Gang-gang sempit di desa wisata ini juga menjadi spot sejarah arsitektur. Jika Anda ingin menikmati keindahan bangunan rumah dengan disain lama, di sinilah tempatnya. Ada banyak rumah yang dibangun di awal tahun 1900-an yang masih terawat dan masih bertahan dengan disain awal.Â
Ke-jadul-an disain bangunan bisa dilihat dari bentuk pintu, bentuk atap, model angin-angin, bentuk teras, dan lantai. Bentuk pintu kupu tarung, jendela dengan dua daun di kiri dan kanan, lantai dari ubin atau tegel warna kuning menjadi ciri khas dari rumah-rumah tersebut.
Adanya makam Mbah Honggo alias Pangeran Honggo Koesoemo melengkapi spot sejarah di desa wisata ini. Mbah Honggo adalah seorang ulama kharismatis yang hidup di abad ke-8 masehi. Beliau adalah guru spiritual keluarga Bupati pertama Malang R.A.A Notodiningrat.Â
Di bawah pohon besar dan di hadapan beberapa rumah penduduk, kompleks makam Mbah Honggo terletak. Di kompleks tersebut, selain Mbah Honggo, juga disemayamkan dua makam dewasa dan satu makam anak kecil. Kompleks makam ini sama sekali tidak mengesankan keangkeran.
Selain spot sejarah, hal lain yang layak dipelajari dari desa wisata ini adalah kebersihan dan kenyamanan lingkungan yang terjaga dengan baik. Jalan setapak di lingkungan ini rapi dan asri. Jalan paving bersih dari sampah sehingga menyamankan pejalan kaki. Petunjuk arah ada di banyak tempat sehingga tidak membingungkan pengunjung.Â
Sungai di penghujung desa wisata ini terkesan sangat bersih. Plengsengan di kiri kanan sungai bersih, tidak ada bekas noda kotoran. Di dalam sungai juga nyaris tidak ada sampah. Meski warna air tidak sebening air pegunungan atau air sungai di Belanda, tetapi ketiadaan sampah di sungai yang mengalir dengan sangat lancar tersebut membuat sungai ini cukup nyaman untuk dilihat.
Itulah sebagian kecil dari keistimewaan Kampoeng Heritage Kajoetangan. Memang tidak terlalu mudah menangkap keindahan dari rumah kuno, makam ulama kharismatis, dan sungai bersih di tengah kampung padat penduduk.Â