Dadaku berdesir, hati ini bereaksi sigap, “Inikah jawaban dari kegelisahanku tadi malam?”
Antara takut dan berani, perlahan aku dan suamiku mendekat. Rupanya sebuah kantong kresek hitam.
Kusentuh sedikit dengan ujung kaki.
Benda ajaib itu bergerak. Kami kaget, mundur lagi ke belakang. Aku dan suamiku saling pandang. Hening beberapa detik.
Tiba-tiba kantong itu menangis, “Oaaak ... Oaaak .... Oaaak ....”
Suamiku bertakbir panjang, “Allahu akbar.” Ternyata isinya sesosok bayi berbedung rapi, dibalut pakai selimut panas.
Kupeluk dia. Kubuka kain pembalutnya. Bersamaan kami berujar, “laki-laki.” Ganteng, rambutnya lebat kulitnya putih.
Aku dan suamiku tenggelam dalam perasaan masing-masing.
Mulai pagi itu, tangis bayi mewarnai rumah kami. Momen-momen yang sangat kami rindukan selama 15 tahun berumah tangga.
Aku dan suamiku tak peduli bayi itu keluar dari rahim siapa. Siapa bapaknya. Apakah hasil hubungan terlarang atau tidak. Kehadirannya membuat kami berbahagia tiada tara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H