Penerapan Hukum Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah: Perbandingan antara Indonesia dan Singapura
 Lathifah Hanim . Najid Tamim . Nurudin YusufÂ
Lathifah.hanim@yahoo.co.id, najidtamim087@gmail.com, nurudiny3@gmail.comÂ
Fakultas HukumÂ
ProgramStudi Ilmu HukumÂ
Universitas Islam Sultan Agung SemarangÂ
AbstrakÂ
Penelitian ini mendalami penerapan Hukum Adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia dan Singapura melalui pendekatan perbandingan. Latar belakangnya melibatkan konteks sejarah, pengaruh multikultural, dan upaya penyelarasan dengan hukum modern dalam membentuk penerapan Hukum Adat di kedua negara. Dengan metode penelitian studi pustaka, analisis literatur, dan wawancara dengan ahli hukum dan pemangku kepentingan, penelitian ini mengeksplorasi perbedaan dan kesamaan dalam pendekatan serta mekanisme penyelesaian sengketa tanah. Temuan penelitian mengindikasikan bahwa Indonesia dan Singapura, meskipun memiliki warisan budaya yang kaya, menghadapi tantangan berbeda dalam mempertahankan relevansi Hukum Adat. Sementara di Indonesia Hukum Adat tetap kuat di tingkat lokal, di Singapura, integrasinya dalam konteks hukum nasional yang didasarkan pada warisan hukum Inggris menunjukkan upaya untuk menyelaraskan tradisi lokal dengan struktur hukum modern. Penelitian ini memberikan wawasan mendalam dan relevan terhadap penyelesaian sengketa tanah dan penerapan Hukum Adat dalam konteks hukum nasional di kedua negara.
 Kata Kunci: Hukum Adat, Hukum Indonesia, Hukum Singapura
 A. PendahuluanÂ
Penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah adalah aspek krusial dalam memelihara keseimbangan sosial dan keadilan di suatu masyarakat. Hukum adat, sebagai sistem hukum yang bersumber dari tradisi dan norma lokal, memainkan peran penting dalam menjaga ketertiban dan kedamaian. Meskipun setiap negara memiliki kerangka hukum adatnya sendiri, perbandingan antara implementasi hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia dan Singapura menimbulkan pertanyaan mendalam tentang adaptasi, efektivitas, dan relevansi hukum adat dalam konteks modern. Perkembangan globalisasi menimbulkan kompleksitas tersendiri dalam penyelesaian sengketa tanah. Di Indonesia, keragaman adat istiadat dari berbagai daerah memunculkan permasalahan mengenai konsistensi dan harmonisasi hukum adat  dengan sistem hukum formal. Sementara itu, Singapura sebagai negara yang modern dan maju menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan hukum adat dengan kebutuhan hukum formal yang lebih terstruktur. Permasalahan mendasar ini menuntut pemahaman mendalam dan analisis kritis terhadap adanya efektivitas terhadap penerapan hukum adat dalam menyelesaikan sengketa tanah di dua konteks yang berbeda. Dalam hal ini perlu adanya penyelesaian sengketa tanah melibatkan integrasi yang seimbang antara hukum adat dan sistem hukum formal. Pengakuan terhadap nilai-nilai lokal dan kepentingan nasional merupakan landasan bagi penyelesaian yang adil dan berkelanjutan. Keselarasan ini juga harus memperhitungkan keragaman budaya dan sistem hukum masyarakat, sehingga solusi yang dihasilkan dapat mengakomodasi konteks lokal dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, artikel ilmiah iakan meeliti lebih lanjut tentang implementasi hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia dan Singapura. Analisis perbandingan antara kedua negara diharapkan dapat mengungkap perbedaan signifikan, kendalakendala yang dihadapi, dan potensi solusi yang dapat diadaptasi. Melalui pendekatan ilmiah, artikel ini akan memberikan kontribusi dalam merumuskan kebijakan hukum yang lebih efektif dan kontekstual, guna meningkatkan penyelesaian sengketa tanah yang adil dan berkelanjutan di masa depan.Â
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ada dalam artikel ilmiah ini meliputi:
 - Bagaimana adanya penerapan hukum adat dalam rangka penyelesaian sengketa tanah di Indonesia?Â
- Bagaimana penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Singapura?
