Kalau tak ada campurannya,  Emak menyiasati  dengan membuat bubur tanpa gula. Segelas beras,  direbus dengan air yang banyak. Setelah jadi  dapat tiga perempat periuk. Cukup  untuk pengganjal perut kami sekeluarga (7 jiwa). Setelah dikonsumsi, kenyang sebentar kemudian lapar lagi.  Kondisi ini dihadapi sendiri oleh masyarakat tanpa bantuan dari pihak manapun.
KeberuntunganÂ
Sungguh beruntung kita-kita yang  hidup zaman sekarang.  Begitu harga beras naik, sigap  pemerintah menggelar pasar murah,  supaya masyarakat dapat membeli bahan pokok dan non pokok  dengan harga murah. Terutama masyarakat golongan bawah.
Belum lagi bantuan pemerintah yang digelontorkan buat kelompok masyarakat tertentu.  Ada uang  PKH, uang  sembako, dan entah uang apalagi saya tidak mengerti karena tidak mengikuti informasi tentang program ini.
Penutup
Satu hal  yang membuat saya sedih  bercampur cemburu. Saat pemeritah menyarankan supaya masyarakat mencari pangan alternatif sebagai Pengganti Beras. Tujuannya untuk  membangun kemandirian pangan masyatakat.  Â
Tak ada yang salah dengan himbauan tersebut. Hanya saya pribadi merasa diperlakukan  tidak adil. Sebab, beliau-beliau yang di sana makan nasi dan lauk yang enak-enak. Andaikan kita  dan mereka sama-sama makan gadung atau ubi, okey.... mari kita laksanakan  rame-rame.
Intinya, bagi saya yang "nasi banget," Â cukuplah kisah sedihnya sampai di awal 70-an. Semoga tak terulang lagi sampai ke anak cucu. Apapun alasannya. Â Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H