket berupa kartu pos mengajak pengunjung untuk mengenang kembali keunggulan kartu pos. 

Melalui kartu pos, kita "dipaksa" belajar menulis kalimat efektif supaya semua pesan yang ingin kita sampaikan bisa terkomunikasikan di space yang sangat minimalis. 

Selain itu, melalui kartu pos, kita bisa mendapat banyak pengetahuan baru karena kartu pos selalu dilengkapi dengan gambar dan sedikit deskripsi. Gambar-gambar rumah kuno yang ada di kartu pos yang dibagikan petugas bisa menambah pengetahuan pembacanya tentang sejarah kota Malang arsitektur tempo dulu.

Kartu Pos sebagai tiket masuk (Koleksi Pribadi)
Kartu Pos sebagai tiket masuk (Koleksi Pribadi)

Gang-gang sempit di desa wisata ini juga menjadi spot sejarah arsitektur. Jika Anda ingin menikmati keindahan bangunan rumah dengan disain lama, di sinilah tempatnya. Ada banyak rumah yang dibangun di awal tahun 1900-an yang masih terawat dan masih bertahan dengan disain awal. 

Ke-jadul-an disain bangunan bisa dilihat dari bentuk pintu, bentuk atap, model angin-angin, bentuk teras, dan lantai. Bentuk pintu kupu tarung, jendela dengan dua daun di kiri dan kanan, lantai dari ubin atau tegel warna kuning menjadi ciri khas dari rumah-rumah tersebut.

Salah Satu Rumah Tua (Koleksi Pribadi)
Salah Satu Rumah Tua (Koleksi Pribadi)

Adanya makam Mbah Honggo alias Pangeran Honggo Koesoemo melengkapi spot sejarah di desa wisata ini. Mbah Honggo adalah seorang ulama kharismatis yang hidup di abad ke-8 masehi. Beliau adalah guru spiritual keluarga Bupati pertama Malang R.A.A Notodiningrat. 

Di bawah pohon besar dan di hadapan beberapa rumah penduduk, kompleks makam Mbah Honggo terletak. Di kompleks tersebut, selain Mbah Honggo, juga disemayamkan dua makam dewasa dan satu makam anak kecil. Kompleks makam ini sama sekali tidak mengesankan keangkeran.

Jalan Menuju Kompleks Makam Mbah Honggo (Koleksi Pribadi)
Jalan Menuju Kompleks Makam Mbah Honggo (Koleksi Pribadi)

Tempat Persemayaman Jasad Mbah Honggo (Koleksi Pribadi)
Tempat Persemayaman Jasad Mbah Honggo (Koleksi Pribadi)

Selain spot sejarah, hal lain yang layak dipelajari dari desa wisata ini adalah kebersihan dan kenyamanan lingkungan yang terjaga dengan baik. Jalan setapak di lingkungan ini rapi dan asri. Jalan paving bersih dari sampah sehingga menyamankan pejalan kaki. Petunjuk arah ada di banyak tempat sehingga tidak membingungkan pengunjung. 

Sungai di penghujung desa wisata ini terkesan sangat bersih. Plengsengan di kiri kanan sungai bersih, tidak ada bekas noda kotoran. Di dalam sungai juga nyaris tidak ada sampah. Meski warna air tidak sebening air pegunungan atau air sungai di Belanda, tetapi ketiadaan sampah di sungai yang mengalir dengan sangat lancar tersebut membuat sungai ini cukup nyaman untuk dilihat.

Lingkungan Padat Penduduk yang Asri (Koleksi Pribadi)
Lingkungan Padat Penduduk yang Asri (Koleksi Pribadi)

Sudut lain dari Kampoeng Heritage yang tampak bersih dan rapi (Koleksi Pribadi)
Sudut lain dari Kampoeng Heritage yang tampak bersih dan rapi (Koleksi Pribadi)

Sungai yang bersih dengan air mengalir lancar (Koleksi Pribadi)
Sungai yang bersih dengan air mengalir lancar (Koleksi Pribadi)

Itulah sebagian kecil dari keistimewaan Kampoeng Heritage Kajoetangan. Memang tidak terlalu mudah menangkap keindahan dari rumah kuno, makam ulama kharismatis, dan sungai bersih di tengah kampung padat penduduk. 

Dibutuhkan ketajaman kognisi untuk bisa menangkap keindahan di balik kartu pos di era medsos yang sedemikian dominan. Kognisi tinggi juga diperlukan untuk bisa merasakan eksotisme di balik ke-jadul-an arsitektur rumah tua. 

Diperlukan kebeningan hati untuk bisa menangkap pesan di balik makam seorang ulama. Dibutuhkan kepekaan lingkungan untuk bisa mengagumi bersihnya sungai di tengah perkampungan yang sangat padat penduduk. 

Mengunjungi Kampoeng Heritage Kajoetangan ibarat mengasah penglihatan mata, menajamkan kognisi dan visi, serta membeningkan hati. 

So, jika Anda ingin berwisata yang tidak semata-mata untuk mencari hiburan tetapi juga ingin mengasah pikiran dan hati, kunjungilah Kampoeng Heritage Kajoetangan. Banyak keuntungan, terutama keuntungan immaterial yang akan Anda dapat.

Malang, 25 Juni 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun