Membuat buta dan tuli dari segalanya. Kisah cinta Marno dan Astrid, mereka dipertemukan di tanah makam. Mereka ingin pergi menjauh dari sengkarut dunia dan orang-orang gila berlagak waras di kota. Sama-sama mempunyai riwayat gila dan mantan pembunuh, membuat mereka bertemu dan menyatu. Mereka memilih makam tua. Dimana makam tempati orang-orang mati, mereka lebih mengingat mati, ingat mati dapat memulihkan kesadaran, sekaligus memunculkan tanya; neraka atau surga, manusia baik atau jahat, sembahyang atau tidak?Â
Akhir kisah yang mengharu biru, Marno dan Astrid mati di tangan preman suruhan sang tuan kapitalis. Demi melindungi makam yang akan dibangun untuk kawasan industri yang nyatanya makam tersebut satu-satunya tempat  yang mau menerima mereka, mereka bertaruh nyawa sampai titik darah penghabisan.Â
Sama seperti kehidupan zaman sekarang. Yang  miskin makin melarat, yang kaya makin jaya. Kaum papa dirampas haknya oleh kapitalis. Bertaruh nyawa demi melindungi apa yang dimiliki. Kewarasan seseorang mesti dipertanyakan. Apakah benar waras jika kita mengedepankan ego masing-masing dan mengorbankan orang lain demi kejayaan?
Marno dan Astrid tetap tertawa walau tertatih. Memberi tanpa ingin kembali. Mengabdi dengan abadi. Aral melintang tak jadi sukar. Mereka adalah orang-orang gila yang  bertahan hidup di dunia yang pura-pura waras. Mereka adalah makhluk-Nya yang terus berjalan menuju kepada-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H