 - Apa perbedaan utama dalam penerapan hukum adat untuk menyelesaikan sengketa tanah  antara Indonesia dan Singapura?Â
 1 Tan, K. Y. (2008). The Role of Customary Law in Sustainable Development: AnAsian Perspective. Asia Pacific Journal of Environmental Law, 11(1), 3-24. 3Â
 C. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia dan Singapura. Langkah pertama adalah identifikasi sumber pustaka yang relevan, seperti buku, artikel jurnal, tesis, dan dokumen resmi terkait hukum adat, penyelesaian sengketa tanah, serta konteks sosial dan hukum di kedua negara. Selanjutnya, penelitian ini melakukan analisis konteks sejarah dan budaya di Indonesia dan Singapura yang berpengaruh pada perkembangan hukum adat dan juga adanya penyelesaian sengketa tanah. Proses dala membuat adanya perbandingan dilakukan dengan menganalisis konsep dan implementasi hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di kedua negara. Fokus penelitian mencakup perbandingan aspekaspek kunci hukum adat yang relevan, dengan memperhatikan perbedaan dan persamaan antara Indonesia dan Singapura. Selanjutnya, dalam penelitian ini akan mengevaluasi terkait dengan kasus-kasus konkret dan keputusan hukum terkait penyelesaian sengketa tanah yang melibatkan hukum adat di kedua negara untuk memahami dampak dan efektivitasnya yang dilakukan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Analisis kritis terhadap literatur melibatkan evaluasi metode dan temuan penelitian sebelumnya serta pengidentifikasian celah pengetahuan yang dapat diisi oleh penelitian ini. Metodologi ini juga mencakup pemahaman terhadap isu-isu kontemporer terkait penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah, termasuk tantangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat modern di Indonesia dan Singapura. Melalui pendekatan ini, diharapkan penelitian dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami perbedaan dan kesamaan serta efektivitas penerapan hukum adat dalam konteks penyelesaian sengketa tanah di kedua negara.Â
D. Pembahasan
 1. Penerapan Hukum Adat di Indonesia:Â
 Seperti yang telah diketahui bahwa keberagaman budaya dan sejarah yang telah membentuk lanskap hukum di negeri ini. Sejak masa prakolonial, masyarakat adat di Indonesia telah mengembangkan sistem hukum yang unik, yang bukan hanya mencakup norma-norma hukum, tetapi juga nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Konsep-konsep ini mengakar dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat adat di berbagai daerah. Sejarah hukum adat di Indonesia dapat ditelusuri sebelum masa penjajahan, di mana setiap suku dan komunitas memiliki tata hukumnya sendiri. Sistem hukum adat sering kali bersifat partisipatif, dengan keputusan yang diambil melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama. Nilai-nilai lokal dan kehidupan sehari-hari tercermin dalam norma-norma hukum adat ini, menciptakan kekayaan dan keragaman dalam konsep dan prinsipnya. Pengaruh kolonialisme memberikan dampak signifikan terhadap penerapan hukum adat. Pemerintah kolonial cenderung mengabaikan atau mengubah norma-norma hukum adat sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Meskipun beberapa aspek hukum adat mungkin hilang, sebagian besar tetap bertahan dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Dualisme sistem hukum, dengan hukum adat dan hukum nasional berdampingan, menjadi ciri khas dalam perjalanan evolusi hukum di Indonesia. Hukum adat di Indonesia juga mencerminkan perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam. Banyak norma hukum adat terkait erat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat adat dalam memelihara keseimbangan ekosistem dan menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Konsep ini seringkali bertentangan dengan pola pembangunan modern yang  sering kali merusak alam, sehingga hukum adat dapat dianggap sebagai alat untuk mempertahankan harmoni dengan lingkungan. Selain itu, perbedaan antara sistem