Mohon tunggu...
Nurtsania Widi
Nurtsania Widi Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Menulis adalah caraku bercerita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Privilege Membuat Kerja Keras Tak Terlihat

26 Oktober 2023   20:19 Diperbarui: 26 Oktober 2023   20:22 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Unsplash.com

Beberapa waktu lalu lewat di sosial media saya konten tentang designer cilik yang berhasil Go Internasional. Dalam wawancaranya di salah satu stasiun TV swasta Indonesia, ia mengatakan bahwa dirinya memulai semuanya dari 0, yaitu dari hobi menggambar. Ia juga mengatakan bahwa apa yang diraihnya sampai saat ini adalah berkat kerja kerasnya dan tak luput dukungan dari kedua orang tua.

Konten tersebut ramai dengan komentar positif. Banyak netizen yang mengapresiasi designer cilik tersebut karena di umurnya yang terbilang cukup muda ia bisa mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Tetapi sayang, selain komentar positif, komentar negatif pun ada dalam konten itu. Netizen dengan komentar negatifnya berpendapat bahwa apa yang diraih oleh designer cilik tersebut bukan dimulai dari 0, melainkan karena adanya privilege orang tua, sehingga lebih mudah baginya untuk meraih cita-cita.

Saya pribadi mengakui bahwa komentar negatif netizen ada benarnya, karena memang fakta yang terjadi di lapangan seperti itu. Tapi bukan berarti apa yang anak ini raih semata-mata hanya karena privilege saja. Inilah letak kekeliruannya dan menurut saya ada yang harus sedikit dilurusakan dari pemikiran seperti ini.

Saya pernah mendengar kalimat "Setiap anak tidak bisa memilih terlahir dari orang tua yang seperti apa", dan saya setuju dengan pernyataan tersebut. Harus diakui bahwa anak yang terlahir dari orang tua berada akan memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan anak yang terlahir dari orang tua yang biasa-biasa saja (secara ekomoni). Dan inilah yang kita sebut sebagai privilege.

Terlahir sebagai anak orang kaya adalah privilege yang sangat besar. Semua mudah diakses, mulai dari pendidikan berkualitas, kesehatan, kesempatan dan lain sebagainya. Tapi apakah semua itu menjamin kesuksesannya di masa mendatang? Tentu saja tidak. Karena sebesar apa pun privilege yang dimiliki seseorang, tidak akan berguna jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Privilege hanyalah seuprit keberuntungan, sisanya tergantung pada diri sendiri.

Semua manusia harus bekerja keras untuk meraih apa yang diinginkannya dalam hidup. Tak peduli siapa pun mereka, termasuk anak orang kaya sekalipun. Anak orang kaya juga harus berusaha dan bekerja keras sama seperti anak lainnya, walaupun memang garis mulainya berbeda. Garis mulai mereka akan lebih mudah dan itulah enaknya memiliki privilege. Tetapi ada juga tidak enaknya, yaitu ketika mereka berhasil, orang-orang akan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa saja dan menilai keberhasilan yang diraihnya disebabkan karena privilege yang ada. Orang-orang ini seolah tak melihat usaha serta kerja keras mereka.

Saya pun pernah mengalami hal tersebut. Ketika saya memenangkan suatu perlombaan yang cukup bergengsi, beberapa orang di sekitar saya mengatakan "Wajarlah, privilege dari orang tuanya gede". Saya akui dukungan dari orang tua saya memang besar, tapi untuk memenangkan lomba tersebut dukungan saja belum cukup. Saya harus bekerja keras dan berusaha. Ketika itu saya selalu berlatih dan begadang tiap malam untuk memberikan hasil yang maksimal pada perlombaan tersebut. Dan itulah yang tidak dilihat oleh mereka.

Pemikiran seperti ini akan membuat seseorang stagnan dan tidak bisa berkembang. Karena ia akan terus mengira bahwa kesuksesan seseorang bisa didapat karena privilege yang ada. Ia akan memaklumkan dirinya yang biasa-biasa saja dan tidak berkembang dengan suatu pembelaan "Susahlah orang kayak gua mah, gua kan gak punya privilege". Mindset inilah yang menurut saya harus diubah. Dan untuk mengubahnya, saya rasa kita semua perlu memiliki kesadaran terlebih dahulu, yaitu kesadaran akan cara berpikir kita selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun