Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal "Ahan", Alat Tangkap Lobster Aneh yang Belum Pernah Ada

8 Juni 2020   05:51 Diperbarui: 9 Juni 2020   01:38 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahan dan udang lopster. Foto NURSINI RAIS.

Ketika ditanya atas inisiatif siapa benda tersebut tercipta untuk pertama kalinya, beliau menjawab, "Orang Dusun Pulau Pandan." Ahan di sekitar jembatan Sanggaran Agung sampai ke sini semua mereka yang punya," jelasnya.

Pulau Pandan adalah desa tetangga Sanggaran Agung, (dekat hulu Sungai Merangin). Kaum adamnya, terkenal pintar menangkap ikan. Tanpa alat bantu apapun, mereka mampu menahan nafas beberapa menit menyelam di air. Pada malam hari pula.

Ahan dan udang lopster. Foto NURSINI RAIS.
Ahan dan udang lopster. Foto NURSINI RAIS.
"Kok banyak nian, Pak?"

"Masyarakat sini 'kencang dune' (suka ikut-ikutan). Bikin satu, niru semua. Mungkin karena modalnya tidak terlalu mahal. Satu ahan cuman butuh 3 tiang dan beberapa potong bambu/kayu tambahan untuk kerangkanya. Ditambah paku dan beberapa biji batu besar ditaruh dalam karung untuk penindih, supaya tidak terseret arus air. Yang mahal itu lukahnya.

"Satu kepala keluarga punya beberapa buah. Kebanyakan mereka membuatnya sendiri. Dirakit dulu di darat. Nancapnya ke sungai, saling tolong dan gotong royong antar pemilik ahan. Tak jarang juga dikerjakan oleh anggota keluarga. Anak-anak dan isterinya turun ke sungai ikut membantu."

"Terus, sampah-sampah, pelepah kelapa, dan pelepah enau itu fungsinya apa?"
"Supaya ruang di bawah ahan itu gelap. Lobster sukanya di tempat kelam."

Pak Rambo sendiri memiliki ahan belasan buah ukuran jumbo. Ketika ditanya jumlah lobster tangkapannya per hari, malu-malu kakek 3 cucu itu menjawab, "Tidak seberapa, Bu. Punya saya belum siap semua. Pokoknya lumayan. Antara 4-20 kg. Per kilonya dihargai 60 ribu. Ini di luar penjualan medik dan ikan lainnya."

Beliau mengaku untuk pemasarannya, lobster air tawar dari Kerinci, ini dibawa oleh pedagang ke Lubuk Linggau Sumsel.

Sebagai informasi tambahan, udang lobster ini termasuk penghuni baru Danau Kerinci. Pertama saya mengenalnya tahun 2013. Waktu itu sekilo cuman Rp30 ribu. 

Tetapi, februarai 2019, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga pernah menaburkan benih lobster ke danau yang memiliki luas 4.200 hektare tersebut.

Demikian sedikit informasi tentang ahan. Adakah di antara Kompasianers yang duluan mengenalnya? Yuk kita berbagi pengalaman. ****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun