Mohon tunggu...
Nurtsania Widi
Nurtsania Widi Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Menulis adalah caraku bercerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Manusia Selalu Membandingkan Dirinya?

23 Desember 2023   22:30 Diperbarui: 23 Desember 2023   22:42 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu capek gak terus menerus membandingkan diri sendiri sama orang lain?

Capek gak menjadikan standar orang lain sebagai caramu menjalani hidup?

Capek gak pura-pura terlihat hebat terus? pura-pura sempurna terus?

Dan capek gak menjalankan hidup yang sebenarnya kamu sendiri gak nyaman jalaninnya?

Jujur aku sih capek. Aku pernah ngelakuin itu semua, dan itu benar-benar melelahkan. Dan aku yakin bukan cuma aku yang seperti itu.

Terkadang aku suka mikir apa yang sebenarnya membuat seseorang terus menerus membandingkan dirinya dengan orang lain? Apa yang sebenarnya membuat orang itu menjalankan hidup sesuai standar orang lain? Dan apa yang sebenarnya membuat mereka harus terlihat hebat dan sempurna setiap saat?

Sampai saat ini, aku belum tahu jawaban sesungguhnya itu apa, dan mungkin memang gak ada juga jawaban pastinya. Tapi menurutku, manusia melakukan itu semua juga bukan karena keinginan mereka, ya gak sih?? Sebenarnya mereka juga capek membandingkan hidup mereka dengan orang lain terus, tapi entah kenapa seakan-akan dunia memang berjalan seperti itu. 

Setelah aku pikir-pikir dan menilai diriku sendiri. Sepertinya orang yang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain itu karna mereka selalu merasa kurang atas apa yang sudah mereka punya dan selalu mengingingkan lebih, ya ngak sih? 

Gimana enggak? Zaman semakin maju, dan teknologi semakin canggih. kita bisa tahu keadaan teman/kerabat kita secara kasat mata hanya lewat media sosial. Zaman sekarang siapa sih yang gak pernah upload tentang kehidupannya di media sosial? Lagi makan di restaurant mahal upload story, lagi jalan-jalan di tempat instagramable upload story, dapet penghargaan upload story, lagi belanja upload story, lagi kumpul-kumpul upload story, lagi patah hati upload story, lagi manis-manisnya kasmara upload story, lagi galau upload story, lagi banyak kerjaan upload story dan masih banyak lagi. Gak mungkin aku sebutin satu persatu.

Itu semua bukanlah suatu kesalahan, dan semua orang punya hak untuk itu. Tinggal bagaimana cara pandang kita terhadap apa yang kita lihat. Kalau pas lihat itu muncul pikiran "ih hidupnya enak banget sih, Bahagia mulu, kok tuhan gak adil ya, gua mulu yang sedih, dan mereka mulu yang bahagia" Pasti akan muncul perbandingan saat itu. Tapi kalau response kita biasa saja, tidak merasa kalau mereka yang paling bahagia dan kita yang paling menderita, maka tidak akan muncul perbandingan saat itu.

Dan kamu sadar gak? Kalau yang diuploud di media sosial kebanyakan hal yang bahagia-bahagia aja. Mungkin itulah penyebabnya. Alam bawah sadar kita menginginkan apa yang kita lihat, karna belum bisa terwujud, kita selalu merasa bahwa diri kita tidak sebahagia mereka, dan pada akhirnya kita tidak pernah bersyukur atas apa yang sudah kita miliki, dan membandingkannya dengan mereka yang lebih beruntung nasibnya dari kita.

"TANPA KITA SADARI, KITA SELALU MELIHAT MEREKA YANG HIDUPNYA LEBIH BERUNTUNG DARI KITA, TAPI LUPA KALAU DI LUAR SANA BANYAK YANG TIDAK SEBERUNTUNG KITA."

"KITA SELALU MEMBANDINGKAN HIDUP KITA DENGAN ORANG LAIN, PADAHAL KITA SENDIRI TIDAK TAHU BAGAIMANA HIDUP DIA YANG SEBENARNYA. KITA HANYA BISA MENILAI DARI APA YANG TERLIHAT OLEH MATA KITA SAJA."

Caraku pribadi untuk berhenti membandikan diri sendiri dengan orang lain adalah membatasi diriku dalam menggunakan media sosial. Sekarang aku jarang sekali melihat story temen-temanku dan lebih focus  pada apa yang kujalani saat ini.

"Tapi kan liat story orang lain gak sepenuhnya buruk! Kita bisa aja termotivasi dari mereka!" pasti ada pernyataan seperti ini. Aku setuju. Aku pun tidak menyatakan bahwa melihat story orang lain adalah hal yang buruk, kalau kita bisa termotivasi dari melihat hal tersebut, ya silahkan. Tapi kalau dari liat story itu bikin diri kita gak bersyukur, untuk apa??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun