Sedih, kecewa, marah, merasa tak dihargai. Demikian kira-kira beban batin yang menindih perasaan seorang perempuan saat mengetahui suaminya menikah lagi.
Dikala itulah kepanikan istri memuncak. Tak heran seorang oknum perempuan bernama Fitri (30) bertindak nekad. Warga Batri, Desa Kaballangan, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan itu menggebuk imam saat memimpin Salat Dzuhur.
Peristiwa naas tersebut terjadi di Masjid Nurul Huda desa setempat, Senin 22/9/2020 yang lalu. Pelaku memukul Imam bernama Asgan (47) tersebut menggunakan kayu balok saat sedang sujud pada rakaat pertama.
Hantaman pas mengenai punggungnya. Meskipun sang Imam telah terjatuh, ibu muda itu masih mau memukulnya. Beruntung korban berhasil menangkisnya.
Kisah itu terjadi gara-gara Fitri sakit hati kepada sang Imam karena telah menikahkan suaminya dengan wanita lain tanpa sepengetahuannya.
Akibat penganiayaaan tersebut, korban mengalami patah tulang jari manisnya. Sementara Fitri terpaksa berurusan dengan aparat hukum.
Membaca berita sosok.grid.id ini mengingatkan saya pada banyak cerita tentang tindakan nekad para istri dimadu.
Semasa saya remaja, Nenekku sering berkisah, saat beliau berusia 23 tahun, dirinya pernah dipoligami.
Suatu senja, suaminya pulang dari berjualan. Sebelum melanjutkan tujuannya ke rumah isteri ke dua, sang suami mampir ke kediaman nenek, mengantarkan beberapa biji kelapa.
Tanpa pikir panjang, saat itu juga perempuan yang sedang dikuasai amarah itu membuang kelapa tersebut ke dalam sungai, yang berjarak kira-kira 100 meter dari kediaman beliau.
Sedihnya, beliau baru 3 hari habis melahirkan. Tubuhnya masih lemas. Maklum orang zaman old. Lahirannya cuman dibantu dukun kampung. Tak ada tambahan obat dan vitamin apapun.
Pesan nenek kepada kami anak cucu perempuannya, kalau memilih jodoh jangan suami orang. Tidak perlu gagah, kaya, dan berpangkat. Yang penting kasih sayangnya tidak terbagi-bagi. Dimadu itu sangat sakit. Itulah racun dunia.
Kepada keturunan lelakinya beliau bertututur, “Sebelum menikah, pastikan calon jodoh kalian perempuan baik-baik. Supaya tidak bermasalah di kemudian hari.
“Andai ada perselisihan dalam rumah tangga, bicarakan dengan kepala dingin. Sekiranya tak tiada kecocokan lagi, kembalikan anak orang kepada ibu bapa dan keluarganya secara terhormat. Kemudian baru rencanakan menikah lagi. Jangan kalian hanya pandai jadi laki, tapi tidak jantan."
Lain kisah nenek saya, beda pula cerita Nenek Rahmah bukan nama sebenarnya. Beliau dimadu pada usia tiga puluhan. Saat istri muda dan suaminya menandangi mertua, Nenek Ramah nyelonong masuk rumah. Terus melemparkan tamu tersebut pakai kotoran sapi.
Begitu dahsyatnya efek tekanan batin yang dialami oknum istri yang dimadu. Mereka stress, mudah dikuasai emosi, sampai gelap mata melakukan tindakan di luar kewarasan.
Meski dalam Islam poligami itu dibolehkan, hanya sedikit perempuan yang rela berbagi cinta dengan wanita lain. Entah alasan mematuhi ajaran agama, atau dilatarbelakangi harta. Allahu alam bish shawab. Mereka dan Tuhanlah yang tahu.
Ada pula istri yang menerima karena terpaksa. Suaminya memberi sinyal merah. Dimadu atau berpisah.
Keduanya ada konsekwensinya. Pilih bercerai, risikonya anak-anak masih kecil-kecil, sumber nafkah satu-satunya berasal dari suami, dan pertimbangan lainnya.
Sepanjang pengalaman saya, sebagian besar wanita tidak siap diduakan. Tidak sedikit mereka memilih bercerai daripada berkongsi dan bergilir suami.
Syukur, kalau suami yang mau mengalah. Dia mengakhiri pernikahannya dengan istri ke dua. Come back to yang pertama.
Bagaimanapun, hati istri yang telah terlukai susah obat untuk dicari. Renungkanlah wahai para suami dan juga istri. Tiada asap kalau tak ada api.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H