Mohon tunggu...
Nur Tjahjadi
Nur Tjahjadi Mohon Tunggu... profesional -

Bebas Berekspresi, Kebebasan Akademik, Bebas yang bertanggung jawab...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pers Indonesia Bodoh...

13 Mei 2011   18:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:44 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pers Indonesia bodoh, masak kegiatan anggota DPR nonton gambar porno diekspos.  Bukan itu saja, pers Indonesia sudah kebablasan.  Banyak pemberitaan yang justru menurunkan marwah pejabat dan rakyat Indonesia sendiri.  Keadaan bukannya membaik malah sebaliknya.  Begitu pandangan politikus dari negara jiran.  Tetapi pandangan itu justru ditentang oleh pihak pembangkang (oposisi), seperti salah satu komentarnya di Kompasiana :

Ahmad Al Wahabi commented your post Dilarang Cipika Cipiki, Malah Berpelukan (@KTM)

Mudah aja Pak. Laksanakan Demokrasi sebenar. Sesiapa saja mau bikin koran dibenarkan seperti di Indo. Koran koran harian di Malaysia ini semua dimiliki oleh Umno . Kalo selain itu gak dibenarkan .Media massa hendaklah dibebaskan dari dicengkam Partai umno seperti bebasnya Media masa di  indo. Sistem kehakiman dan keadilan mesti dibebaskan dari menurut arahan umno. Dan banyak lagi undang undang rimba yang jika disebut di sini akan menjadikan Malaysia ini sama dengan zimbabwe.

Masing2 negara memang punya kebijakan sendiri2, untuk memajukan negara dan bangsanya.  Pers sebagai pilar ke empat setelah tiga pilar lainnya dalam demokrasi trias politika.  Masalahnya pers itu akan berfungsi kalau orang/ lembaga yang diekspos itu punya rasa sensitif dari kritik yang dilancarkan pers.  Pers seperti teriak ke dinding saja, semakin keras teriak justru semakin menyakitkan rakyat.  Jadi gimana supaya pejabat dan parlemen punya rasa sensitif terhadap kritikan pers dan masyarakatnya sendiri.  Apakah harus ada revolusi dan kerusuhan, seperti tragedi Mei 1998 lagi.  Capek deh, kapan majunya kalau ribut melulu...

Realitanya, pers memang seperti kompor yang sering memanas2i rakyat untuk berbuat anarkis.  Pejabat dan parlemen menganggap bahwa teriakan atau suara pers itu hanya untuk meningkatkan oplahnya saja.  Makanya jarang sekali pejabat dan anggota parlemen yang mendengarkan suara pers.  Suara pers adalah suara untuk menaikkan oplah bukan suara rakyat yang sesungguhnya.

Pejabat dan anggota parlemen yang dikritik tidak merasa bahwa suara pers itu suara rakyat, malah ada yang bilang bahwa suara pers adalah suara pecundang, suara orang2 yang tidak legowo karena kalah pemilu.  Kalau mau menyuarakan suara rakyat, ikut pemilu dulu dong, nanti kalau sudah menang dan duduk di DPR baru ngomong.   Anggota DPR merasa mewakili rakyat karena sudah berhasil duduk di DPR.  Mereka merasa sah dan legal bahwa setiap tindak tanduknya adalah formal mewakili rakyat.  Sementara pengeritik adalah suara pecundang yang tak perlu didengar kritikannya.  Anggap angin lalu saja.

Suara rakyat, haruskah  melalui tindakan anarkis seperti tragedi Mei 1998.  Benarkah pers Indonesia itu memang bodoh seperti tudingan negara tetangga ?  Ataukah anggota parlemen itu yang bodoh yang tak tahu diri, yang tak tahu malu ?  Belum seminggu Presiden SBY membanggakan rakyatnya kepada delegasi Amerika dan delegasi KTT Asean , bahwa Rakyat Indonesia adalah pengguna Facebook nomor dua terbesar di dunia.  Sementara pengguna twitter di Indonesia adalah nomor tiga terbesar di dunia.  Tetapi ternyata anggota DPR tidak punya email dan gaptek internet.  Memalukan sekaligus menyedihkan.  Untuk menutupi kemaluan itu, dibuatlah anggaran miliaran rupiah bagi keperluan anggota DPR ngenet.  Keterlaluan...Belum habis kegeraman rakyat karena wakilnya menghamburkan duit untuk jalan2 ke luar negeri, membangun gedung yang mewah, eh malah menghamburkan duit lagi untuk ngenet...sementara rakyat semakin kesusahan tak ada yang mau peduli.

Pers Indonesia memang bodoh, karena tak mampu mengubah prilaku pejabat dan anggota perlemen yang juga lebih bodoh, pastinya...Rakyat Indonesia lebih bodoh lagi, kenapa memilih wakilnya yang bodoh, tak pernah jalan2 ke LN dan buta internet pula.  Semoga kebodohan mereka tak menjadikan rakyat masa bodoh dan putus harapan melihat keadaan yang semakin ribet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun