Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sedih, Ketika Warga Miskin Nangis Minta Sembako, Padi Berhamparan di Pinggir Jalan

18 Mei 2020   05:23 Diperbarui: 18 Mei 2020   05:30 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selain menjemur padi, petani Desa Seleman juga sibuk mengeringkan kopi. (Dokumentasi NURSINI RAIS).

Peluang tersebut dimanfaatkan oleh sebagian petani untuk bekerja di sawah yang sedang panen. Masa-masa begini gajinya lumayan gede. Tergantung keuletan individunya. Sebab  memanen upahnya sistem borongan.

Asal mau kerja masyarakat tiada yang nganggur.  Di desa Seleman, perempuan dibayar Rp 10 ribu per jam.  Masuk pukul 07.00, keluar jam 12.00. Lima jam=Rp 50 ribu. Laki-laki Rp 100 ribu per tujuh jam.

Bedanya, Krismon 1998 petani  peladang lebih berbahagia ketimbang krisis Corona. Barang komuditi  mereka dihargai mahal mengikuti nilai tukar dolar AS. Terutama Kopi. (Berdasarkan berbagai sumber, Juni 1998, satu dolar AS sempat menyentuh level  Rp  16.550, dari Rp 4.000 pada  akhir 1997).

Selain menjemur padi, petani Desa Seleman juga sibuk mengeringkan kopi. (Dokumentasi NURSINI RAIS).
Selain menjemur padi, petani Desa Seleman juga sibuk mengeringkan kopi. (Dokumentasi NURSINI RAIS).
Herannya, momen seperti ini tak pernah lagi terulang. Setinggi apapun harga dolar AS,  produk komuditi petani tetap murah. Tidak seimbang dengan biaya operasionalnya.

Yang memprihatinkan saat ini nasib petani karet. Getah cuman laku dijual Rp 3.000 per kilogram.  Sungguh terlalu. “Kalau terus terusan begini, kami bisa membusuk melebihi busuknya getah karet,” kata  Pak Hatta salah seorang petani karet, saat saya ketemu dia sedang menuju kebunnya kemarin pagi.

Jerit pilu diratapi pula oleh petani cabe. Sebulan terakhir harganya terpelanting  ke angka 10 ribu di warung desa. Tak terkira seberapa murahnya pada  tingkat petani.

Terakhir sebagai informasi tambahan, bukan berarti Covid 19 tidak berdampak negatif  bagi ekonomi masyarakat Kerinci. Tetapi di lain bidang. Hal ini insyaallah akan diulas pada bagian berikutnya. Setidaknya sampai saat ini petani padi lumayan aman. 

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun