Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Medsos: Jarimu Surgamu atau Nerakamu?

8 Februari 2017   16:19 Diperbarui: 21 Februari 2017   11:15 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang nggak kenal sama Media Sosial ya, di saat sekarang ini? Sepertinya kok hampir tidak ada. Bahkan, Ibu saya yang berusia senja saja, dengan fasih menyebut “anakmu tadi wa-an sama Omnya, blab la bla” yang menunjukkan kalau kosa kata wa (whatsapp) pun sudah masuk dalam daftar kata-kata yang familier bagi Beliau. He he he…

Namun, tidak semua kita mampu memilah dan memilih konten saat beraktivitas di media sosial ini. Sebut saja, kasus F yang sempat diusir dari Jogja, buah kata-kata “manis” yang diunggahnya di media sosial. Atau kasus cuitan FH di twitter yang menuai hujatan karena dianggap menghina para pahlawan devisa. Masih banyak kasus-kasus lain, tentunya.

Sebagai pengguna aktif media sosial, tak jarang kita merasa tidak nyaman ketika membaca status yang negatif, kasar, bermuatan olok-olok, atau mengandung fitnah, hoax, dan semacamnya. Demikian pula ketika mencermati kadar keaktifan di media sosial orang Indonesia yang tergolong amat tinggi, kita patut saling mengingatkan mengenai adab atau etika kita dalam bermedia sosial. Berikut beberapa catatan terkait hal ini:

  • Selalu Ingat Tujuan Kita Bermedia Sosial

Untuk apa kita menggunggah sebuah postingan? Sebagian kita menjawab: untuk berbagi informasi. Ada juga yang ingin mengekspresikan diri. Sebagian lain memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi dan branding. Ada pula yang memanfaatkannya sebagai media penyambung silaturrahmi.

Selalu ingat tujuan kita tersebut. Dan kembali kita ingatkan (pada diri sendiri) ketika kita mulai melenceng dari tujuan semula.

  • Sadari Siapa yang Bisa Melihat/ Membaca/ Merespons.

Oh… jangan salah, banyak pengguna media sosial yang enggan memikirkan hal ini. Ia bermedsos dengan prinsip menjunjung tinggi kebebasan, suka-suka gue dong..kan medsos gue, loe kepo amat!

Sejujurnya, mungkin para pengguna yang seperti ini lupa akan kekuatan pengaruh media sosial di era digital ini. Kalau Anda seorang pegawai dan hobi mengunggah postingan buruk tentang perusahaan Anda, hmm..jangan heran kalau Anda bisa memperoleh akibat negatif berupa surat peringatan hingga Pemutusan Hubungan Kerja.

Maka, kalau postingan tertentu yang Anda unggah memang hanya ditujukan untuk sahabat dekat, Anda bisa menyesuaikan settingnya. Di facebook misalnya, ada pilihan siapa saja yang bisa melihat postingan Anda atau meresponsnya. Tidak semua hal yang kita alami perlu dan layak ditampilkan ke depan publik. Publik itu bisa siapa saja lho, dan kita tak sepenuhnya pegang kendali begitu postingan itu menyebar.

  • Apakah Itu Benar? Baik? Dan Bermanfaat?

Ini prinsip sederhana yang manjur. Yang pertama, perlu kita coba tanya dan telaah mengenai valid tidakkah konten yang kita posting. Bukankah kalau kita mendengar sesuatu dalam kehidupan sehari-hri, kita biasanya melakukan rechecking informasi. Nah, lakukan hal itu juga ketika bermedia sosial.

Ketika hal itu benar, kita perlu pertimbangkan lagi: Hal tersebut baik atau tidak? Tentu tak seorangpun ingin aib-nya disebarluaskan di media sosial. Berlaku juga bagi orang tua yang hobi memosting foto anak-anak mereka. Jangan posting foto yang berpotensi membuat mereka malu, atau beresiko disalahgunakan pihak yang berniat buruk. Misal: foto anak yang sedang berbusana minim/ tak pakai baju/ tak pantas (meskipun ia masih bayi / balita/ usia kanak-kanak awal). Hal ini beresiko negatif bagi anak (misal: ia bisa di-bully teman), sekaligus dapat disalahgunakan bagi mereka di luar sana yang punya gangguan pedofilia.

Yang juga tak boleh lupa yakni manfaat postingan kita. Harus ada? Sebaiknya: Ya! Ketika kita suka berbagi info yang bermanfaat, tentunya medsos dapat membantu melipatgandakan kecepatan peredaran informasi yang kita unggah tersebut. Misalkan: sharing tips parenting, sharing resensi buku baru, sharing lokasi wisata yang kekinian, dan lain sebagainya.

Namun sebaliknya, apabila kita suka memosting berita yang tak jelas kebenarannya, apalagi yang berpotensi membuat orang lain takut/ khawatir/ malu/ marah dan berbagai emosi negatif lainnya, maka medsos akan membuat keburukan tersebut beredar secepat kilat, dan efek buruknya tentu akan berlipat, beranak pinak. Tentu kita tak inginkan hal itu terjadi bukan?

  • Prinsip Komunikasi di Dunia Nyata Masih Berlaku

Silahkan untuk bermedia sosial. Namun, sebagaimana berinteraksi di dunia nyata, tentu ada golden rules-nya. Saya meyakini hal ini tetap penting kita pegang erat-erat. Misalkan: Tidak mengunggah postingan yang berpotensi mempermalukan orang lain, menjelek-jelekkan instansi tepat kita bekerja, atau menyebarkan rahasia instansi, dan masih banyak lagi.

Mari kita memilih menjadi pengguna media sosial yang positif dan bertanggung jawab. Salam hangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun