Mohon tunggu...
Nurul Kartikaningsih
Nurul Kartikaningsih Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Menebar manfaat dan kebaikan lewat tulisan. Insya Allah..

Selanjutnya

Tutup

Nature

Rencana Pelestarian Hutan Jangka Panjang

8 April 2013   06:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:32 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalah arti sebatang pohon di tengah-tengah ratusan ribu atau bahkan jutaan pohon? Menebang satu pohon di tengah rimba raya pasti tak akan terlalu berpengaruh. Toh, masih banyak pohon lainnya.  Itu mungkin yang ada di benak seorang penebang pohon. Tapi bagaimana bila yang berpikir demikian berjumlah jutaan manusia? Apalagi yang mereka tebang tak hanya satu pohon, melainkan jutaan kubik log demi memuaskan kepentingan ekonomi mereka sendiri? Seiring dengan kemajuan industri, banyak pihak yang tergiur untuk untuk membabat hutan dengan alasan membuka lahan pertanian, memasok kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan, furniture, atau bahkan mengalihgunakan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang lebih menjanjikan dari segi ekonomi. Beralihnya bahan baku minyak goreng dari kopra ke kelapa sawit, menyebabkan berhektar-hektar hutan telah dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit. Parahnya, tak sedikit perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh warga asing.

Hutan yang seharusnya menjadi penyangga kehidupan di bumi, menyediakan jutaan meter kubik oksigen untuk memenuhi ruang di paru-paru, demi kelangsungan hidup umat manusia. Hutan yang menjanjikan ketersediaan air bersih bagi makhluk hidup di muka bumi. Hutan yang menjadi menjamin terjadinya keseimbangan lingkungan. Hutan yang menjadi tempat bernaung jutaan spesies flora dan fauna, secara sporadis dan minim perhitungan telah dibabat habis. Ulah manusia  ini membuat rata-rata 3 - 5 hektar hutan per menit hilang akibat penebangan ilegal dan pengalihgunaan lahan. Kementerian Kehutanan menyebutkan hutan di Indonesia yang tersisa dalam kondisi bagus (primer) tinggal 64 juta hektar. Padahal Indonesia memiliki wilayah hutan terluas ketiga di dunia. Bagaimana jadinya nasib bumi ini lima, sepuluh atau dua puluh tahun ke depan? Bukan sebuah kemustahilan bila suatu saat bumi ini akan benar-benar gundul. Lalu masih layakkah bumi yang gundul menjadi tempat tinggal bagi manusia?

Inspirasi dari Film WALL-E

[caption id="attachment_253487" align="alignnone" width="279" caption="WALL-E dan sebuah tunas pohon yang ditemukannya (sumber:http://www.youtube.com/movie/walle)"][/caption]

Berbicara mengenai kerusakan hutan, ingatan ini melayang pada sebuah film sains fiksi yang dirilis tahun 2008. Film berjudul WALL-E yang disutradarai oleh Andrew Stanton ini adalah hasil kolaborasi dua raksasa industri film dunia Disney dan Pixar. Film animasi ini berkisah tentang sebuah robot yang diberi nama WALL-E (Waste Allocation Load Lifter Earth-Class) yang bertugas sebagai pengumpul sampah,, memampatkannya dalam bentuk kubus dan menyusunnya menjadi gunung sampah berbentuk kubus. Setting film adalah bumi yang sudah rusak parah. Bangunan-bangunan yang hancur. Kota-kota yang tak berpenghuni. Pemandangan di sekeliling hanyalah sampah. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Tak ada seorang manusia atau tumbuhan pun yang tampak. Hanya seekor kecoa yang terlihat wira-wiri mengikuti kemanapun WALL-E berjalan. Penduduk bumi dikisahkan telah melakukan eksodus ke planet lain dengan kehidupan modern-nya. Karena bumi sudah tak layak lagi untuk ditinggali. Ditemukannya sebuah tunas pohon mungil oleh WALL-E akhirnya berhasil membawa kembali manusia untuk  pulang ke bumi. Hanya karena sebuah tunas pohon,  bumi bisa menjadi hijau kembali.

Apa Itu Moratorium Hutan?

