Pada hari Minggu pagi yang cerah seperti pada kebiasaan buruk gen Y, saya bangun pagi dan langsung meraih telepon genggam yang berada di samping tempat tidur.  Setelah membuka beberapa pesan whatsapp yang masuk saya pun mulai cek timeline sosial media. Satu-satunya sosial media yang aktif yang saya miliki adalah Instagram. Saya adalah pengguna Instagram aktif sejak tahun 2015. Saya adalah pengguna Instagram saat masih ber-background biru dan putih, sejak belum maraknya instastory atau snapgram, entahlah kalian menyebutnya apa  dan tentu sebelum adanya akun gosip fenomenal Lambe Turah. Setelah scroll, scroll dan scrolltimeline kembali saya refresh timeline. Scroll, scroll dan scroll lagi kebawah sampai stop! Saya berhenti pada sebuah akun bernama @agelesseyear. Akun ini berisi tentang 90s American nostalgic terutama pada perfilmannya. Pada saat itu akun tersebut mengunggah sebuah gambar seorang artis kenamaan Gigi Hadid sedang melakukan panggilan telepon. Dan yang menarik bagi saya adalah pada case telepon genggam yang sedang digenggamnya terdapat tulisan "Social Media Seriously Harms Your Mental Health". Wow! Kutipan yang cocok bagi saya sekarang ini. Mmm.. bukan cuma saya sebenarnya, bagi gen Y! Bukan bukan gen Y saja sebenarnya, bagi semua lapisan generasi pengguna sosial sih media menurut saya. Setelah saya telusuri ternyata case tersebut adalah produk yang dijual oleh Urban Sophistication Inc. dengan harga $ 35.00. Mahal bagi ukuran saya yang biasanya hanya memakai case telepon genggam seharga  Rp 50.000 saja. Hehe.
Sosial media sejatinya seperti pisau bermata dua. Jika kita tak bijak menggunakannya maka akan merugikan diri kita sendiri. Sosial media bisa menjadi penyakit yang berbahaya bagi kesehatan mental penggunanya. Â Pada pertengahan 2016 saya pernah kecanduan Instagram. Setiap hari saya unggah foto. Entah foto apapun itu yang penting unggah. Mendapat sebuah like menjadi kepuasan tersendiri, apalagi jika like tersebut banyak. Saat mendapati like sedikit saya merasa itu adalah sebuah kesialan, buru-buru saya hapus foto tersebut. Setiap jam bahkan setiap menit saya selalu online Instagram. Jika tidak membuka dalam kurun waktu 1 jam saja saya seperti orang sakaw. Gelisah dan cemas karena tak segera mendapatkan apa yang saya mau. Mengerikan! Saya benar-benar kecanduan!Â
Beberapa bulan kemudian saya mulai capek sendiri karena "penyakit" tersebut. Sayapun bangkit untuk mengobati "penyakit" ini karena menyadari apa yang saya lakukan adalah kesia-siaan belaka. Detik itu saya menyatakan perang terhadap Instagram. Sebagai tahap awal saya mulai browsing di internet dampak negatif sosial media untuk menakut-nakuti diri sendiri. Untuk satu dua hari pun berhasil. Intensitas online Instagram saya sudah mulai sedikit berkurang. Selang beberapa hari, penyakit saya kambuh lagi. Sakaw lagi! Online instgram seharian. Payah! Saya lemah! Langkah kedua saya lakukan. Saya berkonsultasi dengan sahabat saya tentang masalah ini. Sahabat saya menyarankan agar saya mendisabled instagram. Saya lakukan dan berhasil. Selang beberapa bulan saya kembali membuka instagram dan saya menemukan titik permasalahan saya pada si Instagram. Semakin berjalannya waktu jika kita melakukan hal yang berulang-ulang dan dalam intensitas yang sering maka kita akan dilanda kebosanan. Dan sekarang saya hanya membuka instagram satu dua hari sekali karena bosan terhadap konten didalamnya. Itulah sedikit pengalaman saya saat kecanduan bersosial media lebih khususnya pada Instagram. Pernah saya punya akun Facebook dan Twitter tapi tak semenyakitkan ini.
Merujuk pada kutipan "Social Media Seriously Harms Your Mental Health" memang benar adanya. Kehidupan yang tergambar pada instagram memang melulu kebanyakan sama jenisnya, misal tentang make up, OOTD, jalan-jalan, prestasi dan pamer (untuk point yang terakhir perlu diperhatikan bahwa saya tidak bertendensi iri dan dengki, tapi memang itu nyata adanya hahaha). Point-point tersebut menjadi salah satu faktor pemicu kompetisi antar individu sebagai pengguna Instagram. Kompetisi untuk yang menjadi paling "wah", "sangar" Â dan ajang menaikkan citra diri. Jika individu sudah tak dapat lagi ikut kompetisi maka dia akan mencari segala cara untuk tetap ada dalam kompetisi. Kompetisi ini dapat menyebalkan karena kita susah payah fokus menjadi baik di dunia maya.
KBBI mendefinisikan mental sebagai  mental/men*tal/ /mntal/ 1a bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan juga pembangunan --;2n batin dan watak; -- bajakemauan keras dan tegar. Disini kita melihat bersangkutan dengan batin dan watak manusia. Karena sosial media batin dan watak kita terbentuk untuk berkompetisi menjadi "paling" di dunia maya. Sekarang ada penyakit baru bernama FOMO (Fear of Missing Out) yang terbentuk karena eksisnya media sosial. FOMO adalah takut ketinggalan berita di sosial media, istilah gaulnya adalah takut engga update. FOMO adalah penyakit para penggila sosial media yang risau atau bahkan ketakutan karena ketinggalan berita di timeline sosial media. Mental nih!
Baru-baru ini media heboh memberitakan selebgram yang masuk bui karena terlilit hutang ratusan juta untuk memenuhi gaya hidup "instgramable"nya. Sungguh sangat disayangkan terlihat memukau di dunia maya namun terlilit hutang di dunia nyata. Pernah saya iseng memasukkan keyword di google "Kasus Stres Karena Instagram" dan uniknya tulisan yang pertama muncul berjudul "Cerita Selena Gomez yang Depresi karena Instagram". Kita tau Selena Gomez adalah artis papan atas dengan jumlah followers Instagram  terbanyak didunia. Selena pun bisa stres karena Instagram. Selena juga manusia. Dikutip dari Okezone 17 Maret 2017 "Setelah aku jadi orang dengan followers Instagram terbanyak, aku malah panik," tutur Selena ketika bercerita soal gangguan mentalnya kepada majalah Vogue Amerika Serikat, Kamis 16 Maret 2017. "Itu memakanku. Aku buka ketika baru bangun atau ingin tidur. Aku kecanduan, dan terasanya aku seperti melihat yang tidak ingin kulihat, dan memikirkan hal-hal yang tidak ingin kupedulikan. Aku selalu merasa seperti sampah ketika aku melihat Instagram. Itulah mengapa aku menghilang dari radar, jadi seperti hantu," tutur Selena. Akhirnya, Selena dikabarkan tidak lagi punya aplikasi Instagram di ponsel pribadinya. Bahkan, dirinya tak lagi tau passwordnya, yang kini diurus oleh seorang asisten. Selena masih berandai-andai bagaiman jika dirinya benar-benar menghilang dari media sosial manapun. Kasusku dan Selena hampir sama, bedanya Selena adalah artis papan atas dengan followers Instagram terbanyak dunia sedangkan aku artis papan cor dengan followers Instagram 500 orang saja hahaha.
Ini lagi ulah Alay. Eksis instagram dapat berurusan pada pihak kepolisian. Masih ingat kasus pengunjung Taman Safari yang mencekoki minuman keras pada awal Desember 2017. Ini sungguh keterlaluan! Melakukan tindakan luar nalar dan diunggah ke media sosial dengan bangga dan haha hihi, miris. Sementara itu, salah satu pelaku kembali membuat heboh media sosial dengan menyebut dirinya sebagai artis. Dalam sebuah postingan di Insta Story yang diunggah ke akun @bukan.lambeturah salah satu pelaku menyebut dirinya sebagai artis. "hai.. aku artis Cisarua". Sementara seorang rekannya menimpali "Artis kuda nil. Miras..miras". Wagelaseehhh. Ini mana yang manusia mana yang hewan?
Banyak sekali dampak negatif Instagram yang menimpa para penggunanya. Kalau saya jabarkan semua dari periode awal berdiri (2015) sampai detik ini (2018) bakal penuh esai saya. Yang jelas ada hitam pasti ada putih. Ada negatif pasti ada positif. Hal positif dari Instagram tentu banyak pula. Banyak orang sukses karena berjualan di Instagram. Banyak pengguna Instagram yang mempunyai hobi  tertentu lalu menemukan komunitasnya. Bahkan tak sedikit yang menemukan jodohnya lewat Instagram. Berbahagialah kalian para jomsbs xixixi.
Inti dari semua ini adalah jangan berlebihan terhadap sesuatu karena pasti ada dampak buruk setelahnya. Bijak menggunakan media sosial demi kesehatan mental masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H