matrilineal dan patrilineal dalam penerapan hukum adat menunjukkan variasi dalam tata kelola keluarga, warisan, dan hak-hak kepemilikan. Beberapa masyarakat adat di Indonesia menghitung garis keturunan melalui ibu, sementara yang lain mengikuti garis ayah. Pemahaman mendalam terhadap perbedaan ini menjadi penting dalam mengevaluasi bagaimana hukum adat diimplementasikan di berbagai daerah. Dalam hal ini ketika dalam suatu konflik tersebut melibatkan adanya proses penyelesaian sengketa tanah, terlihat konflik dualisme antara hukum adat dan hukum nasional. Pertentangan antara kepentingan masyarakat adat yang ingin mempertahankan tradisi lokal dengan kepentingan ekonomi atau investasi yang mungkin tidak selaras dengan hak-hak tradisional menciptakan kasuskasus yang kompleks. Proses penyelesaian sengketa ini seringkali memerlukan pendekatan yang cermat dan rinci untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah berupaya untuk dapat mengintegrasikan adanya hukum adat ke dalam sistem hukum nasional yang digunakan sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya dan hak-hak masyarakat adat. Meskipun demikian, masih terdapat tantangan yang tetap ada dalam upaya untuk dapat menyeimbangkan modernisasi dengan pelestarian nilai-nilai dan norma hukum adat. Lembaga adat berperan sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa tanah, membantu mencapai keseimbangan antara kebutuhan masyarakat adat dan juga adanya dinamika pembangunan nasional. Beberapa kasus penyelesaian sengketa tanah yang melibatkan hukum adat telah menjadi kontroversial dan menyoroti ketegangan sosial dan politik. Evaluasi kasus-kasus ini membutuhkan pertimbangan yang seksama terhadap nilainilai kultural, hak asasi manusia, dan dampak lingkungan. Dengan memahami dan menghormati hukum adat, Indonesia dapat melangkah menuju sistem hukum yang lebih inklusif, menggabungkan kekayaan budaya dengan kebutuhan perkembangan yang berkelanjutan.Â
2. Penerapan Hukum Adat di Singapura:Â
Penerapan Hukum Adat di Singapura dalam hal ini menunjukkan adanya kompleksitas dinamika antara keberagaman budaya dan modernisasi yang cepat. Walaupun seperti yang telah diketahui bahwa Negara Singapura merupakan negara maju dan perkotaan, akar budaya dan nilai-nilai hukum adat tetap berakar dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat Singapura. Untuk lebih memahami penerapan Hukum Adat di Singapura, perlu diperhatikan mengenai beberapa aspek kunci, seperti konteks sejarah, pengaruh multikultural, upaya penyelarasan dengan hukum modern, adanya peran hukum adat yang digunakan dalam melakukan penyelesaian sengketa, dan dampaknya pada aspek-aspek kehidupan masyarakat yang ada di Negara Singapura tersebut. Sejarah panjang Singapura mencakup kontribusi berbagai kelompok etnis, seperti Melayu, Tionghoa, India, dan Eropa, yang membentuk keragaman budaya di negara ini. Pada masa pra-kolonial, tradisi dan adat istiadat lokal menjadi pijakan masyarakat Singapura. Meskipun era kolonialisme membawa perubahan besar, nilai-nilai hukum adat tetap terjaga, membentuk dasar budaya yang kuat di Singapura. Karakter multikultural Singapura menjadi fondasi kuat dalam penerapan Hukum Adat. Kehidupan masyarakatnya dipengaruhi oleh keberagaman etnis, dan hukum adat mencoba mencerminkan adanya keanekaragaman budaya ini. Setiap kelompok etnis memiliki tradisi dan praktik hukum adat yang dihormati, memberikan kontribusi pada identitas nasional yang beragam. Keragaman ini bukan hanya dinilai, tetapi juga diakui sebagai salah satu kekayaan utama yang dimiliki oleh Singapura. Singapura, sebagai negara modern, telah mengadopsi sistem hukum yang utamanya didasarkan pada hukum Inggris. Meskipun demikian, pemerintah memahami pentingnya menyelaraskan hukum adat dengan struktur hukum modern. Langkahlangkah legislatif telah diambil untuk mengakui dan melindungi hak-hak tradisional, menciptakan kerangka kerja yang mencerminkan sikap inklusif terhadap kekayaan budaya dan nilai-nilai masyarakat adat. Dalam penyelesaian sengketa, masyarakat di Singapura masih cenderung memilih mekanisme hukum adat, terutama di komunitas etnis tertentu. Proses musyawarah dan mediasi menjadi bagian integral dari penyelesaian sengketa di tingkat lokal. Norma-norma hukum adat menjadi pedoman yang dihormati, menciptakan mekanisme inklusif dan partisipatif. Peran hukum adat dalam penyelesaian sengketa menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitasnya terhadap kebutuhan lokal. Praktik-praktik hukum adat masih memberikan pengaruh dalam aspek-aspek seperti pernikahan dan warisan di Singapura. Meskipun proses pernikahan resmi dan sistem hukum warisan nasional dapat mencerminkan adopsi nilai-nilai hukum modern, beberapa komunitas tetap mempertahankan tradisi hukum adat mereka. Ini mencerminkan usaha untuk menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian nilai-nilai tradisional yang memiliki signifikansi budaya. Perlindungan Terhadap Hak Masyarakat Adat: Pemerintah Singapura menunjukkan komitmen untuk melindungi hak-hak masyarakat adat. Ini termasuk upaya pelestarian budaya dan kearifan lokal. Melalui langkah-langkah  legislatif dan kebijakan, pemerintah menciptakan kerangka kerja yang mendukung pelestarian nilainilai budaya dan memastikan keberlanjutan praktik-praktik hukum adat yang memiliki nilai signifikan dalam kehidupan masyarakat. Meskipun ada upaya pelestarian, penerapan Hukum Adat di Singapura tidak lepas dari tantangan dan dinamika modernisasi. Pergeseran nilainilai dan prioritas dalam masyarakat perkotaan menimbulkan tekanan terhadap kelangsungan hukum adat. Tantangan ini mencakup menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat multikultural dengan persyaratan hukum modern yang terus berkembang. Fleksibilitas dan adaptabilitas hukum adat menjadi kunci dalam mengatasi adanya dinamika ini.Â
2 Li, T. M. (2000). Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot. Comparative Studies in Society and History, 42(1), 149-179
3. Perbandingan Hukum Adat di Indonesia dan Singapura Â
Penerapan Hukum Adat di Indonesia dan Singapura mencerminkan perbedaan konteks sejarah, pengaruh multikultural, penyelesaian sengketa, dan upaya penyelarasan dengan hukum modern. Meskipun keduanya memiliki warisan budaya yang kaya, perbedaan dalam perkembangan sejarah dan struktur hukum nasional memberikan ciri khas tersendiri pada penerapan Hukum Adat di kedua negara ini. Indonesia, dengan sejarah yang panjang dan keragaman etnis yang besar, memiliki tradisi hukum adat yang sangat beragam dan diakar dalam budaya setiap suku. Sejak masa pra-kolonial, setiap komunitas di Indonesia telah mengembangkan sistem hukum adatnya sendiri, mencerminkan nilai-nilai lokal dan kehidupan sehari-hari mereka. Â Meskipun masa kolonialisme membawa perubahan besar, nilai-nilai hukum adat tetap bertahan dan menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat adat di berbagai daerah. Di Singapura, sejarahnya juga melibatkan berbagai kelompok etnis, namun dalam konteks yang lebih kecil dan padat penduduk. Pengaruh kolonialisme Inggris di Singapura menciptakan perbedaan dalam cara hukum adat berkembang, dengan upaya penyelarasan dengan hukum Inggris yang membentuk penerapannya. Keberagaman budaya di Indonesia tercermin dalam pengaruh multikultural yang kuat pada penerapan Hukum Adat. Dengan lebih dari 300 suku bangsa dan bahasa yang berbeda, setiap kelompok etnis di Indonesia memiliki tradisi dan adat istiadat hukum yang unik. Hukum adat di Indonesia mencerminkan keragaman tersebut dan menciptakan variasi besar dalam konsep dan prinsip hukum adat. Di Singapura, meskipun juga multikultural, terdapat dominasi tiga kelompok etnis utama: Melayu, Tionghoa, dan India. Pengaruh keberagaman ini tercermin dalam upaya untuk menghormati dan mengakomodasi nilai-nilai hukum adat dari berbagai kelompok etnis. Keberagaman ini bukan hanya dihargai sebagai ciri khas, tetapi juga diakui sebagai kekayaan utama Singapura. Penyelesaian sengketa dengan hukum adat di Indonesia seringkali melibatkan proses musyawarah dan mediasi di tingkat lokal. Sistem ini menekankan keputusan yang diambil untuk kepentingan bersama, menciptakan mekanisme yang bersifat inklusif dan partisipatif. Namun, tantangan muncul ketika terjadi konflik antara hukum adat dan hukum nasional, terutama dalam konteks kepemilikan tanah dan pemanfaatan sumber daya alam. Di Singapura, penyelesaian sengketa dengan hukum adat juga melibatkan proses musyawarah dan mediasi, terutama di tingkat komunitas 10 etnis tertentu.3 Pemerintah Singapura berupaya menciptakan mekanisme penyelesaian sengketa yang menghormati nilai-nilai hukum adat sambil tetap mematuhi kerangka hukum nasional yang lebih terpusat pada warisan hukum Inggris. Indonesia mengalami dualisme hukum antara hukum adat dan hukum nasional. Meskipun pemerintah berupaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai hukum adat ke dalam hukum nasional, tantangan tetap ada dalam menyeimbangkan kebutuhan modernisasi dengan pelestarian nilai-nilai dan norma hukum adat. Lembaga adat juga memainkan peran penting dalam penyelesaian sengketa dan pelestarian budaya. Di Singapura, kebijakan hukum lebih terpusat pada hukum Inggris. Upaya telah dilakukan untuk menyelaraskan hukum adat dengan struktur hukum modern, menciptakan kerangka hukum yang mengakui dan melindungi hak-hak tradisional tanpa mengabaikan perkembangan hukum nasional. Meskipun Singapura tidak memiliki warisan hukum adat yang sekuat Indonesia, negara melarang ini menghargai dan mencoba untuk mengintegrasikan warisan budaya lokal ke dalam struktur hukumnya. Pemerintah Indonesia telah meningkatkan upaya dalam melindungi hak-hak masyarakat adat, terutama dalam konteks pelestarian lingkungan dan hakhak tanah. Meskipun terdapat konflik dan tantangan, langkahlangkah legislatif dan kebijakan telah ditempuh untuk mendukung hak-hak masyarakat adat. Lembaga adat di Indonesia juga berperan dalam penyelesaian sengketa dan pelestarian budaya, menjadikannya mitra penting dalam pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Di Singapura, komitmen terhadap perlindungan hak-hak masyarakat adat juga terlihat, terutama dalam konteks pelestarian budaya dan kearifan lokal. Langkah-langkah legislatif dan kebijakan dilakukan untuk mendukung hak-hak masyarakat adat, menciptakan kerangka kerja yang mendukung pelestarian nilai-nilai budaya dan memastikan keberlanjutan praktik-praktik hukum adat yang memiliki nilai signifikan dalam kehidupan masyarakat. Tantangan dan Dinamika: Tantangan dan dinamika modernisasi juga mempengaruhi penerapan Hukum Adat di kedua negara ini. Di Indonesia, pergeseran nilai-nilai dan prioritas dalam masyarakat perkotaan menimbulkan tekanan terhadap kelangsungan hukum adat. Tantangan tersebut mencakup menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat multikultural dengan persyaratan hukum modern yang terus berkembang. Di Singapura, meskipun memiliki warisan hukum adat yang lebih terbatas, tantangan serupa muncul dengan perubahan nilainilai dalam masyarakat yang lebih urban. Fleksibilitas dan adaptabilitas hukum adat menjadi kunci dalam mengatasi dinamika ini. Dalam keseluruhan, perbandingan antara penerapan Hukum Adat di Indonesia dan Singapura menyoroti perbedaan dan kesamaan dalam cara kedua negara ini memandang dan mengintegrasikan warisan budaya lokal ke dalam sistem hukum modern mereka. Keduanya berusaha untuk mencapai keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian nilai-nilai tradisional yang memiliki signifikansi budaya. Sementara Indonesia memiliki keragaman yang lebih besar dalam tradisi hukum adat, Singapura mencoba untuk mengakomodasi keberagaman etnisnya ke dalam kerangka hukum yang lebih terpusat pada warisan hukum Inggris. Meskipun tantangan dan dinamika modernisasi hadir, upaya pelestarian dan perlindungan hak-hak masyarakat adat tetap menjadi 12 agenda penting di kedua negara ini.
3 Harding, A., & Lindsay, J. (2018). Contextualizing Indigenous Jurisprudence: Comparing Indigenous Legal Traditions and Colonial Legal Structures in Australia, Canada, and New Zealand. Law & Society Review, 52(2), 331-365. 11 Â
E. Kesimpulan
 - Penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia menggambarkan penggunaan norma-norma hukum tradisional dalam menangani konflik tanah, terutama di daerah-daerah dengan keberagaman etnis dan tradisi adat yang tinggi. Tantangan utamanya melibatkan upaya harmonisasi hukum adat dengan sistem hukum nasional, dengan pemerintah Indonesia secara aktif berusaha melindungi hakhak masyarakat adat dan mempertahankan keberlanjutan budaya melalui pendekatan inklusif.Â
- Di Singapura, penerapan hukum adat dalam penyelesaian sengketa tanah mencerminkan adaptasi nilai-nilai lokal ke dalam kerangka hukum modern yang lebih dipengaruhi oleh warisan Inggris. Meskipun memiliki populasi yang lebih kecil, Singapura menghadapi tantangan untuk mencapai keseimbangan antara nilai-nilai tradisional dan modernisasi dalam penyelesaian sengketa tanah. Upaya dilakukan untuk mengintegrasikan hukum adat dalam konteks hukum yang lebih global.Â
 - Perbedaan utama dalam penerapan hukum adat untuk menyelesaikan sengketa tanah antara Indonesia dan Singapura mencakup kompleksitas budaya dan hukum adat di Indonesia, sementara Singapura, dengan skala yang lebih kecil, menghadapi tantangan yang lebih terfokus pada adaptasi nilai-nilai lokal ke dalam konteks hukum global modern.
 F. Daftar PustakaÂ
Barker, J. (2005). Sovereignty Matters: Locations of Contestation and Possibility in Indigenous Struggles for Self-Determination. Lincoln: University of Nebraska Press. Lindsey, T., & Weeramantry, C. (Eds.). (2005). Customary Law in Asia. The Hague: Kluwer Law International. Ananta, A., & Arifin, E. N. (2015). Demography of Indonesia's Ethnicity. Singapore: ISEAS-Yusof Ishak Institute. 13 Chong, A. (2009). The Modern Origins of Singaporean Law. Singapore Journal of Legal Studies, 2009(1), 232-256. Suryadinata, L. (1997). Ethnic Chinese as Southeast Asians. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Anghie, A. (2007). Imperialism, Sovereignty and the Making of International Law. Cambridge: Cambridge University Press. Hooker, M. B. (1978). Adat Law in Modern Indonesia. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Tan, K. Y. (2008). The Role of Customary Law in Sustainable Development: An Asian Perspective. Asia Pacific Journal of Environmental Law, 11(1), 3-24. Li, T. M. (2000). Articulating Indigenous Identity in Indonesia: Resource Politics and the Tribal Slot. Comparative Studies in Society and History, 42(1), 149- 179. Hooker, V. M. (2002). Indonesian Syariah: Defining a National School of Islamic Law. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 38(3), 309-326. Rajah, J. (2005). Legal Pluralism in Singapore: A Challenge to the Monism of Legal Centralism. Singapore Journal of Legal Studies, 2005(1), 121-149. Fasse, M. P. (2009). A Legal Geography of Yugoslavia's Disintegration. Oxford: Oxford University Press. Lindsey, T. (2009). The Indonesian People's Consultative Assembly. Oxford: Oxford University Press. Tan, E. S. (2012). The Politics of Legal Integration in the European Union. Cambridge: Cambridge University Press. Harding, A., & Lindsay, J. (2018). Contextualizing Indigenous Jurisprudence: Comparing Indigenous Legal Traditions and Colonial Legal Structures in Australia, Canada, and New Zealand. Law & Society Review, 52(2), 331-365.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H