Moratorium dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penangguhan atau penundaan. Kemajuan industri terutama industri minyak goreng yang menggeser penggunaan kopra sebagai bahan baku menjadi kelapa sawit selama beberapa tahun terakhir dituding sebagai penyebab utama kerusakan hutan di wilayah Indonesia. Berhektar-hektar hutan dialihgunakan sebagai perkebunan kelapa sawit yang menjanjikan keuntungan lebih besar. Kebijakan pemerintah di sektor kehutanan yang kurang memperhatikan kelestarian hutan yang terakumulasi selama berpuluh-puluh tahun mengakibatkan kerusakan hutan yang sangat parah dan berimbas pada meningkatnya emisi dan efek rumah kaca, berkurangnya ketersediaan air tanah, terjadinya bencana alam seperti banjir bandang dan tanah longsor, serta menjadi penyebab perubahan iklim global yang ekstrim.

Pada tanggal 20 Mei 2011, Pemerintah Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden No. 10/2011 tentang penundaan penerbitan izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Moratorium terhadap izin hak pengusahaan hutan baru di kawasan hutan merupakan langkah penting dalam memenuhi komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi. Kebijakan ini dapat membuka jalan bagi keberhasilan pembaruan kebijakan yang jauh melampaui masa berlakunya yang hanya dua tahun.

Kebijakan Pelestarian Hutan Jangka Panjang

Bila tak ada kepedulian yang muncul dari masyarakat maupun pemerintah, bukan sebuah hal yang mustahil bila bumi kita akan bernasib sama atau mendekati setting film WALL-E. Hanya sekedar kepedulian pun tak cukup. Dibutuhkan kebijakan dan aksi nyata yang dilakukan secara simultan dan berkesinambungan untuk menyelamatkan hutan kita. Pemerintah memegang peranan utama dalam upaya pelestarian hutan. Dengan Kebijakan moratorium izin baru pemanfataan lahan melalui Instruksi Presiden Nomor 10/2011, pemerintah telah berhasil mengerem laju penebangan hutan di tanah air. Kebijakan yang akan berakhir pada 20 Mei 2013 seharusnya diperpanjang untuk waktu yang tak terhingga sambil mengevaluasi hasil yang dicapai. Dibutuhkan ketegasan dan keseriusan pemerintah dalam membuat aturan-aturan yang baku yang medukung penghentian aksi pembalakan liar terhadap hutan di wilayah Indonesia. Koordinasi yang bagus juga perlu dilakukan antara pemerintah pusat dan daerah serta lembaga-lembaga pemerintahan yang lain sehingga penerapan kebijakan bisa terkendali dan dievaluasi secara kontinyu oleh pemerintah pusat. Rencana jangka panjang ala Repelita di jaman Orde Baru juga perlu diwujudkan. Bila selama ini peraturan yang dibuat oleh pemerintah terkesan hanya untuk kepentingan sesaat, sudah saatnya Pemerintah mengubah model kebijakannya. Rencana Pelestarian Hutan Jangka Panjang perlu segera dirancang sampai 10 atau 20 tahun ke depan. Rencana jangka panjang ini harus dilaksanakan secara simultan dan berkesinambungan meskipun terjadi pergantian menteri ataupun presiden.

Rencana Pelestarian Hutan Jangka Panjang ini meliputi :

1.Penanaman kembali hutan-hutan yang gundul

2.Penghentian segala bentuk penebangan pohon di hutan

3.Gerakan penanaman sejuta pohon yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat

4.Perluasan hutan kota

5.Penetapan target yang hendak dicapai setiap tahun dan target jangka panjang

6.Penetapan sanksi yang tegas bagi pelanggar

7.Edukasi pelestarian hutan kepada masyarakat

8.Peninjauan kembali izin penggunaan lahan hutan

9.Memperketat izin penggunaan lahan hutan

Bila pemerintah mampu membuat dan menjalankan Rencana Pelestarian Hutan Jangka Panjang secara simultan dan berkesinambungan, bukan tak mungkin hutan di Indonesia akan kembali seperti dulu lagi. Bumi pertiwi pun bisa bernafas lega dan kembali tersenyum. Penduduk bumi tak perlu melakukan eksodus ke planet lain karena hancurnya ekosistem di bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun