Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalaman Mengurus Sertifikat Tanah, Sedih, Sampai Cari Gara-gara

22 Juli 2022   12:30 Diperbarui: 22 Juli 2022   18:03 2836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor ATR/BPN Kerinci, (Foto Nursini Rais)

Himbauan Presiden Jokowidodo agar pengurusan sertifikat  tanah rakyat dipermudah, membuat saya dan suami tergiur mengajukan sebidang tanah. Lokasinya di Desa Batang Merangin, Kerinci, Jambi.

Juni 2020, kebetulan ada jatah prona untuk masyarakat setempat. Kami mendaftar pada Pak Kades-nya.   Nasib mujur belum berpihak. Kami gagal tanpa alasan yang jelas.

Kami sepakat menempuh jalur pribadi. Mumpung lagi mudah. Mana tahu, ganti presiden  peraturan berubah.  November  2020, saya konsultasi ke ATR/BPN Kantah Kerinci. Awal Januari 2021 tuntas  di tingkat desa.

Sulitkah? Lumayan. Saya berdomisili di desa berbeda.  Satu jam naik motor ke lokasi tanah. Menghubungi oknum terkait susahnya minta ampun. 

Ya, saya menganggap hal itu biasa-biasa saja. Yang tak sabaran tuh "cowok gantengku". Sampai-sampai dia minta saya cabut dari urusan.

Menunggu informasi via WA dan email

Dokumen kami diterima oleh pihak ATR/BPN tanggal 25 Januari 2021, dengan nomor pemberkasan 261/2021. Saya tanyakan pada petugas loketnya, "Setelah ini kelanjutannya bagaimana?"

"Ibu tunggu informasi dari kami via WA, atau email. Nanti Ibu bayar bea A, B, dan C ...," katanya.  (Maaf saya tak bisa menulisnya secara rinci. Narasinya terlalu panjang). Ini biaya resmi. Bukan untuk kami,"  katanya.

Saya lega.  Sekira 3 bulan kemudian saya tanyakan sampai dimana perkembangannya. Mereka menjawab, "Apa Ibu sudah dapat panggilan via WA atau email?"

"Belum," jawab saya.

"Tunggu saja," balasnya.

Sejak berkas kami diterima, sedikitnya 3 kali saya melakukan hal serupa, dengan rentang waktu kira-kira  2 dan 3 bulan. Jawabnya  selalu sama. "Apa Ibu sudah dapat panggilan via WA atau email? Kalaum belum tunggu saja."

Tiga belas bulan penantian dibalas sakit hati

Pertengahan Januari 2022 saya tanyakan lagi. Astaghafirullah. Seharusnya bahan tersebut sudah dilanjutkan prosesnya bulan April. Tetapi mengendap di almari mereka.

Emak .... Tubuh saya menggigil menahan kecewa. Ingin rasanya memaki. Yang membuat saya sedih, para oknum yang seharusnya bertanggung jawab atas kelalaian itu bukannya minta maaf. Mereka malah mengkambinghitamkan saya. Katanya saya tak mengangkat telepon. Tak merespon WA,  email salah tulis, bla bla ...

Saya minta jejak digitalnya. Tanggal berapa mereka terakhir menghubungi saya. Mereka tetap bertahan. Bertiga mereka menyerang saya. Satu cowok 2 cewek.  

Saya tarik nafas dalam-dalam. Pikiran fositif hadir sebagai dewa penyelamat. Ini pasti tersebab kekhilafan. Tak ada unsur kesengajaan. Meskipun tiada pengakuan dari oknum anak muda cantik dan ganteng tersebut.

Sudah Kecewa diremehkan pula

Sebelum meninggalkan TKP, saya minta saran mereka, bagaimana cara berurusan di  Pemda supaya tidak dibebankan pajak terlalu tinggi.  Oknum cowok tadi menjawab ketus,  "Minta surat keterangan miskin!" Nadanya mengejek.

Subhanallah ...! Saya telah mencoba berbaik-baik dia masih arogan. Apa tak ada kata yang enak didengar. Hati saya yang tadinya mau berdamai, jadi marah lagi. Syukur tak sampai meladak.

Mungkin dia menganggap, lansia seperti saya tak pantas mendapat pelayanan seperti pribadi lainnya. Dia tidak sadar, kalau dirinya digaji dengan uang rakyat. Termasuk uang  saya.

Dilanda insomnia 

Semalaman saya susah tidur. Mau menviralkan mereka di medsos, curhatan di kompasiana, dan minta disebarkan pada harian Jambi Ekspres cetak dan elektornik, (jambiekspres.co.id), yang bernaung di bawah Jawa Pos Grup.  Kebetulan anak sulung saya wartawan senior di sana, bukan wartawan liar.  Bukankah trendnya begitu. Viral dulu, baru pihak terkait menanggapi.

Suami saya melarang. Alasannya  bahan telah lengkap. Biaya pengukuran sudah dibayar.   Kalau diperkarakan, urusannya terputus. Kapan melanjutkan tentu mulai dari nol lagi.

Kasian juga mereka (oknum karyawan) masih muda. Seangkatan cucu kita. Jangan gara-gara kita, masa depan kariernya terancam.

Ya, sudah. Sekali lagi saya paksakan diri menerima kenyataan. Walau hati ini tak rela. 

Giliran saya cari gara-gara

Di lain hari saya harus ke BPN lagi. Masih berhadapan dengan oknum yang sama. Sikapnya masih  kurang ramah.

Giliran saya cari gara-gara. Sedang sibuknya  dia beraktivitas, klik ...! Saya potret dia. Dia protes.  "Saya mau foto ibuk. Boleh dak?  Ibuk tuh tak boleh motret sembarangan."

Saya buka masker. "Silakan. Kalau saya yang salah, kamu viralkan saya. Jika kamu salah, saya viralkan kamu," tantang saya. "Kalian tuh sudah jelas-jelas  salah. Bukannya minta maaf ...." Suara saya tercekik tak sanggup bicara. Mungkin karena terlalu emosi. 

Beberapa hari kemudian saya ke sana lagi. Ada blangko yang harus diambil. Celakanya masih berhadapan dengan oknum yang kemarin.  Begitu saya melewati pintu masuk, dia langsung memanggil saya. "Ke sini, Bu!'  katanya. "Biar urusan Ibu cepat selesai, ini blangko sudah saya isi. Tinggal minta tanda tangan Pak Kades," tambahnya.

Duh ..., Alhamdulillah. Mimpi apa doi semalam. Ternyata ini anak pandai juga bersikap manis terhadap orang tua. Hati saya berbisik, "Seratus untuk kamu." Ha ha ....

Singkat cerita, untuk selanjutnya saya banyak mendapat kemudahan. Di Pemda  karyawan loketnya sangat bersahabat.

Setelah dia cek berkas saya ada yang kurang. Saya minta hal tersebut diskip saja. Tak mungkin saya menjemputnya ke rumah.  Tujuh puluh kilometer pulang pergi. Sebagai gantinya ada surat yang lebih kuat. Atas persetujuan atasannya, mereka mengabulkan permintaan saya.

Terakhir Mbak cantik itu berpesan, "Ibu tuggu saja di alamat. Kasian Ibu bolak balik ke sini. Prosesnya agak lama. Nanti diturunkan petugas untuk ngecek tanah Ibu. Kalau ada yang perlu Ibu tanya boleh telepon  Ibu Kasi kami. Ini nomornya."

Alhamdulillah. Tidak semua pejabat semudah itu memberi nomornya pada orang yang belum dia kenal seperti saya.  Padahal Bu Kasinya lebih muda daripada anak sulung saya.

Kemudahan yang sama saya peroleh juga  saat setor di UP2 KP.

Penutup

Dua kali tahun berbah, 3 Kades  memimpin Desa Batang Merangin, 2 Menteri membawahi ATR/BPN. Perjuangan panjang kami berakir pada tanggal 14 Juli 2022, saat memenuhi panggilan dari Kantor Badan Pertanahan Kerinci untuk menerima Sertifikat Tanah atas nama saya sendiri.  

Saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Meski  belum sesuai dengan ekspektasi Presiden Jokowidodo supaya urusan sertifikat tanah rakyat dimudahkan dan dipercepat. 

Untung suami saya punya hobi beli sesuatu atas nama saya. Alasannya tak mau berusan yang rumit begini. Tetapi dia siap jadi sopir ojek.  Habis, punya mobil tak berani nyetir. Ha ha ...

Sekian dan terima kasih semoga bermanfaat.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun