Kamis, 12 September 2024, Stasiun Rawa Buaya. Broer Rizal Dirut KAI Commuter Jawab pertanyaan mengenai isu kenaikan tarif KRL Jabodetabek dan penambahan water station yang terkhusus pada stasiun-stasiun besar.
Fasilitas Water Station
KCI, Kereta Commuter Indonesia terus meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat dengan beragam upaya dan cara, salah satunya pemasangan water station di beberapa Stasiun besar di Jakarta.
Jika kita cermati Langkah dan keputusan yang diambil oleh pihak KCI bukan hanya menaikan segi pelayanan akan tetapi mendukung keberlanjutan lingkungan.
Karena dengan tersedianya water station ini tanpa disadari adalah sebuah langkah kongkrit kepada masyarakat untuk selalu kemana-mana membawa tumbler atau botol minum dan mengurangi membeli air minuman dalam kemasan sekali pakai.
Belum lama ini kita saksikan di beberapa postingan gambar di media sosial yang mengabarkan bahwa Indonesia menjadi negara penyumbang sampah terbesar ke dua setelah China.
Salah satu dampak buruk jika kita masih masif menggunakan air minum dalam kemasan adalah sampah plastiknya yang susah terurai. Mengutip dari liputan kompas.com sepanjang tahun 2022-2023 Indonesia menghasilkan 12,54 juta ton sampah plastik.
Tidak terbayang bukan jika penggunaan sampah plastik tidak segera direm dan dialihkan dengan masifnya penggunaan tumbler.
Broer Rizal bersama pihaknya mengatakan, sepanjang tahun 2024 telah memasang kurang lebih tujuh belas (17) water station di stasiun-stasiun kereta commuter Indonesia. dan akan terus menambah hingga target 34 water station yang terkhusus pada stasiun-stasiun dengan volume penumpang yang cukup tinggi.
Berikut beberapa nama stasiun yang sudah terpasang water station, Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Sudirman Baru, Stasiun Juanda, Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Bekasi.
Water station ini seperti dispenser rumah yang menyediakan air panas dan air dingin dan air bersuhu normal. Rizal juga menyatakan bahwa timnya sudah menjamin mutu dan kualitas air di water station layak diminum, nantinya penumpang yang haus dan ingin mengisi ulang botol airnya tinggal menepi dan mengisinya di water station yang tesedia tanpa dipungut biaya.
Kenaikan Tarif Berbasis NIK
Belum lama ini kita semua mendengar kabar bahwa Kereta Commuter Indonesia akan melakukan penyesuaian tarif berdasarkan NIK. Banyak komen yang tidak dari masyarakat, bahwa penyesuaian ini tidak sesuai dan malah merepotkan warga yang bergantung pada KRL setiap harinya.
Pada 12/9/2024, Broer Rizal dalam wawancaranya menyatakan bahwa kebijakan tersebut belum pasti karena tengah ditinjau ulang. Pihaknya juga belum mengetahui bagaimana mekanisme penerapan konsep tarif KRL berdasarkan NIK tersebut.
Pihak KAI Commuter menyatakan kesiapannya jika kebijakan tersebut sudah ditetapkan oleh Kementrian Perhubungan selaku regulator dalam kebijakan ini.
Jika memang nantinya diputuskan sebagaimana yang tercuat sekarang, pihak KCI akan melakukan sosialisasi selama tiga bulan terlebih dahulu kepada masyarakat, sebelum akhirnya mekanisme baru tersebut digunakan.
Rizal menyatakan kepada para media untuk sabar menunggu kabar lanjutan terkait tarif ini pada kabinet pemerintahan yang baru.
Tanggapan dari saya pribadi sepertinya tidak perlu ada penyesuaian tarif berbasis NIK seperti ini, karena sejatinya transportasi publik adalah layanan yang seharusnya bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, dari yang mampu hingga yang tidak.
Foto Broer Rizal kepada media tentang tanggapan isu tarif KCI. Sumber gambar Nur Taufik.

Dan subsidi-subsidi kendaraan listrik menurut saya tidak tepat sasaran, karena kita tahu sendiri terkhusus di Jakarta yang kemacetan di mana-mana. Seharusnya pemeritah menaikan lagi subsidi-subsidi kepada para pengguna transportasi umum yang tanpa disadari mengurai kemacetan.
Mengutip dari kanal Kompas.com, kemacetan di Jakarta menyebabkan kerugian hingga 100 triliun rupiah per tahun. Dan hasilnya jika subsidi kendaraan listrik terus digenjot maka kendaraan pribadi akan bertambah, lalu kemacetan akan semakin mengular di tengah jalan yang boleh dibilang sudah overload menampung kendaraan-kendaraan tersebut.
Kendaraan berbasis listrik memang tidak menimbulkan emisi, akan tetapi menambah padat jalan-jalan di Jakarta yang mana kita rasakan sendiri terkhusus warga Jakarta, pasti akan cenderung cepat stres akibat terjebak macet berjam-jam.
Jadi saran saya kepada para pemangku kebijakan, alangkah baiknya jika subsidi-subsidi kendaraan listrik tersebut dialihkan kepada subsudi-subsidi transportasi publik. Dampak baiknya semua orang merasakan, gaya hidup lebih sehat karena dengan transportasi seperti kereta orang-orang akan melangkah lebih banyak dibanding dengan transportasi pribadi.
Selain itu, kemacetan akan berkurang karena orang-orang akan memilih transportasi publik dalam bermobilisasi, kemanapun dan kapanpun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI