Duh ..., melihatnya saja napas saya kembang kempes. Tidak demikian dengan si Bungsu dan putra-putrinya (14 dan 13 tahun). Begitu boat berhenti, mereka  bergegas menaiki tangga menuju ke lantai lompatan teratas. Saking tingginya, dari dalam boat terlihat tubuh mereka lebih kecil dari normalnya.
Dalam hati saya berdoa, semoga mereka tidak melakukan hal yang membuat emak/neneknya ini stress. Lagi-lagi saya nyinyir, "Kalau rasanya tidak kuat jangan memaksa diri."
Alhamdulillah, setelah merenung sejenak, mereka mundur teratur, terus turun ke kelas 5 meter. Setiap kali mereka melakukan atraksi, dada saya berdegup kencang. Syukur, aksi di Pulau Sironjong  ini hanya berlangsung kurang  lebih 20 menit.
Kami siap pindah ke Pulau berikutnya. Namun, belum 5 menit  meninggalkan Sironjong, tiba-tiba si Bungsu mengakhiri penjelajahan. Alasannya, masih ada objek lain yang hendak disinggahi di tempat berbeda.  Kemudi segera bertukar haluan.
Ngopi di Rumah Apung
Sebelum mininggalkan kawasan Mandeh, kami mampir dulu di rumah apung. Istirahat sejenak sambil minum kopi dan teh panas, ditemani camilan ringan. Ada juga yang pesan mie instan. Asyik juga, Â belanja sembari dibuai gelombang kecil.
Berbagai sumber menyebutkan, rumah apung tersebut dibangun oleh pemerintah RI melalui Kememterian Kelautan dan Perikanan. Tujuannya  untuk menunjang promosi kapal kargo MV Boelongan.
Kapal milik Perusahan Pelayaran Kerajaan Belanda tersebut tenggelam di perairan Teluk Mandeh,  setelah diserang tentara Jepang melalui udara. Peristiwa naas itu terjadi pada  tanggal 28 Januari 1942. Posisinya di bawah rumah apung sekarang.
Kini bangkai kapal tersebut menjadi  daya tarik  bagi wisatawan dalam dan luar negeri, dan  merupakan salah satu spot diving terbaik di Taman Laut Mandeh.
Untuk mencapai titik lokasi MV Boelongan sangat mudah. Pengunjung cukup meluncur dari  titik penanda (rumah apung)  ke dasar laut.
Nah, bagi kalian penggila wisata bahari, jangan tua dulu sebelum mengunjungi Pulau Mandeh.