Mohon tunggu...
Fiksiana

Marno dan Astrid dalam Novel "Orang-orang Gila"

9 April 2018   19:23 Diperbarui: 9 April 2018   19:26 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Orang-orang Gila adalah novel terbaru dari Han Gagas.  Novel berisi 254 halaman ini menceritakan kisah Astrid dan Marno, dua orang berbeda yang dianggap gila dilingkungan dan tak pernah diterima oleh kehidupan. Mereka dipertemukan karena sama-sama menjauh dari  ketidakwarasan dunia yang mereka huni. Novel ini berlatar segitiga setan (begitu penulis menyebut) rumah sakit jiwa, rumah tahanan dan lokalisasi pelacuran, menghadirkan kisah yang mengharu biru yang layak kita jadikan renungan untuk menyikapi kehidupan.

Marno seorang pemuda berwajah idiot terpaksa membunuh karena dituduh gila oleh masyarakat. Marno marah karena merasa dirinya normal. Marno yang diperlakukan seperti binatang di ruang isolasi rumah sakit jiwa membuatnya menjadi seorang aquaphobia. Selain aquaphobia, sebelumnya Marno juga menderita penyakit jiwa lain seperti bipolar dan skizofrenia. Keadaan memaksa Marno mengidap penyakit-penyakit tersebut. 

Terlahir dengan seorang ayah yang dituduh berhaluan kiri karena gemar menyerukan ketimpangan sosial yang ada di depan matanya. Ayah Marno dilenyapkan rezim Soeharto, keluarga ditinggali cap keluarga komunis. Ibu Marno, keluarga Marno satu-satunya pun ikut dilenyapkan. Tersisa Marno yang hidup sebatang kara yang dipandang jijik karena wajah idiot dan gilanya. Tempat manapun yang Marno singgahi, dia selalu dianggap sampah. 

Tak ada yang mau membalas senyumnya. Tak ada orang yang mau diajaknya berbicara sampai dia lupa bagaimana berbicara pada manusia. Mereka mengusirnya. Dibalik wajah idiotnya, Marno dibekali otak yang cerdas untuk bertahan hidup. Kecerdasannya ditakuti oleh seorang tuan. Tuan disini digambarkan dengan seorang kapitalis, penguasa. Kapitalis yang berbuat tak senonoh pada mereka yang tak punya. Mengusir warga demi mengembangkan industri yang mematikan warga tak mampu. Berdalih kemakmuran padahal niatan demi memuluskan hajat menambah pundi-pundi.

Astrid adalah gadis biasa pada umumnya. Kehidupannya berubah drastis pasca kedua orang tuanya mati ditabrak kereta saat menyeberang. Tragedi tersebut yang kemudian membuat Astrid berhikikomori dan memunculkan penyakit jiwanya seperti Obsesive Compulsive Disorder (OCD), bipolar dan skizofrenia.

Astrid yang sebatang kara juga dianggap gila oleh para tetangga. Tetangga Astrid yang biadab menjarah harta bendanya, termasuk dengan menjual rumah Astrid. Astrid hidup menggelandang dan ditemukan oleh preman suruhan germo. Hal buruk kembali menimpa Astrid, Astrid diperkosa oleh preman-preman tersebut. Astrid tak tinggal diam. Dia yang gila membunuh para preman tersebut dengan cara yang gila pula. Astrid dipenjara dan ditebus oleh seorang germo. Astrid sembuh dan bertahan hidup dengan melacur.

Hidup dipusaran kegilaan dengan kesialan yang bertubi-tubi, membuat Marno dan Astrid terbiasa menjadi gila. Gila yang dimaksud adalah nalar yang melampaui standar kewarasan kebanyakan orang. Pernah hidup dalam tiga tempat terkutuk  membuat  mereka sadar apa esensi hidup di dunia. 

Hidup di dunia ibarat musafir. Dunia bukanlah tempat tinggal yang tetap. Seorang musafir biasa, kadang-kadang singgah, dia terus menerus dalam keadaan safar (perjalanan). Berarti setiap saat dia telah menempuh suatu jarak di dunia ini yang mendekati ke dunia akhirat. Segala sengkarut kehidupan mereka lalui dengan tenang dan akal sehat. Segala aniaya dunia yang mereka rasakan membuat mereka semakin tangguh berjalan kembali kepada-Nya.

Pada catatan akhir penulis diterangkan bahwa pemakaian kata gila dalam novel rentan dianggap ikut memberi stigma pada orang dengan skizofrenia, tetapi penulis terpaksa menggunakannya untuk suatu istilah yang mudah dikenali orang banyak. Novel ini mengangkat para penderita penyakit jiwa semacam skizofrenia dan bipolar yang survive dalam menjalani hidupnya. 

Cemoohan yang mereka terima karena labelling dari masyarakat mereka hadapi dengan cara yang gila, diluar nalar manusia kebanyakan yang sudah matrealistis dan mengedepankan ego masing-masing. Kita sudah terbiasa hidup dengan labelling. Bahkan tak dipungkiri kita sendiri pun terkena labelling dari orang lain. Justifikasi dari perilaku labelling memang menjengkelkan. Melihat seseorang dari rupa, kekayaan, pekerjaan dan faktor prestige lain.

Manusia terbutakan cinta dan ditulikan oleh bahayanya. Astrid yang seorang pelacur cantik nan cerdas jatuh cinta pada Marno seorang pemuda yang dianggap laiknya sampah lagi berwajah idiot. Astrid jatuh cinta pada jalan pikiran Marno. Orang lain menganggap Astrid terkena pelet namun inilah cinta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun